12. because i'm with you, i can understand your feelings now

1.4K 195 7
                                    

Ketika penghidunya merespon bau obat yang menyengat, Jeno terbangun dengan kepala berat dan pandangan kabur. Ia mengedipkan mata beberapa kali, mencoba memperjelas penglihatannya ketika sadar ia kini tengah berada di rumah sakit.

Ia menengok kanan-kiri dan tak menemukan siapapun di samping ranjangnya. Ia melirik ponselnya yang ada di atas nakas, menampilkan tanggal satu hari setelah ia pergi menjemput Jaemin ke tempat kerjanya.

Ia menarik napas dengan susah payah karena hidungnya terasa mampet bukan main dan tubuhnya menggigil karena demam.

Saat Jeno sedang mencoba menerka-nerka keadaannya, pintu kamar terbuka pelan. Dari lirikan mata, Jeno menangkap sosok manusia kesayangannya tengah berjalan mendekat sambil menenteng tas berisi entah apa. Ia langsung berlari mendekati ranjang begitu melihat Jeno telah siuman.

"Jeno? Gimana?"

"Pusing," Jeno menjawab singkat, namun bibir pucatnya melengkung tipis melihat Jaemin tengah menatapnya dengan wajah khawatir.

"Oh, astaga, akhirnya," Jaemin tampak menghela napas dalam sembari mengusap wajahnya lelah. Bawah matanya menghitam namun kelegaan nampak begitu jelas di matanya.

"Kamu disini semalaman, Na?" Jeno bertanya dengan susah payah karena tenggorokkannya terasa kering. Jaemin yang peka pun langsung menuangkan air untuknya dan membantunya minum.

"Iya. Mas Minsung yang bawa kamu kesini. Aku nyoba kabarin orang tuamu tapi aku gak tau password hapemu dan kontak mereka gak ada di emergency call. Ayah atau Mama kamu juga gak telpon dari semalam."

Jeno cuma mengangguk singkat mendengarkan penuturan Jaemin barusan. Semalam Jeno izinnya ke rumah Mark untuk main dan menginap, padahal sebenarnya dia mau ketemu sama Jaemin dan membicarakan semuanya. Tapi dia malah sok pahlawan dengan nerjang hujan buat nunggu Jaemin pulang kerja, alhasil dia jadi sakit dan malah makin ngerepotin Jaemin begini.

"Aku ngerepotin kamu ya, Na?"

"Urrghh, Jeno, coba aja kamu tau seberapa paniknya aku waktu kamu tiba-tiba pingsan di depanku kemarin malam."

Jeno mendengus, tertawa lemah melihat manisnya itu tengah memprotesnya dengan raut wajah menggemaskannya yang biasa Jeno terima waktu Jaemin sedang kesal. Pemuda Na itu cuma bisa menghela napas dan balas tersenyum tipis pada Jeno. Tangannya terulur mengusap rambut Jeno dengan sayang.

"Makan ya? Biar bisa minum obat."

"Suapin tapi?"

"Astaga, manja banget?"

"Harusnya kamu can relate lah, Na. 'Kan ngurus aku sakit gak cuma sekali."

"Betul, sih. Kamu sehat aja manja, gimana sakit, ya 'kan?"

"Hehe... tuh tau."

Jeno meringis kecil waktu Jaemin menyentil dahinya pelan. Pemuda itu lalu bangkit dari kursinya untuk mengambil jatah makan sore Jeno yang kebetulan baru diantar beberapa menit sebelum Jeno sadar.

"Kalo duduk pusing gak?" Tanya Jaemin sembari menaruh nampan berisi makanan di atas nakas.

"Pusing."

Jaemin lalu menaikkan sedikit sandaran kasur Jeno dan membantunya makan, menyuapinya dengan telaten hingga suapan terakhir habis ditelan si sakit. Setelah minum obat, Jaemin memasangkan plester penurun demam di dahi Jeno yang dibelinya di apotek rumah sakit.

"Kata dokter kamu demam, suhu tubuhmu hampir tiga puluh sembilan semalam. Terus kamu kekurangan cairan, perutmu kosong dan asam lambungmu naik. Aku selalu bilang ke kamu untuk jangan lupa makan 'kan, Jen? Liat nih akibatnya, kamu jadi sakit begini."

✔️Eighteen - [nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang