Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
B a g i a n
E m p a t
Sesuai janjinya dengan Ditya, mendekati setengah delapan malam, Galang tiba di rumah Ditya dan kembali disambut Mama Ditya yang kini wajahnya agak prihatin melihat Galang lepek kehujanan.
"Oh, Galang? Baru pulang? Dityanya di kamar mandi, Lang. Udah empat puluh menit belum keluar-keluar, kayaknya lagi konser solo. Aneh deh dia, dari pulang sekolah kayak kerasukan, ketawa melulu. Digedor aja coba, Lang."
"Siap Jenderal."
Galang berlagak gagah di depan Mama Ditya. Setelah Mama Ditya pergi, nyalinya ciut sampai habis. Galang bisa bayangkan dengan jelas bagaimana wajah Ditya yang ketawa melulu kayak orang kerasukan—seperti apa yang Mama Ditya bilang.
Galang bisa menduga, Ditya sedang memikirkan bagaimana cara terbaik untuk menghajar dirinya yang sudah menawan payung Ditya mengingat awetnya hujan sore tadi. Jelas sekali di kepalanya bayangan Ditya yang pulang hujan-hujanan sambil mengomel menyumpah-serapahi dirinya sepanjang perjalanan dari gerbang sekolah sampai halte di perempatan.
Ragu-ragu Galang melangkah mendekati kamar mandi, ia mana punya nyali buat menggedor-gedor pintu seperti pesan Mama Ditya tadi. Ujung-ujungnya Galang pilih berjongkok sambil memeluk lutut, menunggu Ditya yang siap menghajarnya dengan pasrah. Bahu Galang sampai naik waktu dengar selot pintu kamar mandi digeser, dan Ditya yang keluar setelahnya. Senyumnya lebar, memamerkan gusi merah mudanya yang sehat—mirip hiu di film Nemo kalau Galang harus bilang, mengerikan.
"Galang sayang!"
Galang buru-buru menenggelamkan wajah sambil memeluk lutut. Di luar dugaan, Ditya kini memeluknya erat-erat, sama sekali tidak peduli dengan aroma hujan bercampur keringat yang tidak karuan dari tubuh Galang. Yang ada di kepala Galang sekarang cuma dua. Pertama, "Apa ini metode baru sebelum menghajar orang?". Kedua, "Ditya mandi berapa kali sampai wangi sabunnya kenceng begini?"
"Aku kira kamu bakal hidup jadi parasit selamanya Lang, akhirnya kamu bisa berguna juga hari ini. Terima kasih ya, Galang sayang."
Ugh, Galang semakin ngeri. Dari pada buka mulut dan salah bicara, Galang pilih diam dan membiarkan Ditya bicara semaunya dulu.
"Untung payungnya kamu balikkin di waktu yang tepat Lang! Timing-nya sempurna banget,"
Galang dibuat menelan ludahnya susah payah. Jelas-jelas payung hitam milik Ditya kini sedang terlipat rapi di dalam tasnya, lupa dikembalikan sore tadi. Payung yang lagi dibahas sekarang sebetulnya payung siapa?
"Gara-gara kamu, aku bisa pulang bareng Inne tadi sore. Gila. Seminggu ini kayak mukjizat. Minggu kemarin aku mana pernah punya bayangan bisa pulang bareng begitu. Dan dalam dua hari, udah di-chat, disapa, pulang bareng, wah cepet banget perkembangannya."