"Serasa menjadi burung."
Hari beranjak petang. Bukannya balik ke kost-kostan EJ justru manjat pohon jambu.
Nafsunya tak terkendali melihat mulusnya kulit buah berair itu yang memerah tertimpa sisa-sisa cahaya matahari yang hampir sempurna tertutup awan hitam.
Lincahnya EJ gelayutan, berpindah-pindah dari dahan satu ke cabang lainnya sebelas-duabelas profesionalnya dengan monyet di hutan belantara.
Wush! Tiba-tiba angin kencang. Terkutuk lah kau angin, jambu ter-perfect incaran EJ goyah dan jatuh ke tanah dengan sekejap mata. Padahal tinggal sejengkal saja untuk EJ meraihnya jadi hak milik, namun semesta berkehendak demikian. Mungkin bukan nasib.
"Cari yang lain aja deh, bukan jodoh kayaknya," ucap EJ yang lemas menyaksikan jambu itu dah tak layak makan. Nyemplung di kubangan lumpur.
"ANJING!"
Jeritan keras itu nyaris membuat EJ lepas keseimbangan. Posisinya yang berada di atas pohon memudahkan ia melihat pemandangan langkah. Daniel di depan gerbang sana? Ngapain?
EJ mengernyit dahi. Di sana Daniel nggak sendiri. Ada anak kost lain. Kalau EJ nggak salah namanya Taeyong.
Anak yang suka mondar-mondar di lorong sambil nenteng-nenteng boneka kucing.
"Ya ampun! Ya ampun! Apaan nih?! Apaan nih?!"
EJ gelagapan. Pohon yang dipanjatnya goyang-goyang dengan kecepatan tinggi.
"Gempa! Gempa! Gempa!" Teriaknya heboh.
Mikir sebentar. "Salah! Angin topan! Angin topan!!" Teriak EJ lagi.
"Niel! Tolongin gue, Niel!" Seruan EJ yang melengking itu tak ada tanggapan.
Justru Daniel berlari pergi masuk ke kost-kostan. Tak menoleh barang sekali.
EJ mengeratkan pelukan nya pada dahan pohon layaknya koala. Kelopak matanya menutup rapat sambil komat-kamit berharap diberi keselamatan.
Guncangan nya makin lama bertambah dasyat. Seolah-olah akar pohon itu mau tercabut dari tanah.
"Eh? Gue masih hidup?"
Celingak-celinguk, goncangan itu berhenti. Berisiknya gesekan ranting tak lagi terdengar. Getaran pada batang kayu tak terasa lagi. Sunyi senyap.
"Syukur. Masih ada kesempatan makan jambu." EJ menghembuskan napas lega.
BUGH!
Entah mengapa EJ seperti diserang tiba-tiba dari belakang.
Dorongan yang sangat kuat. EJ merosot jatuh ke bawah. Mendarat dengan tak mulus.
Sekujur tubuhnya terasa remuk. Nyeri berdenyut pada kepala serta pandangannya yang mulai memburam.
Sebelum kesadarannya direnggut. EJ mendengar samar-samar langkah sandal menekan rerumputan.
Dan EJ rasakan sentuhan dingin pada pergelangan kakinya. Langkah itu berhenti. Tepat di belakang tubuhnya yang terlungkup.
Kemudian ia ditarik, lalu EJ tak lagi merasakan apa-apa.
::*'|°~'|~^:¡'-_¡*¡°'
Tap...
Tap...
Tap...Bunyi sandal keduanya menapaki lantai dingin lorong kost-kostan larut mengisi kesunyian.
Suasana kali ini agak berbeda sedikit. Mencekam, suram, dan canggung.
Daniel yang terpaksa menurut ajakan Geonu. Sungkan untuk menolak sebab melihat tampang Geonu yang menyeramkan. Nyali nya ciut.
Kemana Geonu menggiring nya, Daniel tak tahu. Mau tanya, tapi takut.
Yaudah nurut aja, daripada kena semprot.
Ngomong-ngomong, Daniel tak melihat penghuni kost yang melintas. Sepi seperti terakhir kali ia berkeliling tadi.
Kost-kostan ini berubah, bagaikan tak ada kehidupan di dalamnya.
Cahaya lampu yang menemani langkah mereka berkedip-kedip tak beraturan. Kayaknya mau konslet.
Suara guntur, langit yang menggelap, dan titik-titik air yang berjatuhan perlahan semakin deras. Menambah kesan horor.
Oh, apaan tuh? Daniel menemukan sesuatu yang menarik.
Ketika Geonu berlalu menuruni anak tangga. Daniel memanfaatkan keadaan. Dia melongo sebentar. Dirasa Geonu sudah benar-benar pergi, Daniel menghampiri pintu dengan kaca kotak yang menghiasi bagian atasnya.
Bentuk nya yang mencolok dari pintu-pintu lainnya membuat Daniel dilanda penasaran.
Tinggi badan Daniel yang sepantaran dengan tiang bendera memudahkannya melihat-lihat dalam ruangan dari balik kaca yang bebas penutup.
"Itu alat-alat apaan??"
Asiknya mengamati dan memutar otak. Daniel berkeinginan memutar kenop pintu itu sebelum sebuah tangan mencekal pergerakannya.
Badan Daniel ditarik kasar. Tampak Taeyong menatapnya dengan pandangan tak suka.
"Ngapain lo?" Tanya Taeyong mengintimidasi.
Dengan tampang polos Daniel menjawab, "ngintip."
"Pergi sana."
"Loh, kenapa?"
"Kalau lo masih pengen ngerasain oksigen."
Taeyong pergi.
Daniel bingung.
Meskipun hanya sekilas, Daniel yakin dengan penglihatannya.
Ada noda kemerahan di kedua tangan Taeyong.
Dan boneka kucing itu masih digenggamnya.
Zrat!
Gelap.
"Tidaaakk! Gue buta dadakan!"
*::¡'^~¡÷|¦¦°¡^*-
KAMU SEDANG MEMBACA
KOST LAND ||KAMAR 13||
Mystery / Thrillerᵇᵒˡᵉʰ ᵐᵃˢᵘᵏ ᵏᵉ ᵏᵃᵐᵃʳ ⁿᵒᵐᵒʳ ᵇᵉʳᵃᵖᵃᵖᵘⁿ. ᵗᵃᵖⁱ ᵗᵒˡᵒⁿᵍ ʲᵃⁿᵍᵃⁿ ᵏᵃᵐᵃʳ 13. -H ©2020;LAVENDERFA