7.

86 11 3
                                    

Kakiku melangkah dengan cepat di koridor kampus. Aku terlambat dan hari ini ada kuis. Duh sial sekali. Jika bukan karena Kak Ian kesiangan dan adanya panggilan alam, serta Bang Kana yang berangkat pagi-pagi sekali, dan Kak Irena yang juga harus pergi pagi aku mungkin tidak akan terlambat.

Langkahku berhenti saat aku tiba di depan ruang kuliah. Tertera pengumuman yang tertempel pada pintu.

Oh sial.

Aku sudah berlari sekuat tenaga tapi kelas dibatalkan.

Aku mengecek ponselku. Memastikan melalui grup kelas. Ah bodohnya diriku tidak mengecek ponsel terlebih dahulu. Tapi mana sempat aku sudah tergesa-gesa.

Aku memutuskan untuk pergi ke perpustakaan saja. Mempelajari materi yang sempat beberapa kali ku tinggal.

Setelah mengambil beberapa buku yang ku butuhkan, aku bergegas mencari tempat. Sudut ruangan dekat jendelah adalah spot yang akhirnya ku pilih.

Aku mengeluarkan peralatan tulisku serta earphone. Aku lebih suka belajar sambil mendengarkan musik.

Ku putar sebuah musik yang diciptakan oleh Bang Marvin—kekasih Kak Wendy.

Suara dentingan piano yang lembut menjelajah telingaku. Membuatku menjadi lebih rileks.

Saat aku sedang mencacat beberapa materi seseorang menepuk pundakku. Otomatis aku langsung menolehkan kepalaku. Terlihat sosok pria dengan senyuman manisnya yang menampakkan lesung pipitnya.

"Bang Hugo?"

Ia hanya tersenyum dan duduk tepat di depanku. Aku sedikit tidak enak, secara Bang Hugo adalah salah satu dosen di kampus ini. Apalagi perpustakaan hari ini sedikit ramai.

"Ngapain Ra? Nggak ada kelas?"

"Nggak ada Bang, eh.. manggilnya pak atau bang nih?" Ucapku dengan kekehan.

"Panggil kayak biasa aja ah, Ra. Pak ketuaan buat gue."

"Seharusnya ada kelas, tapi ternyata kosong. Mana udah buru-buru tadi. Yaudah ke sini aja sekalian catet materi yang ketinggalan. Lah abang ke sini ngapain?"

"Cari bahan buat penelitian Ra."

"Emang beda ya Pak Dosen satu ini, perasaan baru selesai penelitian."

Kami asik berbincang dan beberapa pasang mata menatap kami. Entah apa yang ada dipikiran mereka. Mungkin karena aku seorang mahasiswi dan Bang Hugo adalah seorang dosen.

"Ra, cara ngelamar cewek biar berkesan gimana ya?" Aku yang sedang fokus menulis langsung terhenti.

"Bang Hugo mau ngelamar Kak Ara?!" Ucapku yang sedikit berteriak dan membuat orang-orang menoleh ke arah kami.

"Sstt... pelan Ra, di perpus loh ini." Aku langsung menutup mulutku dan terkekeh pelan.

"Jadi gimana? Gue bingung takut si Ara nggak suka."

"Kak Ara sebenernya pernah cerita, dia nggak minta aneh-aneh sih. Katanya cukup dibawa ke tempat yang punya view indah di mata, terus ada musiknya. Katanya sih itu romantis."

"Hmm.. gimana ya enaknya? Kalau ke Lembang gimana ya, Ra? Di sana pemandangannya bagus kan apalagi kalau malem."

Aku sedikit berpikir, mencoba membantu Bang Hugo untuk mencari cara bagaimana melamar kekasihnya itu.

Tiba-tiba ide terlintas dibenakku.

"Bang gimana kalau....." aku membisikkan ideku yang sepertinya disetujui oleh Bang Hugo.

GYPSOPHILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang