5.

80 13 3
                                    

"Adek bangun, katanya mau sepedaan. Itu si Ian udah nungguin." Bang Varo mencoba membangunkanku tapi emang dasar aku yang kadang suka susah untuk bangun, apalagi disaat dingin seperti ini membuatku ingin bermesraan dengan kasur tercinta.

"Sebentar lagi abang, dingin ihh."  Aku membalikkan badan dan menarik selimut hingga menutupi kepalaku.

"Yaudah abang panggilin Ian nih ya biar kamu bangun, Iaa-" Hampir saja Bang Varo berteriak yang akhirnya membuatku mau tidak mau harus bangun. Yang benar saja masa dia menyuruh orang lain membangunkanku, apalagi itu Kak Ian.

Aku segera turun dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi untuk membasuh muka dan sikat gigi. Tak perlu mandi, toh nanti juga akan berkeringat karena bersepeda kan.

Selesai dengan urusan di kamar mandi, aku berjalan menuruni tangga dengan keadaan yang masih mengantuk sebenarnya.

"Awas La, ntar nabrak loh." Ucap seseorang namun tak lama ucapan orang tersebut benar-benar terjadi. Aku menabrak dada bidang orang tersebut yang ku yakini bukan Bang Varo apalagi Bang Kana yang pendek.

Aku menyadarkan diri dan melihat siapa orang tersebut. Kak Ian. Ahh... kenapa harus dia? Aku kan jadi malu.

"Melek dulu atuh jadi nabrak kan." Kak Ian menatapku dan mengelus kepalaku. Aku hanya terdiam malu karena perlakuannya.

"Duh maaf kak, habisan pagi banget kan masih ngantuk nih aku."

"Ya ampun La, kalau kesiangan nanti panas loh." Sial lagi-lagi ia mengelus kepalaku, apakah dia tidak tahu kalau aku bisa saja baper karena ini?

Aku hanya tersenyum malu karena tidak tau harus berbuat apa, hingga Bang Varo datang mengahampiri kami dengan pakaian rapinya dan sedikit terburu-buru.

"Loh abang udah mau berangkat? Kok pagi banget ih?"

"Iya abang hari ini dipilih jadi asisten buat operasi jam 10 nanti. Adek ke kampus sama Kana aja ya? Nanti malem kalau abang belum pulang jangan ditunggu, adek tidur duluan aja ya." Ucap Bang Varo sambil memelukku. Sebenarnya kami memang sering seperti ini, saling berpelukan seperti teletubbies saat berpamitan.

"Hmm.. yaudah deh, semangat abang. I love you abang."

"Love you too sist, abang berangkat ya."

"Wah gue jadi pingin dipeluk Ola juga." Kak Ian yang terlihat datang menghampiri kami dengan membuka lebar kedua tangannya namun terhenti karena Bang Kana yang menarik bajunya dan membuat Kak Ian sedikit menekukkan wajahnya.

"Nggak usah ngadi-ngadi lu bocah. Makan dulu sana kalian, ada roti tuh sama susu."

Aku hanya tertawa melihat mereka berdua. Sesuai dengan perintah Bang Kana, kami berjalan menuju ruang makan untuk sarapan. Sebenarnya pagi ini aku ingin sarapan bubur ayam, tapi saat ini aku sedang makan roti. Ah tidak apalah, makan roti tidak cukup membuatku kenyang apalagi setelah ini aku bersepeda.

"Bang Kana, nanti aku mau beli bubur ayam, abang mau juga nggak?" Tanyaku sambil mengunyah rotiku.

"Telen dulu tuh rotinya. Boleh deh, nih uangnya." Bang Kana mengeluarkan dompet kulitnya dan mengambil satu lembar uang berwarna merah dengan gambar presiden dan wakil presiden pertama Indonesia.

"Terimakasih abang ganteng." Ucapku dengan memeluknya yang dibalas dengan cubitan gemas dipipiku.

"Yaudah gih sana berangkat, ntar kesiangan. Gue titip Ola, jagain yang bener." Ucap Bang Kana yang mendapat balasan acungan jempol dari Kak Ian.

🍃🍃

Aku mengayuh sepedaku dengan sekuat tenaga. Tidak ku sangka jalanan yang ku lewati sedikit menanjak. Baru 30 menit berjalan aku sudah merasa lelah, sungguh payah sekali diriku ini.

GYPSOPHILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang