Aku terbangun dari tidurku yang entah sudah berapa lama. Ku lihat sekelilingku, gelap. Sepertinya matahari sudah pulang. Ku raih ponselku di nakas samping tempat tidurku. Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Sudah lama juga aku tertidur. Terlihat Bang Varo terduduk di lantai dengan kepala di sisi ranjangku. Terlihat wajah lelahnya tertidur dengan pulas. Bahkan pakaiannya pun masih sama saat ia berangkat kerja tadi.
Aku berusaha beranjak dari tempat tidurku. Capek juga sebetulnya berbaring terlalu lama. Aku bergerak pelan, tak ingin Bang Varo terbangun.
"Ola, udah bangun?"
"Yah, maaf abang jadi kebangun."
"Masih sakit?" Tangannya diletakkan di jidatku. Memastikan apakah aku demam atau tidak.
"Aku nggak apa, abang. Maaf bikin abang khawatir."
"Lain kali kamu jangan capek-capek ya. Jangan main hujan-hujan juga. Kemarin kan kamu main hujan-hujan. Trus paginya sepedaan, capek. Sekarang jadi gini." Bang Varo membuka laci nakasku, mengambil kotak obat yang ada di dalam sana. Ia menempelkan plester penurun demam pada jidatku.
Aku hanya terdiam menunduk. Salahku memang. Tak seharusnya aku bermain hujan-hujanan kemarin dan tak seharusnya aku bersepeda terlalu jauh.
"Yaudah, lain kali jangan diulang ya. Abang nggak ngelarang, tapi kalau sakit gini abang nggak mau." Ucapnya dengan lembut. Tangannya mengelus kepalaku. Mungkin ia tak tega melihatku.
"Iya abang. Maaf."
"Iya. Ola sholat gih terus makan sama minum obatnya. Abang ambilin makannya ya."
Ketika Bang Varo hendak beranjak meninggalkan kamarku, pintu kamar terbuka. Menampakkan sosok laki-laki yang lebih pendek dari Bang Varo. Membawa piring di tangan kanannya dan gelas ditangan kirinya.
"Nih, makanan buat Ola."
"Wahh.. Bang Kana belum tidur?"
Bang Arkana menggelengkan kepalanya pelan. Mengartikan bahwa dia belum tidur.
"Ola, sholat dulu baru makan. Abang mau mandi dulu."
Bang Varo berjalan meninggalkan kamarku. Sebenarnya dia cukup berkeringat dan bau! Hihihi. Tidak apa, Bang Varo tidak tahu jika aku mengatkan bahwa dia bau.
Selepas melaksanakan ibadahku, aku berjalan menghampira Bang Kana yang masih berkutat dengan kertas-kertasnya. Ku letakkan pantatku di atas sofa.
"La, udah dimakan belum makanannya?" Tanya Bang Arkana yang menyadari kehadiranku.
"Hehehehe... belum." Jawabku dengan terkekeh.
Aku berjalan menuju kamarku, mengambil piring dan gelas yang tadi diletakkan di atas nakas. Aku kembali menuju tempat Bang Arkana berada.
Menyendok sesuap nasi. Lumayan. Tidak mungkin jika Bang Arkana yang memasaknya.
"Bang, ini yang masak siapa? Pasti bukan Bang Kana apalagi Bang Varo. Atau abang beli?"
"Emang kalau masakkan abang kenapa?"
"Ya nggak seenak ini." Ucapku tanpa kebohongan.
"Ya Allah, La. Jujur banget jawabnya. Itu Sheila tadi yang masak, dia main ke sini. Waktu tau kamu sakit dia langsung bikinin makanan buat nanti kalau kamu bangun. Kurang spesial apa coba, dia bikin cuma buat kamu. Aku makan aja beli tadi." Ucapnya diakhiri dengan nada yang memelas.
"Duh jadi ngerepotin Kak Sheila dong aku."
Bang Alvaro yang baru saja selesai mandi langsung bergabung bersama kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
GYPSOPHILA
Fanfiction° Flora° "Kak, sejauh apapun kita dan bersama siapapun kita nantinya, jika Tuhan takdirkan kita untuk bersama, kita pasti akan kembali bersama." ° Ian° "Aku akan tetap nunggu kamu walaupun butuh waktu yang sangat lama. Karena aku han...