XXXV

223 32 5
                                    

Teringat terakhir kali ia merasakan sensasi relaks pijatan di kepalanya. Sewaktu itu, ia dan Sarah sengaja pergi ke salon untuk creambath di hari libur kerja mereka. Sudah cukup lama hingga rasanya sudah banyak stress dan rasa lelah menumpuk di kepala. Sensasi pijatan tangan menyentuh setiap inchi kulit kepala dengan wewangian harum menguar dari cream. Kepalanya ditangani oleh sang ahli, begitu nyaman hingga rasanya ia ingin tertidur. Tapi, suara rusuh dari samping itu tak membiarkannya jatuh tertidur menikmati pijatan demi pijatan ini.

Laura hanya mendesah saja. Memejamkan matanya sambil mengunyah permen asam yang sedari tadi tidak bisa ia hentikan. Mulutnya asam namun semakin membuatnya ketagihan. Sesekali memercingkan matanya karna sensasi lidahnya tersengat permen. Begitu kontras dengan wangi di kepala yang terkesan floral dan manis. Campur aduk, carut marut. Ah, ia juga teringat sebelum mendadak berbelok masuk ke dalam salon ini, ia menghabiskan segelas kopi, chocolate tarte, dan garlic bread ditambah tomato soup. Asam, manis, pahit, dan asin. Inderanya terasa terbuka. Ini semua karna Hanung.

"Mbak, tarte gummy bear ada nggak ya?" tanyanya dari samping, ia mengulum permen chupa chups ke empatnya. Laura bisa mendengar dengan jelas, Hanung lebih tepatnya menggerus permen itu ketimbang lamat-lamat mengulumnya lebih lama, membiarkan permen makin lama mengecil dan melebur karna indera pengecapnya.

"Nggak usah mikir aneh-aneh!" sahut Laura melipat bungkus permen lalu meletakkannya di dalam tasnya. Ia melihat Hanung hanya menatap langit-langit sambil memegangi gagang permen itu. Netranya seperti sedang berpikir, mulutnya tak benar-benar diam karena ia mengoper ke kanan dan ke kiri permen yang ada di dalam. Rambutnya yang juga dibalut cream sambil dipijat, sama persis seperti Laura. Entahlah apa yang ada dipikiran Hanung akhir-akhir. Pagi tadi dia mengeluh sangat pusing dan pikirannya sangat keruh. Selama bekerja di kantor Laura, ia hampir belum rehat sama sekali. Semua tugas langsung terjun bebas ke tangan Hanung. Laura tahu itu. Merasa Hanung agak kekurangan energi karena tidak bisa sebebas biasanya. Padahal Laura selalu mengijinkan siapa saja untuk bekerja remote. Memang Hanung yang tidak mau. Banyak alasannya, pokok tidak mau absen datang. Hari ini random, siangnya mengajak pergi mencari manis-manis lalu belok mau creambath. "Beneran mikir?"

"Mau bikin nggak, mbak?"

"Ih, gimana?"

"Crustnya dibikin yang simple gitu. Sekarang lagi banyak cara bikin tarte no bake pakek biskuit tuh." Kepalanya mengangguk, "Nah, fillingnya pakai gummy bear yang dicairin terus dicampurin cream cheese abis itu toppingnya... um, ditaburin pakai popping candy." Ia mendesah ketika mengakhiri kalimatnya.

"Nung, kamu stress, ya?"

"IYAA!" pekiknya sambil memejamkan mata. "Mana deadline tiba-tiba dimajuin semua. Apa-apaan itu mas Tiar! Padahal ketemu klien masih selang sehari atau dua harinya. Saya mau ngebantah kalo nggak di depan langsung mana puas! Itu orang baliknya kapan, sih?!"

"Saya nggak pernah ngelarang kamu buat makan manis-manis, Nung. Kalo stress, kerja sambil makan permen aja." Laura tertawa geli melihat kelakuan Hanung, "Apa jangan-jangan Dewa absen ngasih kamu macaron akhir-akhir ini?" Hanung berdecak kesal mendengarnya.

"Bukan, saya cuma takut aja jadi nggak terkontrol pas lagi sugar rush." Sontak membuat Laura menoleh. Hanung dengan menggerakkan kaki kirinya yang bertumpu di dengkul kanan. Tangan yang menggeser gagang permen ke kanan kiri makin cepat, sesekali berdecak dan kalimatnya sedari tadi banyak menggerutu. Ah, lagi sugar rush, batin Laura.

"Kalo kamu kayak begini malah makin rusuh. Udah, besok saya stok permen di pantry dapur kantor, ya?" tawar Laura. "Awas kalo nggak kamu habisin!" yang diajak bicara malah memasang bibir melengkung kebawah dengan mata melas. "Jangan sampai stress, saya belum siap ditinggal pergi sama kamu."

NEPENTHE [✓] - REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang