Helaan napas Clodan terdengar kasar. Dia baru saja membasuh dirinya di dalam kamar mandi dan kini sudah mengenakan pakaian lengkap. Matanya beralih melihat ke arah ranjang, di mana sosok yang membuat dirinya marah kini tengah tertidur lelap.
Setelah kejadian itu, di mana Melody memakan cake dari lantai, Clodan memutuskan untuk membawa Melody ke dalam kamar mereka, tak perduli lagi jika di sana masih ada ibu dan tunangannya.
Meraih ponsel di atas meja, Clodan mendudukkan dirinya di sofa dan membuka pesan yang di kirimkan Jack kepadanya. Tak begitu lama Clodan kembali meletakkan ponselnya di atas meja. Posisinya masih sama, akan tetapi saat ini dia menatap wajah Melody yang terlelap, hingga pandangannya jatuh ke arah bibir Melody yang sedikit bervolume.
Beberapa menit yang lalu dirinya memaksa, membuat bibir yang terkatup rapat itu menyerah dan memuntahkan cake dalam mulutnya. Dia tidak mengijinkan dan tidak merasa senang dengan apa yang dilakukan Melody, karena dia merasa Melody seperti menghinanya. Melody lebih suka menerima apa yang sudah tak layak di terima olehnya daripada saat dia memberikannya dengan keadaan yang sudah jelas lebih baik.
Clodan berdiri dan berjalan ke arah ranjang. Dia merebahkan dirinya di belakang Melody, menarik selimut untuk melindungi tubuh mereka dari hawa dingin.
"Menghadap ke arahaku, Melody!" bisiknya memberi titah, menarik tubuh Melody agar menghadap ke arahnya.
Lenguhan terdengar di telinga Clodan, saat dirinya mencium leher Melody dengan lama. "Tidurlah," bisiknya. Lengan besarnya melingkupi tubuh Melody.
Clodan merasakan kehangatan yang tercipta dari tubuh mereka yang saling bersentuhan, bergesekan, dengan detak jantung mereka yang berirama, saling membalas. Kamarnya terasa nyaman kembali saat aroma khas Melody mengisi peloksok kamarnya. Dia memejamkan matanya, mengikuti mata Melody yang terpejam dan berharap dalam mimpinya dia bisa mencekik leher Melody seperti keinginannya tadi.
**
"Tiwi, ikutlah bersama Clodan saat nanti dia pergi ke Indonesia!" titah Lilyana. Dia mengusap bahu Tiwi dengan lembut.
"Pasti, Nyonya. Saya juga merindukan tanah kelahiran saya," jawab Tiwi, tersenyum dengan tulus.
Liliyan bersama Kaylee dan Clodan memasuki mobil yang sudah siap mengantar mereka ke bandara. Lambaian tangan Lilyana terlihat saat mobil yang di tumpanginya mulai berjalan keluar dari halaman rumah Clodan, hingga perlahan sudah tak terlihat lagi.
Melody menatap kepergian mereka dari arah samping rumah. Dia inginnya menghampiri Lilyana, namun dia sadar dia bukan siapa-siapa selain istri yang tidak diketahui siapa pun kecuali orang-orang rumah Clodan.
Selama seminggu kedatangan Lilyana dan Kaylee, Melody mungkin merasakan sakit yang amat luar biasa, namun dia juga merasa senang dengan sikap mereka yang baik terhadapnya. Dan itu ketika mereka belum tahu siapa dirinya. Dia berpikir, apakah mereka akan menaruh sikap itu saat tahu bahwa dirinya istri Clodan, tunangan dari Kaylee yang sebentar lagi akan segera menikah.
Memilih berjalan ke arah taman, Melody menghirup udara taman yang sangat dirindukannya. Dia menggulirkan matanya melihat ke arah air mancur dan rumah kaca yang terdapat beberapa bunga di dalam sana. Dia bejalan menghampiri bunga yang berkuncup, berjongkok dan menyentuh permukaan bunga itu.
Bunyi bergesek dedaunan yang terawat membuat Melody tersenyum saat dirinya menoleh dan mendapati dua kelinci berlompatan saling mengejar. Bunyi burung di atas pohon tak juga kalah, mereka terbang dan tak lama menghinggapi dahan.
"Betapa aku sangat merindukan kalian," ucapnya. Tangannya terulur memanggil dua kelinci. "Ayo kemarilah! Apa kalian tidak merindukan aku?" ucap Melody dengan tersenyum lebar.
![](https://img.wattpad.com/cover/252947114-288-k36706.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Suamiku
Fiksi UmumCLODAN MARVIN, dipertemukan kembali dengan cinta masalalunya yang telah meninggalkan luka terdalam untuknya. Dia memutuskan untuk menikahinya dan membalaskan rasa sakitnya kepada wanita yang telah meninggalkannya itu.