✦ ernest rutherford

39 25 0
                                    

"Bun, nanti temenku mau datang ke rumah." Juan berucap memberitahu Catrin ─ Bundanya.

Catrin yang sedang sibuk menyiapkan bekal berisi roti bakar dengan selai cokelat untuk Juan langsung menoleh ke arah anaknya itu. "Yaudah, gakpapa. Perlu beli cemilan ngga?" tawar wanita itu berbaik hati.

Juan pikir-pikir sebentar namun hasil akhirnya, ia menolak tawaran yang terlalu baik untuk Prisila itu. "Gausah deh, Bun. Sebentar doang kok dia, cuma mau pinjam buku." ucap Juan sembari mengikat tali sepatu sekolahnya.

"Buku?" Catrin memasang wajah heran. "Tumben temenmu yang cowok mau pinjam buku." heran saja Catrin. Juan memang sering membawa teman-temannya yang laki-laki ke rumah tapi sepertinya sepenglihatan Catrin tidak ada tuh yang doyan membaca.

"Bukan cowok, cewek dia. Namanya Prisila." koreksi Juan.

Catrin berdehem dengan senyuman yang tampak seperti menggoda Juan. "Oh, cewek. Pertama kali dong kamu bawa cewek ke rumah."

Juan berdecak, Catrin sangat menjengkelkan sekali disaat-saat seperti ini. "Ngga tuh. Dulu waktu kecil, aku sering bawa Sisil untuk main ke rumah."

"Ih, itukan dulu, Juan! Masih anak-anak, ini kamu udah remaja. Remaja yang dimabuk cinta, mengikat janji bersama untuk selamanya." kocak sekali Bundanya ini.

Juan berdiri dari posisi duduknya. "Halah, sama ajanya itu."

"Eh, tapi temenmu si Sisil itu apa kabar, ya, sekarang? Udah lama lost contact, semenjak kita dulu pindah ke Jogja waktu kamu kelas enam SD. Pasti sudah besar dia." ujar Catrin sambil membayang-bayangkan gadis bernama Sisil yang dibicarakannya dengan Juan itu.

"Ya, udah besarlah, Bun. Masa kecil terus. Gimana sih?" julid Juan.

Lelaki itu mengambil bekal yang sudah disiapkan oleh Catrin dan memasukkannya ke dalam tas ransel sekolah miliknya.

"Ih, kamu ini! Eh, tapi nama lengkapnya Sisil siapa deh? Bunda lupa," Catrin menepuk pelan jidatnya.

Juan mengendikkan kedua bahunya, pertanda ia tidak tahu. "Gak tau. Aku ikut temen-temen yang lain manggilnya Sisil, waktu SD dia juga dipanggil Sisil sama guru-guru."

Catrin mengangguk-angukkan kepalanya mendengar jawaban dari Juan. "Udah deh, sana kamu berangkat. Ntar telat."

Juan mencium punggung tangan Catrin. "Pergi dulu, ya, Ma. Mau menuntut ilmu yang gak ada kesalahan sama sekali tapi dituntut sama orang-orang di seluruh dunia."

Karena posisi Juan yang masih agak membungkuk, Catrin memukul punggung anak semata wayangnya itu. "Gila kamu." umpat Catrin.

๑ ⋆˚₊⋆ ──── ʚ˚ɞ ──── ⋆˚₊⋆ ๑

Pagi hari yang cerah sekali. Cerahnya hampir sama dengan senyuman Prisila ketika diberi uang jajan oleh Alden, sang Papa tersayang.

"Aku masuk, ya! Dadah, Papa ganteng!" usai berpamitan dengan Alden yang mengantarnya, Prisila membuka pintu mobil dan langsung keluar. Tidak ada acara salim menyalim, hanya dadah-dadah saja.

"Yeay! Hari ini dikasih uang jajan lebih karna gak bawa bekal!" pekik Prisila senang.

Sesampainya di kelas, Prisila duduk di bangkunya. Adelia, teman sebangkunya itu sudah datang lebih dulu dan tiba-tiba menyerahkan kertas jeruk berwarna pink yang berisi hasil kerja kelompok milik kelompok Prisila kemarin.

❝ finally, i found you! ❞ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang