SEBELAS-LAQUETA

104 11 5
                                    

Sebelas

"Ck, lo tuh benar-benar, ya. Punya kesempatan malah disia-siakan," omel Aliza, daritadi ia melihat pasangan itu terus hingga Laqueta pergi dengan wajah jutek. Sudah pasti itu adalah ulah Meesam.

"Gue nggak tau kenapa Laqueta marah, seingat gue, gue nggak ngelakuin apapun. Justru karena gue nggak mau Laqueta kesal, makanya gue arahin jet skinya ke pinggir pantai," ucap Meesam membela diri, pasalnya Aliza ini marah-marah terus tanpa mendengarkan penjelasan Meesam, menyalahkan Meesam atas semua yang terjadi.

"Halah, jangan ngebela diri. Kami tau kalau lo itu nggak berpengalaman." Kali ini Dairah yang mencibir.

Meesam berdecak. Lagipula kemana perginya pasangan ketiga wanita ini? Sehingga Meesam tidak bisa meminta bantuan.

"Memangnya gue salah apa, sih?" tanya Meesam lebih mengarah kepada dirinya sendiri.

"Laqueta itu pengen main jet ski, tapi lo malah arahin ke pantai. Sampai sini, jelas?" Khansa menjawab dengan nada suara yang tinggi, bahkan orang-orang di sekitar mereka langsung menatap keempat orang itu.

"Tapi Laqueta itu takut," kilah Meesam.

"Gobloknya udah mendarah daging," cibir Aliza. Wanita itu rasanya ingin sekali menjambak rambut Meesam agar pikirannya lebih terang.

"Kalau Laqueta nggak mau, udah pasti dari awal dia nolak. Lo tuh nggak bisa ngertiin Laqueta, katanya suka, sayang, apa buktinya?" cerca Aliza lagi.

"Gue kan nggak pernah ngobrol sama Laqueta tentang isi hatinya." Itu memang benar, mereka hanya bicara tentang pekerjaan saja, tidak ada yang lain. Jadi bagaimana Meesam bisa tau keinginan Laqueta?

Aliza kehabisan kata-kata, bukankah selama ini Meesam selalu mengetahui informasi tentang Laqueta dari Aliza? Kenapa sekarang dia seolah-olah nggak tau apapun? Meesam ini sepertinya terkena virus jomblo.

Dairah dan Khansa tertawa melihat wajah Aliza yang frustasi. Sebenarnya mereka juga kehabisan kata-kata untuk menghadapi Meesam, tetapi wajah Aliza membuat keduanya terhibur.

"Meesam, gue udah bantuin lo," ucap Aliza sambil menatap wajah Meesam dengan datar.

"Tapi lo juga harus ngertiin Laqueta dong," lanjutnya.

"Terus?" tanya Meesam tak mengerti, maklum, Meesam tidak paham kalau ngomongnya muter-muter kayak Aliza ini.

"Dahlah, males," tutup Aliza kemudian mengambil ponselnya, lebih baik membaca pesan yang masuk ke ponselnya daripada menghadapi Meesam yang ... ah, you know lah.

"Liz, kalau ngomong yang jelas dong," gerutu Meesam, Aliza suka sekali seperti ini, kalau ngomong cuma setengah-setengah, siapa yang nggak kesal coba?

"Tanya sendiri sama Laqueta sana!" balas Aliza cuek.

Meesam mendengus lalu meninggalkan teman-temannya, Lama-lama kesal juga karena menghadapi Aliza dan segala tingkahnya, kadang Meesam berpikir, bagaimana bisa Bara tahan memiliki istri seperti itu?

Tujuan Meesam kini adalah menemui Laqueta, Meesam tebak kalau gadis itu sedang di kamar, pasti sedang mengganti bajunya yang basah karena tadi. Mengingat itu membuat Meesam menjadi merasa bersalah, seharusnya ia tidak menghentikan jet skinya di situ.

Langkah Meesam terhenti ketika mengingat belanjaan Laqueta yang ia titipkan kepada teman-temannya, Meesam berinisiatif untuk kembali karena Laqueta pasti tidak akan mau mengambilnya sendiri. Lagipula ini bisa menjadi alasan Meesam menemui Laqueta.

"Kenapa balik lagi?" tanya Dairah bingung, bukannya tadi Meesam pergi dengan kesal? Kenapa sekarang malah balik lagi?

"Belanjaan Laqueta," jawab Meesam seraya mengambil beberapa paperbag di sebelah Aliza.

"Thanks," lanjutnya kemudian pergi lagi. Melihat itu ketiga temannya melongo. Dasar bucin!

🦋🦋🦋

Lagi seru-serunya naik jet ski, pengemudinya malah bawa ke tepi pantai, rasanya itu seperti ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Ditambah Laqueta jatuh hingga pakaiannya basah, bukankah hal itu sudah cukup menjadi alasan kemarahan Laqueta?

Meesam sepertinya punya dendam kusumat dengannya, Laqueta ingin sekali meninju wajah tampan Meesam hingga biru, kalau bisa merah sekalian.

Laqueta sudah mengganti pakaiannya, tidak hanya itu, gadis itu sekalian mandi, berharap emosinya mereda. Laqueta merasa sangat malu dan juga kesal, rasanya campur aduk.

Kini Laqueta membereskan barang-barangnya, memasukkan pakaiannya ke dalam koper, meninggalkan dua setelan untuk malam ini dan besok.

"Laqueta," panggil seseorang dari luar kamar yang ditempati Laqueta. Gadis itu sudah dapat menebak kalau itu adalah Meesam, Laqueta tentu mengenal suara bosnya itu.

Pikiran Laqueta menyuruhnya untuk membuka pintu dan menanyakan maksud kedatangan Laqueta, sedangkan hatinya menyuruh untuk tidak membuka pintu, ia masih kesal. Jangan lupakan kalau kejadian yang menimpa Laqueta karena ulah Meesam.

Panggilan dari luar semakin keras ditambah gedoran pintu. Laqueta berdecak lalu membuka pintu kamarnya.

"Laqueta, ini belanjaan lo," ucap Meesam langsung ketika Laqueta membuka pintu, tanpa basa-basi. Bukankah jelas kalau Meesam itu bucin tidak berpengalaman.

"Terimakasih." Laqueta mengambil alih paperbag dari tangan Meesam.

"Sudah?" Lanjutnya.

Meesam terdiam.

Laqueta dan Meesam sama-sama tidak memiliki kemampuan basa-basi. Pasangan yang cocok, bukan?

"Gue mau ngobrol, boleh?" tanya Meesam dengan wajah memelas, kalau tidak begitu, Meesam yakin kalau Laqueta tidak akan mau.

"Tentang apa?"

Meesam terdiam sebentar. "Apa aja."

"Oke, gue simpan ini sebentar. Jangan masuk," titah Laqueta, bukan bermaksud ge-er. Tapi hanya jaga-jaga.

Laqueta kembali masuk ke dalam kamarnya membuat Meesam bernafas lega, untung saja gadis itu tidak menolak, Meesam mengira kalau Laqueta masih marah padanya.

Lagi-lagi Meesam bertemu Aliza, rasanya kehidupan Meesam hanya itu-itu saja, kapan hidupnya akan lebih berwarna? Oh, ya. Ketika ia menikah dengan Laqueta nanti, maka hidupnya akan penuh dengan kebahagiaan dan hal-hal baru.

"Ngapain di kamar Laqueta?" Aliza bertanya dengan nada yang tidak santai, ketara sekali kalau ia tidak suka dengan kehadiran Meesam.

"Kalau lo perhatikan lagi, gue di depan pintu kamar Laqueta. Lihat!" Tunjuk Meesam pada kakinya yang menapak di ubin.

"Napak! Kirain melayang!" balas Aliza tak nyambung.

Meesam mendengus kesal, dasar Aliza!

"Eh, jawab pertanyaan gue, ngapain lo di depan pintu kamar Laqueta?" tanya Aliza lebih spesifik.

"Mau nguntit, ya!" tebak wanita itu langsung.

"Sembarangan!" bantah Meesam. Apa ia punya tampang seperti seorang penguntit?

"Terus—"

"Udah siap?" tanya Meesam pada Laqueta yang baru saja membuka pintu, ucapan Aliza saja terpotong.

"Siap? Siap nikah maksudnya?" cibir Aliza lalu terbahak sendiri. Kelihatan anehnya, kan?

"Apaan sih," respon Laqueta. Tanpa sadar kalau apa yang diucapkannya membuat Meesam tertegun. Kenapa Laqueta sepertinya tidak suka ketika membahas pernikahan? Apa jangan-jangan ....

"Kalian mau pergi? Berdua? Ngedate?" tanya Aliza menghentikan pikiran buruk Meesam, dari wajahnya saja Aliza sudah tau kalau temannya itu sedang kalut.

"Pergi berdua, iya. Kalau ngedate, enggak." Tentu saja Laqueta yang menjawab.

"Owhh, yaudah. Hati-hati, ya."

Laqueta merasa aneh dengan Aliza, tidak biasanya temannya itu membiarkan mereka tenang.

"Yaudah sana," usir Aliza.

"Iya-iya."

🦋🦋🦋

Minggu, 24 Januari 2021
Revisi: Senin, 10 Juli 2023

Laqueta [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang