Bab 4

90 17 6
                                    

Written by: 05cahaya_biru (wattpad), uswatun5111 (instagram)

Aku terbangun pukul 10 malam. Mendapati Mario tidak ada di kamar, sepertinya dia belum pulang dari kantor. Merasa sedikit haus, aku mengambil air minum yang berada di sebelahku. Saat aku bersiap untuk kembali tidur, tiba-tiba terdengar suara mobil yang masuk di halaman rumah.

Mungkin itu Mario, pikirku.

Beberapa menit setelahnya, Mario memasuki kamar dengan wajah lelahnya. "Eh? Kamu belum tidur, Ann?" tanyanya dengan nada terkejut melihatku.

"Aku terbangun," jawabku.

"Karena suara mobilku, ya?" Mario berjalan mendekatiku. "Maaf, Ann. Kau bisa melanjutkan kembali tidurmu," ucapnya sambil senyum, lalu mengusap lembut kepalaku.

"Ada apa?" entah kenapa ketika melihat wajah Mario yang lelah, kata-kata ini spontan keluar dari mulutku saat aku juga tiba-tiba teringat dengan isi surat yang kudapatkan di rumah sakit waktu itu.

Mario menurunkan tangannya dari kepalaku, lalu dengan senyum dia menjawab, "Tidak ada, Ann. Aku baik-baik saja."

Meskipun aku tidak merasakan perasaan apa-apa saat berada di dekat Mario, tapi aku tidak suka melihatnya seperti menyimpan masalah yang sangat banyak. Selain itu ... bukankah aku ini istrinya? Aku berhak, kan, bertanya tentang apa yang membuatnya terlihat sangat lelah?

"Apa aku benar istrimu, Mario?" tanyaku yang seketika membuat Mario terkejut.

"Apa maksudmu, Ann?" ucap Mario tidak percaya. "Kau meragukanku? Dan ... apa kau juga bahkan tidak mempercayai kalau Shima adalah putrimu?"

"Kalau begitu, katakan. Kenapa wajahmu terlihat sangat kusut?"

Terdengar helaan napas panjang dari Mario. Sebelum kemudian dia duduk di sebelahku.

"Boleh aku memelukmu, Ann?" Mario menatapku lekat.

"Sebelum kau melakukannya, aku akan mengatakan bahwa aku melakukan ini hanya karena status kita. Dan tolong, jangan menyentuhku sampai aku benar-benar sudah mendapatkan kembali ingatanku."

Mario diam beberapa saat, kemudian dia mengangguk dan tersenyum. "Sebelum membahas masalah kantor, aku ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting dulu padamu, Ann."

Aku mengangkat sebelah alisku, penasaran.

"Kau tahu, Ann? Aku sangat mencintaimu. Benar-benar mencintaimu." Mario menatapku lekat, dengan senyum di bibirnya. "Apapun yang terjadi ke depannya setelah kau mendapatkan kembali ingatanmu, kumohon padamu untuk tetap percaya, kalau aku benar-benar mencintaimu."

Aku menatap wajah Mario, berusaha mencari tahu apa maksud dan tujuannya mengatakan hal seperti itu padaku.

"Oh, ya, sebenarnya tadi saat di kantor, ada banyak sekali masalah yang datang karena ulah dari sekretarisku." Mario mengubah topik pembicaraan.

"Masalah apa?" tanyaku, berusaha untuk tidak mempedulikan pernyataannya barusan.

"Aku tidak cukup tenaga untuk menjelaskannya, Ann. Masalahnya terlalu banyak dan rumit."

Aku mengembuskan napas panjang lalu mengangguk, mencoba untuk mengerti. "Kalau begitu, kau pergilah mandi agar tubuhmu kembali segar. Setelah itu pergi tidur."

Mario tersenyum menanggapi ucapanku, lalu setelahnya pergi mengambil handuk dan pakaian ganti di lemari, dan masuk ke kamar mandi.

Sepeninggalnya Mario, aku jadi berpikir tentang diriku yang tidak merasakan perasaan bahagia saat berada di dekatnya. Rasanya hampa. Sangat berbeda dengan laki-laki berhoodie yang kutemui di pemakaman tadi. Rasanya benar-benar berbeda. Saat berada di dekat laki-laki berhoodie, perasaanku menjadi hangat, nyaman, tapi juga ... sesak. Aku tidak tahu. Aku merasa bahwa laki-laki berhoodie itu adalah seseorang yang sangat berharga bagiku, tetapi terlupakan oleh ingatanku. Sebenarnya ... siapa dia?

***

Siang itu, sebuah percakapan singkat terjadi di antara Bram dan Bisma. 

Bram
+62 822 1254 0987

Gue mau buat pengakuan sama lo.

Apa?

Tapi sebelumnya sori kalau gue baru ngomong
ini sekarang. Ini soal Ann. Di rumah sakit waktu
itu, gue kelepasan ngasih tahu identitas asli gue
sebagai sepupunya.

Lo serius?

Iya, karena gue senang banget ketemu sama Ann.
Tapi tenang aja, gue tetap nyampain pesan lo.

Ini semakin rumit buat Ann.
Padahal gue cuman minta tolong ini
lho, Bram. Setelah itu, gue yang bakal
urus sisanya.

iya, gue tahu kalau lo nyuruh gue buat nyamar
jadi lo. Biar kalau Ann lihat wajah gue, lo
berharap dia bisa ingat sama lo karena wajah
kita sedikit mirip. Tapi, gue udah lakuin itu kan,
hanya saja dengan identitas asli gue.

Dan lo nyampain pesan gue dengan
identitas asli lo. Ann pasti bingung
banget. Bagaimana bisa dia saling
mencintai dengan sepupunya sendiri.

Sial. Gue jadi merasa bersalah sama kalian berdua.
Gini aja deh, gue bakal perbaiki kesalahan
gue. Gue bakal temuin Ann. Dan setelah itu,
lo tepatin janji lo buat jagain dia.

Gue tunggu kabar baiknya. Setelah
kesalahpahamannya beres, gue
bakal tepatin janji gue.

***

Pagi-pagi sekali, aku bangun menyiapkan sarapan. Di bawah sangat sepi, dan sepertinya Ibu mertuaku itu belum keluar dari kamarnya. Beberapa menit di dapur, tiba-tiba aku merasa seseorang menarik baju bawahku. Saat aku melihatnya, itu ternyata Shima. Sedang mengucek matanya karena baru bangun, dan menyuruhku untuk membuatkannya segelas susu.

Aku memeluk Shima, rasanya sangat senang melihatnya. Aku kemudian menyuruhnya untuk menunggu di meja makan. Setelah selesai membuatkan Shima susu, beberapa menit setelahnya pun sarapan yang kubuat sudah siap. Meski awalnya sulit karena harus mencari bahan-bahan yang kubutuhkan karena tidak tahu tempatnya di mana. Beberapa menit, satu persatu orang datang ke meja makan. Mulai dari Mario yang sudah siap dengan pakaian kantornya, dan Ibu mertuaku yang bahkan tidak menyapaku.

"Apa kau sudah mengingat sedikit dari ingatanmu yang hilang, Ann?" tanya ibu mertuaku di sela-sela makannya.

"Ibu kenapa membahas itu?" tanya Mario.

"Kenapa? Ibu hanya ingin tahu," balas ibu mertuaku santai, "Oh, ya, Ann. Jika ingatanmu sudah kembali meskipun itu baru sedikit, tolong beritahu padaku."

Aku nggak menjawab perkataan ibu mertuaku. Aku hanya tersenyum menanggapinya.

Ting Tong

Kami bertiga menoleh ke arah pintu bersamaan. Bingung. Siapa yang bertamu pagi-pagi begini?

"Itu pasti Devi," sahut ibu mertuaku.

"Devi?" heranku. Ada perlu apa Devi datang pagi-pagi begini?

"Biar Ibu yang bukain pintunya." Ibu mertuaku lalu berdiri dan berlalu pergi. Beberapa detik setelahnya, Devi datang dan duduk bergabung bersama kami.

"Selamat pagi semuanya," sapanya.

"Nanti Ibu sama Devi ada sesuatu yang harus dibeli, makanya sekalian aja Ibu panggil Devi makan bareng, biar perginya juga bareng," sahut ibu mertuaku. "Nggak papa, kan, Mario? Ann?"

Aku dan Mario saling tatap, lalu setelahnya Mario kembali menatap ibu mertuaku dan mengangguk.

Kami lalu kembali melanjutkan makan. Aku, Mario, putriku Shima, Ibu Mertua, dan tentu saja Devi.

30 menit kemudian, mereka semua pergi meninggalkanku sendirian di rumah. Ibu Mertua dan Devi yang pergi membeli sesuatu yang entah apa itu, Mario yang pergi ke kantor, dan putriku Shima yang pergi ke sekolah. Sementara aku, aku sedang bersiap untuk mandi. Namun, baru saja aku ingin naik ke kamarku, tiba-tiba bel rumah berbunyi. Mau tak mau, aku harus membukanya.

"Siapa?" tanyaku sambil membuka pintu rumah.

"Hai, Ann."

Deg.

BK1 - SamarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang