Embun pagi yang menghinggapi kaca terhempas secara perlahan ketika cairan pembersih kaca disemprotkan seorang pelayan. Dia menyikatnya, menghilangkan kotoran yang mempel dan perlahan busa mulai memunculkan keberadaannya, lalu menghilang tertarik kain microfiber saat pelayan mulai mengelapnya hingga bersih mengkilap. Sedangkan empat orang pelayan pria membawa sekop menuju halaman depan. Mereka mencoba Menyingkirkan salju yang menutupi jalan.
Lilyana baru saja keluar dari kamarnya diikuti oleh Kaylee. Mereka memasuki ruang keluarga dan duduk sembari berbincang hangat sebelum acara sarapan pagi dimulai.
Tiwi dan dua pelayan terlihat menuruni tangga setelah membersihkan lantai tiga. Mereka menyapa ibu dari tuan mereka dengan sopan.
"Selamat pagi Nyonya, sarapan hampir selesai. Jika kami sudah menatanya, kami akan memanggil Nyonya," ucap Tiwi.
Lilyana tersenyum kepada mereka. "Tidak apa-apa Tiwi, tidak usah terburu-buru," balasnya. "Apa Clodan masih belum bangun? Sejak kapan dia jam segini masih belum keluar dari kamarnya?" tanya Lilyana tak percaya. Dia mengenal betul kebiasaan anaknya. Clodan terbiasa bangun pagi dan bersiap untuk pergi kekantornya. Dia menjadi seorang pemimpin yang teladan, patut di contoh para karyawannya.
"Tidak, Nyonya. Tuan muda sepertinya hari ini memang sengaja terbangun siang. Tuan bilang dua hari kedepan tidak akan pergi ke kantor dan menyerahkan urusan pekerjaan kepada Jack," jelas Tiwi.
"Bagus kalau begitu. Aku sedikit khawatir tentang kesehatannya karena dia sangat gila bekerja. Tolong sedikit perhatikan kesehatannya Tiwi. Jika ada suatu masalah jangan sungkan hubungi aku," ucap Lilyana.
"Itu pasti Nyonya. Kalau begitu saya dan mereka ijin kembali kedapur," pamit Tiwi membuat Lilyana mengangguk membiarkan mereka bertiga pergi.
"Salju tidak turun, matahari juga sepertinya memunculkan dirinya, nanti Pergilah ke taman belakang bersama Clodan, Kaylee!" titah Lilyana.
"Baik Mom. Aku juga merindukan dua kelinci itu," ucap Kaylee. Tersenyum dengan cantik, memperlihatkan lesung pipitnya.
*
Hembusan napas hangat nyaris panas menerpa leher Melody. Menggelitik, menghadirkan antara rasa geli dan rasa nyaman. Dadanya tertimpa benda berat, namun juga hangat secara bersamaan. Indra penciumnya merasa tenang saat aroma khas yang sangat dia kenali masuk ke dalam hidungnya.
"Clodan," lirihnya, merasa bingung.
Melody mengedarkan pandangannya ke sisi kanan, hingga matanya kini berhenti ketika mendapati cahaya yang bersinar menyelinap tirai tipis penutup jendela kaca.
Helaan napasnya terdengar kencang. Matanya kini secara perlahan menunduk dan bisa melihat Clodan memeluknya dengan erat nyaris meremukkan seluruh tubuhnya. Melody merasa aneh dengan keadaan saat ini. Dia tahu dan ingat dengan jelas, bahwa semalam dia duduk menatap tajam Clodan yang tertidur di ranjang yang hendak ditidurinya, hingga secara perlahan rasa kantuk menyerang matanya dan dia tertidur. Lalu, sejak kapan dia berada dalam keadaan seperti saat ini.
"Clodan," panggilnya pelan. Melody berusaha menyingkirkan kepala Clodan dari atas dadanya. "Clodan!" panggilnya lagi dengan kesal.
"Bisakah kau diam? Suara pagimu seperti burung hantu!" ucap Clodan kesal.
Mata Melody melebar dan secara tidak menyadari tangannya menepuk bahu Clodan dengan kencang.
"Clodan! Tidak lucu jika aku mati dalam keadaan seperti ini!" ucap Melody. Dia merasakan Clodan semakin memeluk tubuhnya, membuat napasnya terasa sesak.
Pelukan Clodan mengendur, menyingkirkan kepalanya dari atas dada Melody dan kini terbangun, duduk membelakangi Melody.
Suara sekop salju terdengar dari luar, tepat di halaman belakang. Clodan dan Melody sangat tahu bahwa itu ulah para pelayan.
![](https://img.wattpad.com/cover/252947114-288-k36706.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Suamiku
General FictionCLODAN MARVIN, dipertemukan kembali dengan cinta masalalunya yang telah meninggalkan luka terdalam untuknya. Dia memutuskan untuk menikahinya dan membalaskan rasa sakitnya kepada wanita yang telah meninggalkannya itu.