3/5

309 100 77
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





B a g i a n

T i g a





Galang sudah hafal di luar kepala tentang jadwal kehidupan sehari-hari Ditya, termasuk ritual Ditya yang wajib ke kamar mandi tiap lima belas menit terakhir sebelum bel masuk kelas sehabis makan siang. Untuk detail ritualnya seperti apa, Galang juga kurang tahu, enggak tertarik juga. Bagi Galang, ritual itu cukup menjadi rahasia Ditya dan Tuhan saja, dia tidak tertarik jadi pihak ketiganya.

"Dit, hp tinggal di sini aja, supaya enggak lama di kamar mandinya."

Ditya ber-oh ria sambil mengeluarkan ponselnya dari saku, hendak menitipkannya pada Galang. Tanpa ucap apa-apa lagi, ia buru-buru keluar kelas, setengah berlari ke kamar mandi di ujung lorong. Kadang Galang suka enggak habis pikir, bisa-bisanya Ditya sepatuh itu pada ucapannya—khusus di lima belas menit kritis ini. Galang mulai percaya dengan apa yang dikatakan iklan susu formula di TV. Kata iklan, pencernaan itu adalah otak kedua, dan di lima belas menit kritis ini, barangkali Ditya lebih dominan menggunakan otak keduanya.

Baik Galang. Berhenti buang-buang waktu dengan otak kedua.

Galang buru-buru buka hp Ditya yang kodenya nol empat kali. Kedua ibu jarinya yang sudah terbiasa melakukan tindakan kriminal lihai sekali menggulir ponsel Ditya, hendak membuka ruang percakapan antara Ditya dengan Inne—yang nama kontaknya sudah ia ganti dengan Galang dana untuk rakyat jelata itu.

Ketemu.
Sengaja Galang ambil napas panjang dulu sebelum baca pesannya.



"Lang lang lang lang. Duh, gila ini mah Lang! Breaking news.

Barusan Inne nge-chat, Lang. Ngechat langsung, kayaknya mah enggak salkir, soalnya ada 'Dit'nya. Aku baca sampai tujuh kali balik takut minus aku nambah gara-gara ditabok bantal sama kamu tadi pagi. A—"



Galang memejamkan mata, takut air matanya tumpah, sudah tidak tega membaca pesan sahabat karibnya ini. Galang memang sudah banyak dosanya pada Ditya, namun untuk pertama kali dalam hidupnya, Galang merasa bersalah sebesar ini pada sahabatnya itu. Poin paling mengerikan dari semuanya adalah ceklis dua warna biru di sudut balon chat Ditya, Inne sudah baca semuanya, dan harga diri Ditya sudah Galang tenggelamkan ke dasar Palung Mariana. Oh, Galang enggak sanggup membayangkan bagaimana reaksi Inne waktu malam-malam dapat pesan begitu.

Buru-buru Galang hendak menukar kembali nama kontak dirinya dan Inne. Namun, ingatannya kembali terlempar pada adegan pagi tadi di halte, tentang Inne yang tiba-tiba menyapa Ditya ramah begitu.

Kenapa respon Inne begitu, ya?



"Lang, itu hp aku lagi kamu apain?"

Jiwa Galang terguncang untuk yang kedua kalinya hari ini.
Galang, baru saja, tertangkap, sedang memainkan ponsel Ditya.



contact name 
✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang