06

1.6K 59 0
                                    

Pria berjas hitam itu mengajakku pergi kepantai, di Los Angeles. Saat itu para turis sedang beramai-ramai menyaksikan tenggelamnya matahari. Mereka berfoto dengan keluarga dan kerabat masing-masing. Pria berjas hitam menyewa tempat duduk paling depan, paling dekat dengan perbatasan antara laut dan daratan. Ia duduk dan tersenyum. Aku duduk disamping pria berjas hitam itu. Ia memandang matahari yang masih belum pergi, masih ingin bermain. Aku memandangi sisi kiri wajah pria berjas hitam itu. Aku tidak pernah ingin menanyakan namanya, 'pria berjas hitam' terdengar nyaman untukku. Aku melihat betapa seriusnya dia saat memandang matahari itu, sama seperti orang-orang lainnya. Aku tetap memandanginya hingga akhirnya ia memandang wajahku. Ia tersenyum lebar. Aku jatuh, di matanya. Aku mengalihkan perhatianku, "Uhm, bolehkah aku berjalan sebentar ke arah barat, disitu tampak lebih nyaman daripada disini," tanyaku. "Oh tentu saja, apa perlu aku temani?" Tawarnya. "Oh tidak usah, aku hanya ingin mencari udara segar itu saja."

Aku beranjak dan menuju kearah terumbu karang besar diujung barat pantai. Aku duduk menghadap matahari. Sekali-kali aku menengok ke kanan, melihat keadaan pantai dibagian timur, tepatnya dibagian pria berjas hitam itu berada. Aku masih bisa melihatnya dengan jelas, sangat jelas. Aku melihat sekeliling dan orang-orang mulai berdiri sambil menyiapkan kamera mereka. Disaat itulah, aku yakin, matahari akan tenggelam.

Pria berjas hitam pun ikut berdiri dan tampak melihat sekeliling pantai, mencari seseorang. Hingga akhirnya matanya berhenti padaku. Ia tersenyum lega, ia menemukanku. Tidak perlu melambaikan tangan untuk memberi tanda bahwa ia disana, ia tahu bahwa aku mengetahui keberadaannya sedari tadi. Aku bisa melihatnya diantara seribu orang, aku bisa menemukannya. Koordinat nya sungguh pasti dan tepat, ia disana. Aku tetap duduk diatas terumbu karang, memandangi sepasang objek yang berbeda dari yang orang lain lihat. Aku sedang memandangi matanya. Mata pria berjas hitam. Warnanya biru, biru laut. Seribu sembilan ratus sembilan puluh delapan mata sedang memandangi objek yang sama, matahari. Tetapi sepasang mata sedang memandangi objek yang berbeda, mataku. Matahari sedang kesulitan untuk mendapatkan seluruh perhatian yang ia inginkan, karena sepasang mata sedang melihat hal yang lain. Aku tersenyum. Aku tenggelam dalam lautan didalam matanya. Indah. Setelah beberapa saat, ia memalingkan pandangannya. Aku merasa sedikit kecewa, aku sudah terlalu nyaman. Aku tetap memandangi pria berjas hitam tersebut. Hingga akhirnya, ia kembali menatap mataku. Aku tersenyum, begitu juga pria berjas hitam tersebut.

Dan disaat itulah aku sadar, aku ingin sepasang mata itu. Oh Tuhan, aku tidak akan meminta apapun, aku hanya ingin sepasang mata biru laut itu untuk kupandangi, sepanjang hidupku.

----------------------------------------------

Kita kembali menuju hotel. Ia mengantarkanku kedepan kamar hotelku. Aku pun memasukkan kunci kamar kedalam lubang kunci. Kuputar seratus delapan puluh derajat ke arah timur hingga berbunyi, 'klik'. Aku memegang gagang pintu, dan sebelum aku sempat membukanya, aku membalikkan badanku. Disanalah berdiri pria berjas hitam dengan sepasang bola mata biru laut-nya itu. "Terima kasih," ujarku. "Terima kasih juga," jawabnya sambil tersenyum. Dan sebelum aku membalikkan badan, tiba-tiba ia bertanya tentang sesuatu, "Maukah kau jika besok malam kau ku ajak untuk makan malam bersamaku?" Tanyanya. "Bersamamu?"

"Ya bersamaku"

"Baiklah, tetapi ini bukan kencan"

"Oh tentu saja, meskipun aku berharap ini adalah kencan"

"Maaf?"

"Oh bukan apa-apa"

Lalu ia berpamitan dan berjalan menuju lift. Aku menengok sebentar dan disanalah terlihat, sepasang bola mata biru laut, memandangiku.

Oh, Tuhan, bantu aku.

----------------------------------------------

Maaf ya updatenya lama banget💐 oh ya, jangan lupa vote dan comment ya!
THANKS ALL ❤️💋

Xoxo,
Farahdina.

Jatuh.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang