Ketika malam semakin larut, badai salju pun masih belum mereda, menciptakan hawa dingin yang kian menusuk. Di atas ranjang, Clodan masih menyatukan tubuhnya dengan tubuh Melody. Dia bergerak dengan lembut namun sesekali gerakannya terburu-buru ketika luapan nafsu menguasainya.
Rintihan Melody bagaikan irama untuknya. Sebuah irama yang hanya ingin dimilikinya seorang. namun, ketika dia berpikir, itu tak mungkin, karena Melody pernah pergi darinya.
Napas mereka berdua saling beradu memantul dengan napas masing-masing. Gesekan kulit mereka menciptakan bunyi, bersamaan dengan rintihan Melody yang terus mengalun dan sesekali disusul oleh suara geraman Clodan.
"Uhhhh...."
Suara Melody teredam ketika Clodan kembali mencium bibirnya, menyesap dengan napas yang memburu. Dia menghisap rasa manis yang tercipta dari bibir Melody.
"Melody," panggilnya serak. "Melody, jawab panggilanku!" Perintahnya. Dia menahan tubuhnya, bertumpu di sisi tubuh Melody, memperhatikan wajah Melody yang kini mendongak dengan tangan mencengkram bahunya.
"Cl-Clodan, aku_" ucapan Melody terputus ketika Clodan kembali membungkam bibirnya. Pinggulnya bergerak dengan cepat, sesekali menekan hingga suara jeritan Melody terdengar disusul suara german jantannya dengan tubuh Melody yang bergetar, memeluk lehernya seerat mungkin.
Tubuh Clodan masih berada di atas tubuh Melody, dia menimpa tubuh ramping itu, menikmati sensasi yang baru saja mereka dapatkan. Miliknya masih menyatu dengan Melody, dia membiarkannya, lalu menggulingkan tubuhnya ke sisi tubuh Melody dan menarik tubuh Melody ke dalam dekapannya.
"Clodan, lepaskan," titah Melody. tangannya menyelusup ke bawah dan menarik keluar milk Clodan dari miliknya. "Itu terasa mengganjal," sambungnya. Setelah itu dia memejamkan matanya, memasrahkan diri di dalam dekapan hangat Clodan.
Jika saja Melody melihat, bahwa karena ulahnya dia menciptakan bibir Clodan tertarik, tersenyum dengan kecil.
"Tidur, Melody!" titah Clodan saat merasakan bulu mata letik Melody menggelitik dadanya saat Melody berkedip.
"Kau tidak berniat mengambil selimut?" tanya Melody. Dia mendongak, tahu betul kebiasaan Clodan. Clodan biasanya akan menarik selimut yang terhempas di lantai karena ulahnya sendiri, namun kali ini Clodan tidak melakukannya.
"Apa pelukanku kurang hangat?" Ketimbang menjawab dia malam balik bertanya. Bukannya ss menjawab dia malah balik bertanya.
"Ya," jawab Melody.
Clodan mendudukan dirinya hingga pelukannya terlepas, dia beringsut turun dari ranjang dan mengambil selimut dari lantai, lalu kembali menghampiri Melody dan membalutkan selimut itu ke tubuh mereka berdua.
"Sudah, jadi segeralah tidur! Jika tidak, aku akan kembali memakanmu!" ancam Clodan.
Melody mengerjapkan matanya, sehingga tangan Clodan mengusap dengan lembut ujung matanya
"Aku akan tidur," ucap Melody. Dia memejamkan matanya dan mendesakan diri di dalam pelukan Clodan.
Clodan menarik, mendekap tubuh Melody. Tangannya membuat usapan di rambut panjang Melody hingga secara perlahan matanya pun ikut terpejam. Dan mereka berdua benar-benar tertidur, menyelam di antara lautan mimpi yang berbeda, namun memiliki arti yang sama.
**
Musim semi telah tiba, di mana tumbuh-tumbuhan mekar kembali, seperti bunga yang berkuncup kini telah memekarkan dirinya, menguarkan aroma dari permukaannya, dan oleh karena itulah musim semi juga bisa di sebut musim bunga.
Tidak ada yang bisa dilakukan Melody di rumah Clodan ketika para pelayan saja sudah mengambil alih semua pekerjaan. Dia seperti seorang putri yang terkurung, yang membuat jiwanya lelah bukan tenaganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Suamiku
Fiction généraleCLODAN MARVIN, dipertemukan kembali dengan cinta masalalunya yang telah meninggalkan luka terdalam untuknya. Dia memutuskan untuk menikahinya dan membalaskan rasa sakitnya kepada wanita yang telah meninggalkannya itu.