Secret Number - Seven

40 15 0
                                        

《■■■■■》

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

《■■■■■》

Pintu besi itu berdebam keras begitu Abe mendorongnya. Lelaki itu melangkah waspada memasuki ruang utama. Cahaya bulan buatan yang diciptakan oleh pemerintah Athelier menembus masuk melalui jendela-jendela yang melingkar di bagian atas ruangan. Pandangan Abe begitu sempit, ruangan ini begitu gelap. Hanya ada sedikit cahaya remang-remang yang menjadi penuntun bagi Abe untuk berjalan mencari saklar lampu tanpa menabrak sesuatu … atau seseorang. Tiba-tiba saja, bulu kuduk Abe meremang. Ia teringat akan kejadian yang dialami oleh teman-temannya. Bukankah Rowena, Odora, Ziggy, dan Zagga juga tewas dibunuh di tengah kegelapan seperti ini? Bagaimana jika sekarang adalah gilirannya?

Tidak, tidak! Abe menggeleng pada dirinya sendiri. Ia tidak akan mati sekarang. Ia tidak boleh mati sekarang! Ia harus hidup. Abe meraba-raba dinding ruang utama. Ia ingat benda itu ada di sekitar sini, tidak jauh dari pintu masuk. Di mana benda itu?

Ah, dapat! Abe menaikkan saklar lampu. Sepersekian detik, ruangan yang tadi remang cenderung gelap diterangi oleh cahaya terang dari lampu, tepat di atas meja bundar tempat penghuni Vaggard biasa berdiskusi. Abe menghela napas. Tidak akan ada yang bisa menyerangnya di tengah terang seperti ini, bukan? Lelaki itu mengusap dadanya lega.

Tiba-tiba,

TAP!

Mata Abe membulat begitu sebuah tangan memegang pundaknya. Jantungnya berdegup kencang, menampar-nampar dadanya hingga terasa begitu sakit. Cepat-cepat ia berbalik, melompat mundur, memasang sikap siaga.

“Woah! Santai, Abe!” seru orang itu sambil ikut melompat mundur, terkejut melihat tingkah waspada Abe.

“Louise? Kau?” Kalimat Abe terhenti. Dengan wajah memerah, ia menarik sikap siaganya, kembali berdiri seperti biasa. Sungguh memalukan! Karena takut, ia mengira bahwa orang yang tadi memegang pundaknya adalah orang gila yang menghabisi teman-temannya. Pria itu mengernyitkan kening dalam-dalam, bergantian menatap wajah Louise dan Ryan. “Kalian berdua dari mana saja?”

“Kami baru saja melaporkan kasus pembunuhan Ziggy dan Zagga ke kepolisian,” jawab Ryan dengan nada jutek. Lelaki itu melipat tangan di depan dada, menunjuk Abe dengan dagunya. “Kau sendiri dari mana saja?”

“Aku dan Hani baru saja memeriksa lokasi pembunuhan si kembar. Kami pikir, kami mungkin menemukan petunjuk tentang pelakunya.”

“Lalu, kalian menemukan sesuatu?” Louise bertanya antusias mendengar jawaban Abe.

Abe menggeleng kecewa. “Tidak. Kami tidak menemukan apa pun di sana. Tidak ada petunjuk tentang pelakunya, bahkan petunjuk kecil sekalipun.”

AnthericTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang