Lima anak berdiri kaku di bawah pohon jambu. Merasa tak enak dan juga risi ditatap terus, mereka mencari objek pandangan yang lebih menarik, asal jangan cowok puyuh di depan. Ada yang nunduk natap tanah ngitungin semut lewat, nyuri-nyuri pandang lihatin jemuran tetangga, bahkan booking sasaran jambu buat dipetik nanti.
"Gue yang gede, yang belah kanan."
"Yaudah, gue yang belah kiri, yang pentolannya montok!"
Hening seketika. Dua anak itu saling memandang.
Plak!
"Bang Jaebeom jorok omongannya!!" Sunoo, cowok rubah itu reflek menggeplak leher belakang Jaebeom. Dia masih polos, mendengar kata-kata yang bersifat ambigu gatel telinganya.
Si Jaebeom meringis mengusap bekas tabokan Sunoo. "Gue ngomong bener! Kenyataan itu!" sentaknya tak terima.
"Kan bisa aja pake kata yang lebih murni dan suci!" keukeh Sunoo tak mau kalah.
"Terserah gue, dong! Mulut-mulut gue bukan lo juga yang nyuapin makan!"
"Hih! Ngegas!" Sunoo melotot tajam sambil nunjuk-nunjuk hidung Jaebeom.
Dua anak beda dua tahun itu saling melempar pandangan sengit. Tak ada pihak yang berniat melerai. Sudah dibilang mereka masih fokus ke objek incaran nafsu tertarik.
"Wah, celana pink polkadot," gumam Nicholas, cowok bermuka datar itu menambah efek zoom di retinanya.
"50 ..., 51 ..., 52 ..., 53..., 54 ..., 55 ..., 56 ..., 57 ..., 58 ..., Lah! Kembar dempet!" EJ, pria mengenakan sweater merah maroon, kaget bukan kepalang. Menyaksikan sendiri barusan ada dua semut melintas di kakinya sambil gendongan.
Daniel mendecih pelan. Posisinya berdiri tegak di paling pinggir sampingan sama EJ. Manik legam matanya menjelajah. Berhenti pada satu titik, pintu kamar terletak di paling sudut. Gelap di sana, dekat dengan lorong tangga naik menuju lantai dua. Daniel menyipit, ia lihat sendiri di jendela kamar tersebut. Bayangan hitam seseorang.
"He'em." Niatnya berdehem untuk narik perhatian. Ternyata gagal juga.
Tarik napas, tahan dua detik, buang. Heeseung capek, lima anak depannya ini pada sibuk sendiri-sendiri. Kehadirannya tak dipedulikan. Sebagai senior yang sudah menghirup udara yang berkumpul di kost-kostan ini selama tiga tahun satu bulan, Heeseung merasa marah.
Dilepasnya kupluk yang telah hinggap di kepalanya sejak subuh, kemudian Heeseung banting ke tanah penuh emosi.
"Bisa fokus ke gue, nggak?!"
Kicep. Lima anak itu terdiam seketika begitu Heesung membentak. Mendidih darah Heeseung, dadanya naik turun seperti habis lari maraton jarak 10km bolak-balik.
Heeseung tatap satu-satu wajah di depannya. "Gue anaknya baik, sabar, kalem, penuh sopan santun, dan rajin menabung. Tapi kelakuan kalian udah kelewatan batas, jahat mengabaikan kehadiran sosok yang terbaik dan tampan di sini. You know?!?"
Diam. Menciut takut. Heeseung itu jarang banget marah. Sekali marah buat satu kost gempar.
Kupluk loreng-loreng tergeletak tak berdaya di atas tanah. Heeseung sambar, ia pun menyesal.
"Tuh, kan, kotor!! Salah kalian, sih! Udah tahu lama keringnya, dicuci lagi, kan!" Heeseung mencak-mencak.
Yang lainnya ngumpat dalam kalbu. Sendirinya yang banting, malah nyalahin orang lain. Minta banget di hiihh!
KAMU SEDANG MEMBACA
KOST LAND ||KAMAR 13||
Mystery / Thrillerᵇᵒˡᵉʰ ᵐᵃˢᵘᵏ ᵏᵉ ᵏᵃᵐᵃʳ ⁿᵒᵐᵒʳ ᵇᵉʳᵃᵖᵃᵖᵘⁿ. ᵗᵃᵖⁱ ᵗᵒˡᵒⁿᵍ ʲᵃⁿᵍᵃⁿ ᵏᵃᵐᵃʳ 13. -H ©2020;LAVENDERFA