Piring dan peralatan makan lainnya segera dibereskan oleh dua pelayan setelah Clodan, ibu dan tunangannya pergi dari meja makan. Mereka bertiga saat ini duduk di ruang keluarga. Hidangan pencuci mulut tak lupa di suguhkan oleh pelayan dan menatanya rapi di atas meja. Pembicaraan hangat pun mulai terdengar, dan sesekali mereka juga tertawa ringan.
Tiwi masuk ke dalam kamar yang akan ditempati Melody, dan setelahnya dia terlihat kembali keluar, berjalan melewati pintu dapur menuju halaman belakang yang terdapat tempat untuk mencuci dan menjemur pakaian.
"Nyonya," panggilnya. Berjalan tergopoh-gopoh dengan tangan membawa mantel tebal. "Pakai ini Nyonya, dan segeralah masuk untuk makan siang," ucap Tiwi, membantu memasangkan mantel itu di tubuh Melody.
"Terimakasih Tiwi, tapi, apakah mereka sudah selesai?" tanya Melody.
"Sudah Nyonya. Untuk itu segeralah masuk, Nyonya harus makan," ucap Tiwi lagi.
"Baiklah Tiwi," balas Melody, dan mereka memasuki rumah bersama-sama.
Sesampainya di dapur, Tiwi segera menghidangkan makanan di atas meja tempat para pelayan biasanya makan, dan segera mempersilahkan Melody untuk duduk.
"Nyonya, saya memasak makanan kesukaan Nyonya. Ayo silahkan di nikmati!" ucap Tiwi dengan tersenyum tulus kepada Melody.
"Tiwi, kemana para pelayan? Kenapa tidak ada disini? Bukankah ini waktunya untuk kalian makan?" tanya Melody. Dia merasa aneh ketika tidak mendapati para di sana yang biasanya akan berkumpul untuk makan.
"Kami akan makan setelah Nyonya," jawab Tiwi.
Melody meletakkan sendok yang sudah dilegangnya dan kini menatap Tiwi yang berdiri di depannya, hanya terhalang meja. "Tiwi, tolong panggil mereka semua dan kita makan disini, bersama!" Pinta Melody. Ucapannya penuh perintah.
"Tapi Nyonya, itu tidak sopan," balas Tiwi. Bagaimanapun Melody adalah istri tuan mereka yang berarti Nyonya mereka, dan tidak akan pantas jika para pelayan makan satu meja dengan Melody.
"Itu pantas, Tiwi. Aku sekarang sama seperti kalian, lagi pula memangnya ada yang melarang jika seorang Nyonya makan satu meja dengan pelayan? Tidak kan! Jadi, ayo panggil mereka semua dan kita makan bersama," ucap Melody.
Dengan terpaksa Tiwi memanggil para pelayan lainnya dan mereka kini sudah duduk di kuri secara melingkar, dan makan secara bersama-sama dengan Melody, nyonya mereka. Dari situ juga mereka tahun bahwa Melody adalah orang yang cukup ceria. Biasanya mereka akan melihat Melody hanya diam dengan wajah datarnya yang bagi mereka sama menakutkan seperti tuan mereka.
Setelah selesai makan, mereka juga membereskan peralatan makan di meja dan mencucinya, lalu kembali membubarkan diri untuk kembali ke tugas masing-masing.
Melody kembali ke belakang dan kini mendudukkan dirinya di kursi kayu. Dia inginnya pergi ke taman yang ada di sana dan bermain dengan kedua kelinci Clodan. Namun, itu sama saja dia membiarkan dirinya mendapatkan pertanyaan dari ibu dan tunangan Clodan jika mereka melihatnya.
"Hidup macam apa ini!"
Melody Bergumam tak percaya dalam hatinya. Dia merasa tak percaya bahwa kehidupan dirinya bisa menjadi seperti ini. Dulu, dia mengira semuanya akan lebih baik jika dia meninggalkan Clodan dan membuat luka di hati Clodan dan luka dihatinya sendiri. Namun, dia tidak menyangka bahwa takdir kembali mempertemukan mereka dan menghadirkan takdir seperti saat ini.
Melody masih terdiam dengan pikiran yang terus berkecamuk, hingga dia menutup matanya secara perlahan saat rasa kantuk menghampirinya. Dia tertidur dengan posisi duduk dan kepalanya menyandar di sandaran kursi, hanya berbantalan lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam Suamiku
General FictionCLODAN MARVIN, dipertemukan kembali dengan cinta masalalunya yang telah meninggalkan luka terdalam untuknya. Dia memutuskan untuk menikahinya dan membalaskan rasa sakitnya kepada wanita yang telah meninggalkannya itu.