XLV

233 24 7
                                    

Part 1 : Because I Love You and I'm Happy for Us

Senja sudah sepenuhnya menghilang dari langit. Hanya ada warna biru malam dengan bintang-bintang menghiasi malam. Bulan sabit dan awan abu-abu yang tidak pernah luput dari penglihatan siapapun yang sedang menatap langit. Bahkan Hanung dan Laura.

Siang tadi, Laura mengeluh hingga merengek ke Hanung agar diijinkan ikut take video di luar kantor. Laura beralasan bahwa tidak ada yang perlu dilakukan lagi di kantor. Awalnya Hanung ragu dengan keputusannya sendiri mengijinkan Laura ikut pergi bersamanya dan tim lainnya. Padahal, staff yang lain juga senang kalau Laura bisa ikut hadir.

"Tuh, siapa bilang aku ngerepotin?" kata Laura ikut membantu Hanung membereskan kameranya. Take video bersama talent juga sudah usai. Klien sudah pergi beberapa menit sebelum pengambilan video usai. Jadi, mereka masih bisa beristirahat. "Eh, Nung, gimana caranya kamu bisa kenal sama Alea?" Salah seorang model hari ini.

Hanung menggeleng pelan. "Nggak kenal sih, sekedar tau aja. Kayaknya pernah deh dia jadi model di projeknya temen." Pasalnya tadi Alea terlihat akrab dengan Hanung.

"Centil gitu tadi anaknya. Suka liatin kamu." Colek Laura ke Hanung.

Hanung menyisir rambutnya ke belakang, mengibas-ngibas sedikit tangannya. "Insecure kali, kalah centil sama aku."

"Orang mana tau. Kamu centil di depan aku doang." Hanung meringis malu. Yang tahu feminimnya Hanung itu cukup Laura aja, yang lain nggak perlu tahu. "Habis ini mau makan dulu atau langsung pulang?"

"Makan dulu aja bareng sama yang lain deh, biar pas pulang langsung tidur." Jawab Hanung lalu menghampiri gerombolan yang lain. Mereka lagi-lagi berdebat soal menu makanan sampai akhirnya Andi mengajak mereka untuk makan di salah satu warung sate dan gulai dekat lokasi mereka.

Setelah makan, Hanung mengantar Laura pulang ke apartemen. Hari ini lagi-lagi Laura malas membawa mobil dengan alasan lelah menyetir. Tadi pagi, dia iseng berangkat ke kantor naik ojek online. Laura, tiba-tiba begini, tiba-tiba begitu. Hanung hanya menepuk dahinya ketika dia memergoki Laura turun dari ojek tadi. Sedikit menggerutu meminta jawaban mengapa tidak minta dijemput saja. Laura hanya menjawab. "Lagi kepingin dibonceng pakai motor." Iya, kangen dibonceng motor, terakhir naik motor siapa lagi kalau bukan dengan Sadewa Putera.

Di sepanjang jalan, Laura dan Hanung tidak berhenti bernyanyi mengikuti lagu yang terputar di playlist Hanung. Lagu-lagunya tidak jauh-jauh dari genre alternative pop-rock. Sangat cocok dengan pembawaan Hanung, cool guy outside, sweet guy inside. Orang mungkin akan jingkrak-jingkrak mendengar musiknya, tapi liriknya kadang terlalu menohok dan sedih.

Band favoritenya Hanung itu Panic at The Disco, The Script, Twentyonepilot, One Ok Rock, Coldplay, dan beberapa band lagi yang sempat Laura lihat dari ponsel Hanung saat memilih lagu. Kemudian Laura menemukan lagu berjudul Arms Open milik The Script. Hanung lantas menegakkan duduknya.

"Eh, kenapa?" tanya Laura ikutan terkejut akibat pergerakan mendadak Hanung.

"Buat aku lagu ini ngingetin sama kamu banget. Yang waktu itu pas di Bali sama sewaktu kita ketemu di restoran papa." Hanung terkekeh. Bersenandung pada lirik-lirik awal lagu tersebut.

I can't unfeel your pain
I can't undo what's done
I can't send back the rain
But if I could I would
My love, my arms are open

Hanung melirik ke arah Laura yang dengan seksama mendengarkan alunan nada lagu itu. Mengangguk-angguk menikmati lagu yang begitu cocok diputar saat ini. Laura jadi bingung, bagian mana yang mengingatkan Hanung padanya? Ini kan lagu untuk orang yang menerima orang yang terjatuh. Apakah dia sejatuh itu dulu hingga sekarang sampai-sampai Hanung selalu ada untuk menolongnya?

NEPENTHE [✓] - REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang