Sakitmu adalah sakitku

41 4 0
                                    

Jangan lupa vote and comment, ya, sayang! 💕💕

••••••••••••

September, tiga tahun lalu

"Ka, what is your opinion about Kak Barga?"

Siang itu panas. Matahari tampak sangat mentereng di atas sana. Tidak peduli jika manusia-manusia seperti aku tidak terlalu tahan dengan panas yang dipancarkannya. Apalagi saat kami harus duduk di atas lantai semen lapangan yang tersengat matahari, menghantam kami dengan panas dari kedua sisi atas dan bawah.

Hari ini setengah jam pelajaran dari hari biasanya dikosongkan untuk kampanye calon OSIS SMA kami. Kalau cuaca tidak seterik ini, mungkin aku akan mensyukuri agenda kali ini. Walau aku terbilang murid yang rajin, bukan berarti aku tidak suka jam kosong. Terlalu lama berkutat dengan buku juga bisa membuatku pusing. Tapi, cuaca yang terlalu terik ini yang jadi masalahnya. Mataku sedikit sensitif dengan cahaya, jadi dari tadi aku hanya menunduk dan tidak benar-benar menyimak debat seru calon pemangku tahta tertinggi di sekolah kami.

"Hmm? Kak Barga?" aku mendongak guna memandang Citra yang masih fokus menyimak perdebatan calon ketua OSIS itu. Saat mendengar tanyaku ia menoleh untuk menatapku juga, lalu memberikan anggukan singkat.

"As a girl, what do you think about him?"

Pandanganku beralih ke depan. Pada Barga Sanusi yang kini sibuk mencoret-coret kertasnya, mungkin sedang mencatat poin-poin argumennya. Sedetik kemudian ia tersenyum miring yang terkesan mengejek, kemudian melirik sekilas ke lawan bicaranya.

"Hng.. Kak Barga manis, baik, lumayan pinter juga, kan? Terus, pembawaan dia juga berwibawa. Over all, sih, dia baik. Ya, walaupun sifat angkuh dia sedikit mengganggu dan mencemari, sih."

Aku mengharapkan reaksi Citra, tapi aku tidak mendengar apa-apa. Saat menoleh kepadanya, aku justru mendapati Citra sedang mengerling jahil kepadaku. Menimbulkan kerutan dahi yang tanpa kusadari terbentuk secara otomatis.

"Kenapa?"

"Sadar, gak? Sejauh ini dia yang paling bagus dalam penilaian lo."

Jujur, aku tidak paham maksud perkataan Citra barusan. Jadi aku tidak menjawab dan malah mengangkat satu alis. Citra berdecak lalu asal menoyor kepalaku.

"Maksud gue tuh, sejauh ini Kak Barga adalah cowok yang paling bagus penilaiannya menurut lo. Ibarat film, dia adalah yang ratingnya paling tinggi di kamus lo. Selama ini kalau gue tanya pendapat lo tentang cowok, pasti jawabannya singkat banget kalau ga malah balik tanya dia siapa?. Biasnya lo tuh lempeng banget kalau masalah cowok."

Benarkah?

Penuturan Citra sedikit membuatku terkejut. Bukan karena fakta tentangku yang ia jabarkan barusan, namun tentang betapa ia memperhatikan hal-hal kecil dariku seperti itu. Aku punya teman-teman dekat saat masih SD dulu, tapi kurasa tidak ada yang repot-repot mengingat detil setiap perkataan yang aku lontarkan seperti Citra. Sungguh, aku benar-benar bersyukur Tuhan mau mempertemukan aku dengan teman sebaik dia.

Lenganku terentang guna menarik pundak Citra dan menariknya mendekat padaku. Aku memeluknya dari samping, meletakkan kepalaku di pundaknya. Aku senang memeluk Citra, dimana pun dan kapanpun. Alasannya sederhana. Karena saat aku memeluk seseorang, aku merasa aku memiliki seseorang yang akan selalu berada di sisiku. Menemaniku. Dan membantuku saat aku membutuhkannya. Percayalah, Citra memang mewujud menjadi sosok-sosok tersebut.

SEBELUM DESEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang