Written by : dearfirefly
'Jika menjadi nyata berarti tak lagi menemukanmu, maka biarkan aku selamanya tetap samar'
"Ann, bangun, sayang. Kami semua menunggumu."
"Aku di sini, Ann. Bangunlah.... Aku tidak mengizinkanmu pergi ke manapun tanpa aku."
"Pergi, Ann. Pergi yang jauh. Mario tidak pernah mencintaimu, biarkan kami bahagia."
"Aku hamil Ann, anak Mario."
***
Satu hal yang kuingat ketika bangun hari itu adalah, ruangan serba putih, dengan aroma antiseptik menyapa indra penciumanku. Rasa panas dan perih menyerang perut bagian bawahku ketika aku mencoba mengangkat tubuh.
Aku menatap satu persatu objek di sekelilingku. Dokter tambun yang melebarkan sedikit kelopak mataku dengan telunjuk dan ibu jarinya, kemudian wajah-wajah penuh binar dan beberapa yang terisak agak berlebihan. Alih-alih bersedih, justru mereka tampak kentara sedang berpura-pura.
Aku melihat semuanya, lalu mencoba menyentuh tepian tempat tidur.
Bisa!
Aku menyentuhnya lagi, tanganku tidak menembus. Tidak seperti kemarin, dimana aku melihat diriku sendiri terbaring tidak berdaya di atas brankar ini selama berbulan-bulan. Aku mencoba menyentuh semuanya dan berbicara, tapi tidak ada respons apapun dari mereka.
Aku seperti tembus pandang.
Sekarang tidak lagi. Mereka melihatku, sementara aku yang mengerjap kebingungan menatapi satu persatu wajah di sana. Seorang wanita paruh baya dengan wajah sembab memelukku dengan erat hingga membuatku meringis karena ia menekan luka di perutku. Wanita itu sedikit terkejut, lalu melepaskanku.
"Anak nakal! Kapan kau akan berhenti membuat ibumu ini khawatir?"
"I-ibu?" Aku berusaha mengeluarkan suara di tengah keringnya kerongkonganku. Dengan paksa, aku mengeluarkan kalimat pertama hanya untuk melihat wanita yang mengaku sebagai ibuku itu terisak kencang.
Aku tidak mengerti tengah berada dalam situasi apa saat ini. Maksudku, aku tidak mengenali satu pun dari mereka.
"Ann, kau oke? Ada yang sakit?" Aku menoleh ke asal suara, menemukan seorang pria agak jangkung dengan wajah mirip sepertiku. Ia merangkul wanita dengan perut besar di sampingnya.
Apa Ann itu namaku?
"Kamu, siapa?"
Pria itu mengernyitkan dahi.
"Apa maksudmu? Aku Ralf, kakakmu. Kau tidak ingat aku?" Suaranya melirih ketika menanyakan kalimat terakhir.
Aku menggeleng, lalu mendengar kesiap terkejut darinya. Hal itu membuatku mencoba mengingat, tapi kepalaku jadi berdenyut karenanya. Rasanya sakit sekali.
"Biar aku panggil dokter dulu." Aku mengabaikan suara-suara di sekelilingku yang beberapa di antaranya menanyakan keadaanku. Sungguh, pertanyaan itu terdengar konyol. Aku sudah ingin membenturkan kepalaku ke tembok dan mereka masih menanyakan apa aku baik-baik saja.
"It's OK Ann, istirahat saja dulu," ujar perempuan hamil yang baru saja mengusap puncak kepalaku.
Aku memejamkan mataku yang terasa begitu berat, lalu membukanya lagi. Begitu terus berulang-ulang.
Entahlah, aku hanya merasa kosong. Seperti ada sesuatu yang kurang di sini. Aku terus menatap pintu seolah benda itu adalah yang paling berharga di dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
BK1 - Samar
Romance"Ada apa Ann? Kau mencari Mario? Dia sebentar lagi akan sampai. Si bodoh itu seperti akan gila kalau kau tidak juga bangun." Untuk suatu alasan, kepalaku menolak nama itu. Seolah bukan dia yang aku tunggu. "Siapa kau? Siapa kalian?" Aku tidak tahan...