"Bahkan kematian rasanya tidak seburuk ini."
***
Dubai sekali lagi gaduh. Ah ya, ini bukan lagi hanya sekadar kegaduhan. Belasan helikopter dari angkatan udara terlihat terbang rendah, mengepung Burj Khalifah dari segara penjuru. Pun begitu dengan kondisi di bawah sana. Ratusan batalion polisi dan tentara membentuk pagar betis dengan tameng anti peluru dan tubuh terbungkus pelindu khusus.
Setiap orang berdiam diri di dalam rumah dengan tubuh bergetar. Sudah 24 jam sejak pengumuman darurat itu disiarkan oleh saluran televisi nasional. Pangeran Arab sendiri yang mengumumkan ikhwal keadaan darurat yang memaksa semua warga tetap berada di rumah dan bersiaga.
"Darurat serangan militer." Itu alasan yang di sampaikan.
Tentu saja dusta. Karena pada kenyataannya, lawan yang saat ini mereka hadapi bukanlah sekompi militer dengan rudal dan nuklir yang siap luncur. Bukan pula sekelompok teroris dengan kemampuan mumpuni yang 20 tahun lalu meledakan Ethiad serta BigBang di London sana.
Dia hanya seorang gadis yang baru saja bangun dari tidur panjang.
Benar ... hanya seorang gadis.
"Ini sangat berlebihan! Aku bahkan bisa menangkapnya dengan mata tertutup dan satu tangan dibalik punggung." Seorang pria dengan seragam militer dan tameng peluru mulai berbicara. Sedikit pegal karena sudah sejak dua jam mengganti shift dengan kawannya yang lain. Posisi dirinya saat ini ada di barat daya Burj Khalifah.
"Kau benar, memangnya apa yang bisa dilakukan seorang gadis sampai harus dikepung oleh segini banyak orang? Aku bahkan sampai melewatkan kencan pertamaku dengan Wakhidah." Pria lain menimpali, menggosok-gosok telapak tangan yang mulai terasa dingin. Udara tanah arab sekarang tidaklah segersang dulu, kau akan lebih sering mendapati suhu minus dan basahnya air hujan dibanding debu yang beterbangan.
Sebegitu berubahnya kondisi alam dunia saat ini.
"Kalian benar ... seorang gadis yang baru bangun dari tidur panjang selama 4 bulan setelah menjelajah waktu dan mendapat pengembangan kapasitas otak tidak akan bisa melakukan apa-apa."
Deg!
Kedua pria dengan wajah khas timur tengah menolehkan kepala. Seseorang yang mereka yakini mengeluarkan suara sopran tiba-tiba mendesah pelan, membuka helm pelindungnya.
Sosok perempuan dengan surai legam tampak mendongakan kepala ke atas menara. Menatap dengan wajah lelah campur bosan.
Untuk sejenak kedua pemuda yang kebetulan sama-sama masih lajang itu tertegun. Menikmati pemandangan indah dari pahatan sempurna Sang Pencipta di sebelah mereka. Mata bambi, hidung mancung, alis melenkung seperti sabit, bulu mata lentik lagi panjang, serta jangan lupakan bibir plum penuh dengan warna seranum chery.
Tunggu sebentar ....
Sejak kapan divisi angkatan darat yang mengepung Burj Khalifah punya anggota perempuan?
Bukankah para perempuan ditugaskan untuk pengamanan warga lokal?
Jadi gadis itu ....
Dia siapa?
Seperti bisa menebak apa yang dipikirkan pria di sebelahnya, sigadis dengan bibir kissable itu tersenyum, "aku Rakilla, orang yang sedang kalian kepung di atas menara." Ucapnya ringan, menepuk bahu pemuda itu dengan ringan sebelum kemudian pergi dari sana, menembus kerumunan ke arah yang berlawanan.
Si pemuda masih mematung, bahkan saat gadis itu melambai-lambaikan tangannya dengan gerakan bokong yang seirama. Tubuhnya membeku, bibir-pun mendadak kelu. Seperti baru saja terkena sirep atau ilmu sihir lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
REDEMPTION (#2 RANJAU)
Ficção CientíficaWARNING! 18+ Setelah berhasil menyalakan api peperangan besar di Pesanggrahan Bubat, Rakilla Huan Mei, Manusia yang dikirim ke masalalu akhirnya memutuskan untuk kembali ke masa depan dan menghapus semua ingatan orang-orang pada zaman itu di ujung h...