"Kenapa bisa mereka ada disini hahh?!!" erang frustasi seseorang dengan napas memburu.Tangannya mengusap kasar wajahnya, "DIMANA JENSEN?! DIA SEHARUSNYA ADA DISINI BUKAN DENGAN EDWIN JUGA!!" matanya menatap tajam ke arah para anak buahnya yang tertunduk takut.
"Maaf tuan, Jensen mengirimkan pesan jika mereka sedang terjebak macet." ujar tunduk salah seorang diantara banyaknya orang yang berpakaian hitam formal itu.
"CKK, tidak berguna!" jawab sarkas tuannya.
Dia alias Sebastian terlihat begitu frustasi, kesal, dan juga marah. Dia begitu terkejut dan marah saat melihat pemandangan di depan sana. Lebih tepatnya di halaman kediamannya sendiri.
Kembali ke beberapa saat yang lalu,
"Damar, hubungi Jensen dan Edwin untuk pulang sekarang. Selesai tidak selesai aku ingin mereka berdua harus sudah di kediaman nanti."
"Baik tuan." Damar langsung pergi menghubungi salah satu dari kedua orang tersebut.
Tampak disebuah mobil, duduk seorang pria dewasa dengan raut yang sungkan untuk diartikan baik-baik saja. Dia adalah Sebastian, sedang duduk tenang dibangku belakang. Namun pikirannya tidak menunjukkan dia sedang baik-baik saja seakan ada sesuatu yang sedang menerornya. Padahal, Sebastian sudah menduga bahwa hal seperti ini cepat atau lambat pasti akan terjadi. Tapi entah kenapa dia merasa gugup dan gusar. Ada alasan besar mengapa ia merasakan kegugupan tersebut.
"Tuan, Jensen dan Edwin sudah diperjalanan menuju kediaman." lapor Damar dari luar mobil.
Sebastian mengangguk perlahan menanggapi, "Jalankan mobilnya."
"Baik tuan."
Sebastian dan rombongan anak buahnya bergegas menuju ke kediamannya.
Ketika dia sampai di kompleks perumahan mewah tersebut, beberapa ratus meter dari kediamannya Sebastian melihat begitu banyaknya wartawan dan jurnalis yang sedang terduduk menyebar disekitar rumahnya. Sebastian memerintahkan supirnya untuk mundur beberapa ratus meter kembali. Dia tidak ingin langsung ke rumahnya yang malah nantinya sama saja seperti menyapa para awak media yang haus akan berita.
Inilah yang ia takutkan. Yaitu para awak media yang mungkin akan mulai gencar-gencarnya mengusik kehidupannya dari sekarang. Sebastian takut itu akan mengganggu mental sang anak nantinya.
Kembali ke Sebastian sekarang, dia sedang berjalan mondar-mandir di samping mobilnya. Para anak buahnya hanya diam, mereka hanya akan bersuara saat mendapat perintah dari sang tuan saja.
"Maafkan kami tuan atas keterlambatan kami." ujar seseorang dengan napas sedikit memburu. Sebastian menengok ke sumber suara yang kebetulan berada di belakangnya
"Kalian.." geram rendah Sebastian.
Dua orang tersebut yang baru saja datang menghampiri ternyata Jensen dan Edwin. Mereka tertunduk saat sang tuannya mengeluarkan aura mencekam.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Your Father Was a Superstar
Fiksi RemajaIni hanya sebuah kisah antara anak dan ayah. Sang anak yang suka memberontak tidak suka diatur dan seorang ayah yang menjaganya seperti anak kecil. Ditambah dengan gelar sang ayah yang seorang aktor terkenal menambah bumbu manis pahit dikisah mereka...