"Kepal tangan ini kecil, tapi sanggup menggenggam dunia."
***
Dubai, Uni Emirate Arab 2050
Gadis itu masih berdiri di depan cermin. Memasang anting kecil berbatu mulia hasil tangan dingin seorang desainer perhiasan ternama dunia. Entahlah, mungkin karena bentuknya yang cantik, atau memang karena sang pemilik kuping sudah cantik dari sananya. Anting-anting itu terasa sangat pas ada di sana. Seolah menambah plus dari nilainya.
" Ms. Ra, rundown-nya tinggal 15 menit lagi."
Dari arah pintu, seorang crew dengan kemeja biru tua datang menghampiri, mengapit pena dan panel di kedua tangannya. Sang gadis yang baru saja dipanggil Ra hanya mengangguk seraya membetulkan posisi blazer yang dikenakannya. Walaupun tidak terlalu suka dengan pakaian formal. Di konferensi seperti ini hal itu jadi pengecualian.
Dia selalu ingin menampilkan yang terbaik, atas apapun itu.
Menarik napas kasar; dia mencoba menenangkan diri dan mulai memasuki ruang konferensi.
Dan di sinilah gadis itu sekarang, mengangguk hormat pada sekitar 400 undangan dari berbagai institusi ternama dunia.Ahli Fisika dan Kimia Modern, serta sejumlah perwakilan dari berbagai negara besar.
Sekalipun ini sudah sering dia lakukan, tetap saja sensasi bergetar itu selalu menghampirinya. Rafisha memejamkan mata, menenangkan degup jantung yang semula tidak beraturan.
Come on! You can got it!
Riuh tepuk tangan bergemuruh yang memberikan sensasi aneh itu meredam. Moderator yang cakap dan pintar begitu pandai mengendalikan suasana. Setelah dipersilahkan, Rafisha -nama gadis itu- akhirnya mulai bicara.
"Suatu kehormatan bisa kembali berdiri di sini bersama anda semua. Terakhir adalah satu tahun lalu, saat salah satu artikel saya tentang 'Sel dan Kapasitas Otak Manusia' berhasil menggiring anda semua. Well, hari ini saya tidak akan membahas itu. Apalagi tadi moderator saya yang sangat cakap dan cerewet ini sudah amat detil menjelaskannya."
Untuk sejenak ruangan riuh oleh tawa.
"Hari ini seperti tajuk yang ada pada undangan anda semua, saya akan menjelaskan mengenai proyek besar yang saya dan rekan Laboratorium kerjakan selama hampir 10 tahun lamanya ini; Portal Ruang Waktu."
Punggung-punggung audience mulai tegak. Tangan mereka sigap meraih pena dan notebook, sudah siap mendengarkan dan mencatat. Selama tiga bulan sejak undangan diterima, ini adalah waktu yang mereka tunggu. Jadi tidak boleh sampai ada kalimat penting yang sampai lalai dicatat dan terselip dalam ingatan.
Sebuah proyek ambisius dari ilmuan yang sama ambisiusnya.
Ah ya, di tahun 2050 yang zaman-nya sudah serba canggih, konferensi dengan cara konfensional seperti ini memang sedikit kuno. Para peserta masih diwajibkan menggunakan pena dan kertas juga harus datang langsung untuk menghadiri acara. Padahal gedung tempat konferensi ini diadakan adalah pusat dari teknologi dunia. Burj Khalifa, di Negeri Para Raja.
Sayangnya mereka tidak bisa bertanya tentang alasannya, yang mereka tahu memang sang Fisikawan genius adalah orang yang eksentrik dan sulit diprediksi.
Dari tengah podium, Rafisha terlihat kembali membuka mulut, bersiap melanjutkan penjelasannya. Tampak tenang dan terkendali.
"Pernahkah anda semua berpikir untuk melihat masa depan dan menjamah masalalu? Well yeah, mungkin sebagian besar orang termasuk anda semua berpikir itu adalah hal yang mustahil dan tidak masuk akal. Tapi ... benarkah demikian? Benarkah kita sebagai manusia hanya bisa menjalani kehidupan yang berlangsung saja? Menunggu takdir Tuhan membawa kita pergi seperti air mengalir?"
KAMU SEDANG MEMBACA
REDEMPTION (#2 RANJAU)
Science FictionWARNING! 18+ Setelah berhasil menyalakan api peperangan besar di Pesanggrahan Bubat, Rakilla Huan Mei, Manusia yang dikirim ke masalalu akhirnya memutuskan untuk kembali ke masa depan dan menghapus semua ingatan orang-orang pada zaman itu di ujung h...