Kehampaan

163 76 21
                                    

Seandainya saja kalian berkesempatan untuk datang ke kota ini dan menggunakan Bus Rapid Transit, bisa dipastikan kalian tidak akan mengenalinya. Dia yang berdiri di sudut depan bagian kiri bis dan terkadang berjalan menghampirimu untuk meminta bayaran perjalananmu akan selalu tampak sama seperti gedung yang berjajar di tepi jalan atau kendaraan yang lalu lalang di kota. Seragam yang dia kenakan dapat menyembunyikan jati dirinya dan pekerjaannya akan membuatmu menganggapnya sebagai pemeran figuran dalam film-film ibu kota yang sering kalian tonton. Meskipun kalian sempat berpegangan tangan dengannya saat Bus Rapid Transit ngerem mendadak akibat adanya pesepeda motor yang memotong jalur di jalan Gombel Lama atau ketika kalian terpaksa harus  bersitegang karena alat pembayaran elektronik rusak. Tetap saja kalian tidak akan bisa membedakan apakah kalian berhadapan dengan Sari, Intan, Ayu atau yang lainnya.

Dengan begitu kalian dapat membayangkan bagaimana perasaan Intan saat menemukan kertas kecil  di dalam saku celananya bagian belakang yang berisikan tulisan:

"Bunga-bunga berguguran saat aku berpapasan denganmu, wanginya menyeruak membekap hidung kecilku dan mengusik seretoninku hingga menimbulkan efek halusinogen yang dapat membuatku terus berkhayal tentangmu."

-Kosong-

Intan langsung berjingkat dengan muka memerah. Sepanjang hari, Dia mencoba mengulang tulisan itu sampai dirinya dapat mengingat jelas kata demi kata isinya. Ketika sore hari setelah selesai melakukan pekerjaannya, dia sudah mampu mengingat dengan jelas coretan-coretan kecil yang mungkin disebabkan oleh kelalaian dari penulisnya saat menyusun kata-katanya.

Pada suatu malam di kamar kosnya yang berukuran dua kali tiga meter, Intan yang telah bersiap untuk tidur membayangkan sosok penulisnya. Dalam bayangannya tergambar jelas seorang lelaki dengan rambut sebahu, mengenakan jaket hitam dengan punggung yang tidak terlalu lebar. Dia pastikan bahwa penulisnya adalah seorang mahasiswa yang kehidupannya penuh dengan ilmu pengetahuan. Dia ketahui itu dari tulisannya yang penuh makna. Tulisan yg menggunakan dua kata asing seretonin dan halusinogen memperlihatkan seberapa dalam wawasan penulisnya. Intan merasa kecil, dia bahkan membutuhkan internet untuk mengetahui makna dari kedua kata itu.

Sejenak Intan menenangkan diri dan mengunci semua yang telah dibayangkannya. Dia percaya bahwa suatu hari orang yang menyelipkan kertas kecil pada saku celananya akan segera muncul dengan sendirinya. Diapun percaya sosok pemuda itu sedang dimabuk asmara padanya sebagaimana tulisannya, tentunya asmara itu yang nantinya akan membawanya menampilkan dirinya. Intan percaya bahwa seorang dalam kondisi seperti itu selalu mengininkan balasan atas perasaannya.

Intan kemudian mempersiapkan diri untuk momen itu, dia menulis semua yang perlu dilakukannya dalam buku kecilnya.
" 1. Aku harus meminta nomer telponnya
2. Aku harus memberinya nomer telpon
3. Aku harus sesegera mungkin menghubunginya setelah selesai bekerja.
4. Aku harus bercerita terus terang kalau usiaku sudah cukup tua untuk main-main."

Nampaknya prediksi Intan meleset. Setelah satu bulan berlalu, penulis yang dibayangkannya tidak kunjung datang memperkenalkan diri. Bahkan dia tidak lagi menyelipkan tulisan pada saku celana intan. Intan merobek daftar pertanyaannya dari buku kecilnya, dengan harapan dapat menghapus harapannya. Tetapi semua itu nampaknya mustahil dilakukannya, rasa penasarannya justru semakin kuat dan upayanya untuk menganggap semua itu hanya kebetulan menjadi sia-sia.

Setiap perjalanan, dia selalu bertanya kepada sopirnya barangkali dari spion terlihat seorang lelaki yang memperhatikannya secara diam-diam, tetapi sopirnya tidak pernah menemukan gelagat aneh dari penumpangnya bahkan menurutnya semua penumpangnya berperilaku sangat wajar. Tetapi Intan merasa dirinya selalu diawasi oleh lelaki yang menyelipkan kertas ke saku celananya. Dia merasa semua penumpang laki-laki mengawasinya dan bersiap memasukkan tangan mereka ke salah satu saku celananya. Dia menjadi semakin gelisah. Ketika akan mendakati penumpang untuk meminta uang pembayaran tiket, Intan selalu berjaga agar kejadian sebelumnya tidak terulang lagi atau setidaknya dapat menangkap basah lelaki jahil yang menggoda Intan dengan tulisan yang tidak bermakna. Tetapi semua persiapan itu sia-sia.

Satu KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang