Sembilan
Meesam berdiri di depan pintu kamar Laqueta dengan gugup, mau mengetuk pintu tetapi takut, dia grogi. Teman-temannya yang sedang mengintip sontak mendengus, Meesam ini tidak punya nyali jika lawannya adalah Laqueta.
Aliza langsung melotot mengisyaratkan agar temannya itu segera mengetuk pintu, tetapi Meesam menggeleng pasrah membuat Aliza berdecak.
Istri Bara itu keluar dari tempat persembunyian dan berjalan ke arah Meesam. Jemarinya langsung terkepal dan mengetuk pintu yang terbuat dari kayu tersebut. Setelah mengetuk lima kali, Aliza berlari setelah mendorong Meesam agar tubuhnya menabrak pintu.
Tetapi naas, Meesam tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya dan ketika pintu itu terbuka, Meesam langsung jatuh mengenaskan di lantai. Sontak hal itu membuat teman-temannya tertawa tanpa suara, Aliza yang sudah bersembunyi kembali pun tidak dapat menahan tawanya. Ia tidak berniat membuat Meesam jatuh seperti itu, yang terjadi di luar rencananya.
Meesam menelan salivanya susah payah, Laqueta ada di hadapannya dan terlihat seperti menahan tawa. Wajah Meesam terasa panas, dia sangat malu dengan apa yang terjadi padanya ini. Aliza keterlaluan, wanita itu membuat Meesam seperti tidak punya harga diri. Bahkan rasa sakit karena membentur lantai tidak dirasakan oleh Meesam, ia sibuk dengan rasa malunya saja.
Mengabaikan rasa malu itu, Meesam langsung berdiri dan menatap apa saja yang bisa dipandangnya selain wajah Laqueta. Rasanya ini adalah kejadian paling memalukan yang pernah dialaminya.
"Lo ngapain?" tanya Laqueta pelan, gadis itu sudah tidak menahan tawa karena tersadar kalau Meesam adalah bosnya, bagaimana bisa ia menertawakan bosnya sendiri? Memangnya dia mau dipecat?
Meesam berdehem, ia tidak tau ngapain berada di depan kamar Laqueta. Teman-teman tersayang nya itu yang menyeretnya hingga berada di sini.
"Gue ... nggak ada apa-apa, sih."
Konyol, rutuk Meesam dalam hati.
"Owhh." Laqueta juga tidak tau harus mengatakan apa lagi, ia tidak terbiasa basa-basi.
"Lo nggak mau jalan-jalan? Ini hari terakhir kita liburan. Nggak mau beli oleh-oleh?" tanya Meesam, untung saja dia menemukan topik yang pas, menurutnya.
Laqueta baru ingat kalau ini adalah hari terakhir liburan. Dan ya, Laqueta belum membeli oleh-oleh sama sekali.
"Kalau mau keluar, gue bisa temenin." Sudah terlanjur basah, berenang saja sekalian, pikir Meesam. Ia sudah mempermalukan dirinya, kenapa harus langsung pergi? Benar, kan?
"Boleh?"
"Tentu." Meesam mengernyit, kenapa Laqueta menutup pintu?
"Gue mau ganti baju, lo bisa keluar?" Oh oke. Meesam mundur tiga langkah tepat di luar pintu, setelah itu baru Laqueta mengunci pintu lagi.
Selagi Laqueta sedang ganti baju, Meesam ingin membuat perhitungan dengan teman-temannya, khususnya Aliza si biang kerok.
Bagus, teman-temannya itu sudah menghilang entah kemana. Mau mencari juga rasanya tidak mungkin, kalau Laqueta sudah siap dan Meesam menghilang, bagaimana?
Beberapa menit kemudian pintu kamar Laqueta terbuka, gadis itu hanya melapisi bajunya dengan jacket. Hanya itu, tapi kenapa lama?
Melihat Meesam diam, Laqueta juga ikut diam. Hening, Laqueta sudah biasa.
"Ayo!" ajak Meesam. Pria itu rasa ini bukan jalan-jalan ala anak SMP, kenapa Laqueta ... ah sudahlah, Meesam tidak bisa berkata-kata lagi kalau sudah menyangkut Laqueta dan sikap anehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laqueta [selesai]
RomanceLaqueta Eshal, gadis pendiam dan penyuka kesendirian. Laqueta tidak suka keributan dan juga keramaian, ia tidak bisa akrab dengan orang lain karena pikiran buruk yang selalu menghantuinya. Meesam Byakta menyukai Laqueta, tetapi karena tau Laqueta t...