XXIX

218 37 11
                                    

Sebelum meluncur ke kantor, Laura mampir menjemput Hanung yang rumahnya di Lebak Bulus terlebih dulu. Semalam, Andi bilang kalau sehabis mereview portofolio milik Hanung, staff Creative lainnya setuju untuk berbicara lebih jauh dengannya. Firasat Laura mengatakan kalau hari ini mungkin saja mereka semua akan terkena semprot Tiar bahkan dirinya sendiri karena sudah melampaui jobdescnya. Namun, Laura juga tidak bisa membiarkan staff harus kerja rodi bahkan menemukan klien yang tidak puas dengan hasil kerja mereka. Laura sudah siap kalau harus kembali berdebat dengan Tiar. Apalagi yang Laura bawa sekarang adalah Hanung, pria yang mengatainya 'sinting' waktu itu.

Tin...

Hanung mendongakkan kepalanya saat mendengar suara klakson mobil di luar, "Ma... aku berangkat dulu ya?"

Alda dari belakang Hanung berlarian kecil sambil membawa segelas susu coklat, "Eh ini susunya dihabiskan dulu!"

"Ma, c'mon. Kan kata mbak Hana kalo pagi nggak boleh minum manis-manis!" debat Hanung lalu berbalik.

"Biar semangat kerja di kantornya!" Alda tidak mau kalah menahan Hanung.

"Ma, harusnya bikin kopi bukan susu. Aku kan udah 26!" tukas Hanung.

Alda memutar bola matanya, "Buat mama kamu selamanya tetap 5 tahun. Cepet minum dihabiskan!"

"Ma, diliatin mbak Laura!" Kata Hanung panik saat tersadar Laura turun dari mobil dan berjalan ke depan pagar. Melihat anak dan ibu yang sedang asyik berdebat.

"Lho, kok kamu nggak bilang kalo yang jemput cewek, Nung?" kata Alda sambil memukul lengan anaknya agak keras hingga Hanung mengaduh. Hanung menggaruk pelipisnya, lagipula apa pentingnya yang menjemput adalah teman laki-laki atau perempuan?

"Ya buat apa juga kasih tau ma, maaf ya ma kali ini aku nggak mau minum susu. Bye ma...!" Alda cemberut saat mendengar Hanung kemudian melihat anaknya berbalik meninggalkannya dengan segelas susu di tangan. Lalu senyumnya mengembang saat Laura menyapanya dengan senyuman di luar pagar rumah mereka. Dilihatnya tingkah Hanung masih belum berubah bahkan saat menyapa Laura. Anaknya yang lebih banyak terkekeh sedangkan Laura hanya tersenyum melihat Hanung yang bersemangat pagi ini. Dan detik berikutnya mereka masuk ke mobil dan pergi menuju tujuan mereka.

Saat di dalam mobil, Laura tiba-tiba membuka pembicaraan. "Eh Nung tebak deh semalem saya ketemu siapa?" Hanung di kursi penumpang sudah agak cemas dan takut jika Dewa mengadu nomornya diblock oleh Hanung.

"Emang siapa mbak?" benak Hanung geli mendengar ucapannya sendiri.

"Dewa, aneh banget, kan? Saya bisa ketemu dia lagi, Nung. Dan beneran nggak sengaja. Dunia sesempit itu ternyata. Saya nggak ngira kalau bisa ketemu Dewa lebih cepet." Oceh Laura sambil geleng-geleng masih tidak percaya.

Hanung melirik sambil tersenyum, ikut senang melihat Laura ternyata merasa sangat lega setelah pertemuannya dengan Dewa, "Lega banget ya, mbak? Berarti tugas yang lebih mudah udah diselesaiin dong?"

"Hah?" Laura agak kurang paham dengan ucapan Hanung. "Oh, soal itu... iya lumayan. Saya sekarang udah merasa agak lega bisa ngomong sama dia semalem. Rasanya saya sekarang udah nggak punya hutang lagi." Lanjutnya sambil terkekeh. "Oh iya, nanti siang saya ajak kamu ketemu sama dia, ya? Kalian harus kenalan pokoknya. Make sure nggak saling salah paham dan sekalian makan siang bareng. Nggak apa-apa kan, Nung?"

Hanung sedikit terlonjak dengan ajakan itu. "Oke mbak." Jawabnya. Untung Laura sedang fokus menyetir sehingga ia tidak tahu betapa kaget dan paniknya Hanung sekarang. Buru-buru dia membuka ponsel dan mencari kontak Dewa benda kotak hitam itu. Membuka ruang obrolan mereka tapi ternyata Dewa terlebih dulu mengirimnya pesan. Pesan untuk pura-pura tidak saling mengenal siang ini. Hanung menyetujuinya karena ia juga ingin mengajak Dewa untuk berkomplot.


NEPENTHE [✓] - REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang