Kami memasuki sebuah tempat di mana buku berjejer rapi dalam rak-rak yang cukup tinggi. Aku langsung berjalan menuju rak yang penuh dengan buku novel. Ku pilih dengan hati-hati agar tak menyesal saat membelinya nanti. Setiap cover dan judul yang menarik menurutku, akan aku baca bagian belakangnya yang memberi sedikit spoiler dari isi buku.
Setelah mengambil dua buah novel, aku berpindah menuju bagian komik. Kak Ian sejak tadi hanya mengekoriku, seperti anak itik yang selalu mengikuti induknya.
"Kamu kenapa nggak beli buku kedokteran sih? Masa novel sama komik doang sih?"
Aku hanya menghela nafas panjang. Apakah dia tidak berpikir buku kedokteran itu tebal dan mahal? Belum lagi isinya yang penuh dengan bahasa yang berat, membuatku semakin pusing!
"Aduh kak, aku kesini tuh mau cari bacaan yang bikin otak aku lebih fresh. Beli buku itu yang ada bikin pusing. Lagian aku setelah liburan ini bakal cuti kuliah." Ucapku santai sambil membolak-balikkan komik yang sedang ku pegang.
Kak Ian yang juga sedang melihat-lihat buku komik tiba-tiba langsung mengembalikan komik yang dipegangnya dan menoleh ke arahku.
"Hah? Cuti gimana? Emang kamu kenapa? Emang kamu mau kemana?" Tanyanya bertubi-tubi.
Lagi-lagi aku hanya menghela nafas panjang. Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku meninggalkannya dan berjalan ke arah kasir setelah aku mendapatkan sebuah komik yang ku inginkan.
Terlihat Kak Ian mengekor dibelakangku dengan wajahnya yang masih penasaran. Bahkan saat di kasir pun ia tak hentinya bertanya. Membuatku sedikit malu karena petugas kasir yang terus memperhatikannya. Rasanya ingin aku segera pergi dari sini dan meninggalkannya sendirian.
"Ya cuti kuliah, berhenti sementara." Ucapku tanpa menoleh ke arah Kak Ian.
Aku berjalan mendahuluinya. Tak peduli dengan ia yang terus mengoceh sejak tadi. Apa ia tidak sadar kalau orang-orang melihat ke arahnya?
"Kak, stop. Nanti aku ceritain sambil makan. Emang kakak nggak malu apa itu dari tadi banyak mata yang ngelihat ke arah kakak?" Kak Ian hanya menggaruk kepalanya dan tertawa kikuk malu. Dasar, baru sadar dia kalau sudah membuatku malu sejak tadi.
🍃🍃
Aku dan Kak Ian memutuskan untuk pergi ke sebuah kafe yang tak jauh dari sini. Kafe dengan cat putihnya yang masih terlihat sepi pengunjung karena baru saja buka.
Setelah memesan minuman dan beberapa camilan, kami mencari tempat yang nyaman untuk berbincang. Sebuah tempat di sudut kafe yang berada di lantai dua dengan sebuah pemandangan yang memperlihatkan kota Bandung di pagi menjelang siang ini.
"Jadi gimana ceritanya? Coba deh kamu cerita dari awal." Tanpa basa basi terlebih dahulu, Kak Ian langsung memberiku pertanyaan yang sudah menghantui rasa penasarannya.
"Jadi gini kak...." Aku menatap Kak Ian yang sudah siap mendengarkan semua ceritaku. Wajahnya begitu serius namun juga lucu, sayang jika aku tidak menggodanya.
"Nah, jadi gitu kak." Ucapanku yang langsung mendapat sebuah jitakan kecil di kepalaku.
"La, aku udah serius mau dengerin loh. Kamu kenapa malah gitu sih." Gerutunya yang malah membuatku jadi menertawakannya. Wajahnya benar-benar lucu, seperti anak kecil yang sedang merengek.
"Bercanda kak, habisnya kakak lucu banget. Sayang kalau nggak aku isengin." Sebuah cubitan pada pipiku berhasil membuatku sedikit meng-aduh kesakitan.
"Kamu tuh ya. Untung aku sayang kamu, coba kalau itu abang kamu udah aku siram pake kopi mukanya."
Aku hanya tertawa puas mendengarnya. Sedangkan Kak Ian hanya bisa pasrah dengan wajahnya yang masih terlihat lucu bagiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
GYPSOPHILA
Fanfiction° Flora° "Kak, sejauh apapun kita dan bersama siapapun kita nantinya, jika Tuhan takdirkan kita untuk bersama, kita pasti akan kembali bersama." ° Ian° "Aku akan tetap nunggu kamu walaupun butuh waktu yang sangat lama. Karena aku han...