Prolog

24 3 1
                                    


Tujuh menit, tujuh belas detik. Sesingkat itulah kau memiliki hatiku sepenuhnya. Aku Menunggumu.
______________________________________

11 Tahun yang lalu....




Seorang gadis kecil tengah menggayuh sepedanya dengan tergesa untuk bisa mengejar sang kakak yang berada jauh di depannya.

"Abang! TungguinNaira!" teriak gadis kecil yang bernama lengkap Alnaira Syahla Salsabila Ameer. Dia adalah putri bungsu di keluarganya.

"Hahaha ayo dong. Masa Nai gak bisa ngejar Abang sih." sedangkan anak laki-laki yang di panggil abang tadi adalah Muhammad Kafka Ameer, abang dari Naira.

Umur mereka hanya selisih 3 tahun. Usia Kafka 9 tahun, dan Naira masih berusia 6 tahun. Kafka terus menggayuh sepedanya dengan cepat, tak menghiraukan suara sang adik yang terus meneriakinya. Mereka berdua sedang bermain di area komplek perumahan yang ditempati keluarganya.

"Aduh!" ringis gadis kecil bernama Naira tadi, saat sepeda yang di tumpanginya jatuh, dan membuat dirinya ikut terjatuh bersamaan dengan sepeda. Gadis kecil yang malang!

"Hiks, Umma kaki Naira berdarah hiks," tangis Naira pun pecah, gadis kecil itu memang sangat takut dengan darah. Apalagi melihat kondisi lututnya yang berdarah karena terjatuh tadi, membuat tangisnya semakin kencang.

Tiba-tiba, ada sebuah tangan yang terulur di hadapan Naira. Gadis kecil itu pun mendongak, menatap siapakah pemilik tangan itu, dengan derai air mata yang masih membanjiri pipi chubby nya.

"Ayo, aku bantu," ucap anak laki-laki yang kiranya berumur satu tahun lebih tua dari Naira.

"Ka-kakak siapa?" tanya Naira yang masih sesenggukan, Ia masih enggan membalas uluran tangan dari anak laki-laki di depannya. Ia merasa, bahwa ia tak pernah melihat anak laki-laki ini di komplek perumahannya, wajahnya pun terasa asing.

"Manusia," ujar anak lelaki itu. Sedangkan Naira, gadis kecil itu sudah mengerucutkan bibirnya, tangisnya pun sudah mereda.

"Ayok aku bantuin. Mau sampai kapan kamu disini." lanjut anak lelaki tersebut. Tanpa pikir panjang, Naira pun segera membalas uluran tangan anak lelaki tersebut.

"Nama kakak siapa?" tanya Naira yang kini sudah berdiri, setelah anak lelaki itu membantunya untuk berdiri. Bukannya menjawab, anak lelaki itu justru membawanya ke bangku yang berada tak jauh dari tempatnya terjatuh tadi.

"Ih kak, kakak belum jawab pertanyaan Naira, nama kakak siapa? Terus, kakak tinggal disini juga ya? Eh, tapi Naira kok nggak pernah lihat kakak?" Naira memborong pertanyaan pada anak lelaki itu, dengan tatapan polos yang membuat anak lelaki itu melengkungkan senyum tipis.

"Nama aku Arka. Aku emang gak tinggal disini, aku lagi berkunjung dirumahnya tante." jawab anak lelaki itu. Yang hanya dibalas anggukan lucu dari Naira.

Anak lelaki itu Kemudian berjongkok di depan Naira. Naira yang bingung pun hanya memperhatikan apa yang dilakukan anak lelaki itu. Sedangkan Arka, anak itu sedang memakaikan hansaplast pada lutut Naira yang berdarah tadi. Menutup lukanya agar tak lagi terasa sakit jika digunakan untuk berjalan.

"Udah. Sekarang kaki kamu udah gak sakit lagi kan?" tanya Arka, anak kecil yang masih berjongkok di depan Naira itu kembali mendongak, menatap Naira yang tersenyum disertai anggukan kepala.

"Makasih kak Arka." ucap Naira dengan senyum yang mengembang. Lucu, itulah yang Arka rasakan. Tangannya pun terulur untuk mengacak rambut Naira yang tergerai dengan indah, cantik sekali.

"Iya." jawab Arka singkat. Anak lelaki itu kembali duduk di bangku yang Naira duduki, tepatnya di sebelah Naira.

"Em, kakak mau temenan sama Naira?" tanya gadis kecil itu dengan tatapan memohon.

"Iya." balas Raka sekenanya. Ia memang anak yang cuek, dan tidak terlalu perduli dengan lingkungan. Tapi percayalah, dia adalah anak yang baik, dan suka menolong. Itulah ajaran yang di berikan oleh Bundanya.

"Kakak kok kaku banget bicara sama Naira? Kakak nggak suka ya, sama Naira?" tanya Naira dengan sendu. Ia memang gadis kecil yang cerewet. Karena Itulah Kafka, abangnya selalu bilang suaranya mirip penjual jamu keliling.

"Gak kok. Aku emang gini." balas Raka singkat.

"Kakak kayak baruang kutub ya, dingin banget." ucap Naira polos, yang mengundang tatapan heran dari Arka.

"Beruang kutub?" tanya Arka bingung, sedangkan Naira hanya mengangguk.

"Iya, beruang kutubnya Naira. Em, kalau disingkat jadi Berku. Iya iya, Naira panggil kakak Berku aja ya." dengan begitu antusias, Naira memberikan nama panggilan darinya untuk Arka.

Kedua bola mata lentik miliknya menatap Arka dengan tatapan memohon, agar Arka memberikan persetujuan untuk memanggil dia sebagai Berku. "Iya, boleh." jawaban singkat tanpa senyum itu mampu membuat lengkungan senyum lebar tercetak jelas di bibir mungil Naira.

"ARKA! KAMU DIMANA SAYANG?!" teriakan melengking dari seorang wanita yang kira-kira berumur sama dengan Umma nya Naira itu mengalihkan atensi keduanya.

"Bunda, Arka disini!" teriak anak lelaki tersebut. Ya, dia adalah Bunda dari Arka.

"Ayo pulang sayang, udah sore!" teriaknya lagi.

"Iya Bun, Arka kesana sekarang," jawab Arka lagi, sambil berteriak tentunya. Karena Bundanya sedang berada lumayan jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Sedangkan sang Bunda hanya mengangguk.

"Aku pulang dulu ya, Naira." pamit Arka pada Naira. Sedangkan Naira hanya tersenyum dan mengangguk. "Hati-hati Berkunya Naira, hehehe."

"Hati-hati juga Rara," jawab Arka sambil mengacak gemas kepala Naira, ditambah dengan senyum anak lelaki tersebut yang semakin membuatnya terlihat tampan.

Sedangkan Naira, gadis kecil itu hanya mengangguk dan tersenyum manis. Menatap Arka yang mulai menjauh darinya.

Sebelum benar-benar hilang dari jangkauan matanya. Arka berteriak, "BERKU SUKA SAMA RARA!" Naira yang mendengar itupun kemudian membalas, "RARA JUGA SUKA SAMA BERKU!" Setelah berteriak demikian. Naira melihat Arka yang semakin tak terlihat di jangkauan matanya.

Kepalanya menunduk, guna melihat lututnya yang terdapat hansaplast bergambar spiderman yang beberapa menit lalu Arka pasangkan padanya. "Tujuh menit, tujuh belas detik," gumamnya pelan, setelah melihat arloji yang melingkar indah di pergelangan tangannya.

Setelah mengatakan itu, kaki kecilnya pun mulai melangkah mendekat dimana sepedanya berada, Naira mulai menaiki  sepedanya, dan menggayuhnya dengan santai, untuk menuju ke rumahnya yang hanya berjarak enam rumah dari tempatnya sekarang. Gadis kecil itu tak henti tersenyum, entahlah. Yang pasti, hari ini ia senang bisa bertemu dengan Berku, yang tak lain adalah Arka.









Assalamu'alaikum. Typo tandai ya:")


Berku. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang