《■■■■■》
Koridor masih sepi seperti biasa. Begitulah Vaggard, gedung besar ini hampir tidak pernah ramai. Lukisan kecil, foto pemandangan, dan hiasan lainnya tertempel di dinding koridor yang berwarna coklat muda. Abe berjalan sedikit cepat. Turtleneck yang dikenakan olehnya senada dengan warna dinding koridor, coklat muda, dibalut dengan jas santai berwarna hitam tanpa kancing.
Tergopoh-gopoh Rowena mengimbangi langkah kaki Abe yang panjang, ditambah ritmenya semakin cepat. Kondisi Rowena masih belum terlalu baik. Meskipun syok yang ia dapatkan atas kematian Klaus hanya sebentar, tubuhnya masih lemas tanpa alasan yang jelas. Mengingat kalau gadis itu memiliki hubungan yang lumayan dekat dengan Klaus, bukan berarti dia harus meratapi temannya itu. Percayalah, Rowena adalah gadis yang benci dengan air mata.
"Rowena," Abe mencairkan hening.
"Ya?"
"Menurutmu siapa yang membunuh Klaus?"
"Entahlah. Kita tidak bisa menuduh rekan kita sendiri bukan?"
"Lalu bagaimana jika ada serigala berbulu domba diantara kita?"
"Entahlah."
Mereka berdua memasuki ruang tengah Vaggard. Orang-orang yang sudah hadir memandang ke arah Abe dan Rowena, tatapan mereka terlihat mengintimidasi. Abe duduk di salah satu dari empat sofa panjang yang di susun berhadapan, membuat formasi segi empat. Sedangkan Rowena di tempat lain.
"Dari mana saja kau, Abe?" tanya seorang pria dewasa berjenggot sambil menurunkan secangkir kopi dari mulutnya.
"Baru bangun tidur." Abe membenarkan posisi duduk. "Kuharap kalian tidak mencurigaiku."
Harapan Abe sangat berkebalikan dengan fakta yang ada. Sebelum Abe dan Rowena datang, rekan-rekannya itu justru malah habis-habisan menuduh Abe dengan opini mereka masing-masing. Paling parah adalah Ryan, pria berjenggot yang barusan bertanya saat Abe datang. Sifat santainya terlalu mematikan. Kerap kali menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, termasuk posisi Abe sebagai wakil ketua.
Hani, salah satu wanita yang terkenal baik di Vaggard, meletakkan secangkir kopi di depan Abe. Wajah yang biasanya memajang senyum itu kini terlihat gusar. Hani sedang berkecamuk dengan pikirannya, semenjak Ryan mengatakan bahwa hanya Abe lah satu-satunya orang dengan alibi tidak jelas diantara mereka.
"Satu hal yang masih belum kumengerti, apa motif dari pembunuhan Klaus?" Louise, pria muda berkulit putih, angkat bicara. Rambut blonde-nya diacak-acak untuk kesekian kali.
"Jabatan?"
"Bisa jadi. Tapi aku tidak yakin dengan hipotesisku, dan aku harap kecurigaanku ini salah." Louise melipat tangan, bersedekap.
"Siapa yang kau curigai? Aku?" tanya Abe tegas.
Di sisi lain Rowena mencegah amarah Abe yang mungkin akan tersulut, "Tenang Abe. Kita diskusikan ini baik-baik."