Bab 5

68 14 2
                                    

Written by: Melisynaa (wattpad) melisynaa_ (instagram) 


Menyakitkan, mencintai seseorang yang hanya bisa kuingat dengan samar

***

Aku tak paham mengapa pria yang dulu mengaku bernama Bram itu menarikku ke dalam rumah tiba-tiba. Baru sedetik aku menangkap postur tubuhnya, Bram membuatku terkejut sebab kini ia menutup pintu rumah seakan tak memberi celah.

Tatapan Bram terasa lembut, tapi tidak familiar. Hanya paras miliknya yang dengan samar membuka kembali pikiranku, seakan wajahnya adalah wajah milik orang paling berharga di masa laluku. Namun bukan dia, ada yang berbeda dari tatapan itu.

"Ann," panggil Bram.

"Ya, Bram?" tanyaku membalasnya.

Bram menghela napas berat. "Ada hal yang perlu aku luruskan," ucap pria itu. Hatiku mencelos, aku berharap pria itu menjelaskan semuanya, semua tentang masa lalu yang kurasa disimpan rapat-rapat oleh Mario.

"Tempo hari, saat aku bilang kita pernah saling mencintai ... aku berbohong soal itu."

Tidak, aku tidak terkejut sama sekali. Rasanya lega mendengar itu. Maksudnya, wanita mana yang mencintai sepupunya sendiri? Bukankah itu terdengar aneh? Meskipun pada dasarnya, cinta itu buta, tapi aku yakin aku cukup pintar untuk tak mencintai sepupuku sendiri.

"Hanya itu?" Aku bertanya lagi. Bukan itu yang ingin kudengar dari mulut Bram.

Bram mengangguk. "Maaf kalau aku membuat semua ini jadi semakin rumit. Aku hanya ingin kamu mengingat seseorang, seseorang yang mirip denganku," papar Bram.

"Aku tak mengerti. Bisa kamu menceritakan semuanya? Semua hal yang kamu tahu tentang aku," ucapku memohon, sebab Bram membuatku semakin penasaran. Perasaan ini sungguh mengganjal, membuat kepalaku nyeri karena berpikir terlalu keras.

Mario memang mengatakan bahwa aku istrinya, tapi entah mengapa hatiku masih terasa kosong. Jujur saja, potongan puzzle ini terlalu sulit untuk kususun sendirian.

"Suatu hari, seseorang akan menjelaskan semuanya, tapi bukan aku." Lagi-lagi balasan Bram tak sesuai ekspektasiku.

"Siapa?" tanyaku untuk kesekian kali.

"Seseorang yang akan menyelamatkanmu dari perangkap predator."

"Lekas membaik, aku pamit." Hanya itu yang diucapkan Bram sebelum ia benar-benar pergi dari sini. Bukannya membantu, pria itu memberiku lebih banyak teka-teki. Bisakah seseorang menjelaskan semuanya padaku? Perasaan ini sangat mengganggu.

***

Siang ini, aku duduk di bangku belakang rumah seraya menatap Shima. Anak itu tengah bermain dengan kucing kesayangannya. Melihat Shima membuatku merasa lebih tenang di tengah meski berada di tengah-tengah pertanyaan yang kian menggelembung di kepalaku.

"Ma, ayo main." Shima menghampiriku seraya menggendong kucingnya.

Aku membalasnya dengan senyuman lalu berkata, "Nanti mama menyusul."

Ya, kalian tahu ini hanya kata penenang, seperti yang diucapkan oleh kebanyakan orang. Seperti Mario yang bilang aku akan baik-baik saja. Kenyataannya, manusia mana yang merasa baik-baik saja setelah ingatannya menghilang begitu saja?

Shima mengangguk dan tersenyum, menampakkan deretan gigi dengan gigi kelinci di bagian depannya. Gadis kecil itu lantas berbalik dan kembali ke tempat semula ia bermain. Sebenarnya, aku tak begitu mengingat Shima. Namun, perasaan ini membuatku yakin bahwa Shima adalah anakku. Perasaan selayaknya ibu pada anak.

BK1 - SamarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang