"Arvie... Nak, ayo bangun.." ujar lirih Sebastian. Ia sedang mencoba membangunkan putranya. Tangannya terulur untuk mengelus lembut kepala sang anak. Dan itu malah membuat si empu bertambah nyaman dalam lelapnya.Jam menunjukan pukul delapan lebih. Ini hari Senin, tapi Sebastian sengaja tidak membangunkan sang anak untuk sekolah. Ia ingin Arvie bedrest hari ini. Dia adalah ayah idaman bagi anak-anak yang suka absen sekolah.
Sebastian mencoba membangunkan anaknya itu untuk sarapan. Ia sendiri sudah terbangun dari setengah jam yang lalu. Momen selama setengah jam tadi ia manfaatkan untuk mengamati wajah putranya. Dan itu membuatnya tambah merasa bersalah atas sikap egoisnya dulu.
Dilihatnya wajah Arvie yang tidak terusik sama sekali. Dia benar-benar susah dibangunkan. Bahkan dia tak menggeliat sama sekali dari setengah jam lalu. Timbul sedikit rasa parno saat Sebastian melihat putranya yang tidur begitu diam dan sangat tenang.
"Nak, ayo bangun udah siang ini.."
Sebastian dengan bodohnya meletakkan jari telunjuknya di depan hidung anaknya. Dia ingin mengecek apakah Arvie masih bernapas atau tidak. Dan nyatanya, memang masih bernapas.
"Arvie ini udah siang.." Sebastian mengguncang pelan bahu anaknya.
Segala cara ia lakukan, tapi tak ada satupun yang berhasil membangunkan Arvie atau setidaknya mengusik tidur sang empu. Namun sebuah ide terlintas dipikirannya.
Sebastian mendekatkan wajahnya ke telinga Arvie, lalu membisikkan sesuatu.
"Anaknya Om Harris ke sini, Nak. Dia ngambil salah satu koleksi miniatur kamu lohh..." bisik lirih Sebastian. Wajahnya menyeringai, sudah dipastikan kali ini pasti ampuh membangunkan si tukang tidur.
"Hahhh?!"
Arvie langsung auto mode on. Mata yang tadinya tertutup rapat itu sekarang terbuka lebar. Tubuhnya juga sudah dalam posisi duduk. Netranya menelisik setiap sudut ruang, dia baru sadar jika ini bukan kamarnya. Dengan terburu-buru Arvie bangkit berdiri untuk cepat-cepat pergi ke kamarnya. Dia panik, ada manusia setengah setan yang sedang mencuri miniaturnya. Padahal itu hanya akal-akalannya Papahnya saja.
Sebastian sedari tadi hanya diam menonton tingkah sang anak yang sangat menggemaskan baginya. Terlebih wajah bantal dengan mata yang masih merem melek terlihat sekali seperti anak kecil. Saat-saat seperti ini baginya adalah momen emas, jadi dia mengabadikannya tadi dengan kamera ponsel.
"Ehhh, kamu mau kemana sih?"
Tangan Sebastian reflek menopang tubuh anaknya yang terhuyung ke depan itu. Kaki Arvie terlilit selimut saat berdiri tiba-tiba makanya dia sedikit oleng ditambah dirinya yang belum sadar penuh itu. Tingkahnya macam orang linglung.
"Itu.. si setan nyuri miniatur aku Pah, cepet ke sana nanti miniatur aku diambil semua sama dia gimana???" ujar Arvie panik. Sebastian menjadi terkekeh mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Your Father Was a Superstar
Teen FictionIni hanya sebuah kisah antara anak dan ayah. Sang anak yang suka memberontak tidak suka diatur dan seorang ayah yang menjaganya seperti anak kecil. Ditambah dengan gelar sang ayah yang seorang aktor terkenal menambah bumbu manis pahit dikisah mereka...