Menerima lamaran mas Rijal berarti aku siap menanggung beban ini. Percobaan pertama memang belum membuahkan hasil. Tapi kita tidak akan pernah tahu dengan apa yang terjadi ke depannya. Yang terpenting sekarang aku harus berusaha, aku sangat yakin Rasya akan sembuh dan bisa menjalani hidup seperti anak lainnya.
Jika biasanya Rasya dan Mas Rijal makan terakhir, alias menunggu kami selesai terlebih dulu. Karena jika ada Aku Umi atau pun Rara. Rasya tidak akan memakan makanannya dia hanya akan duduk dipangkuan ayahnya.
Hari ini aku berencana menemani mereka makan. Aku ingin Rasya terbiasa dengan kehadiran ku. Jantung ku berdegup dengan kencang aku merasa sangat gugup aku takut Rasya menolak ku lagi.
"Mas boleh minta air hangat Ras ?" Mas Rijal duduk di kursi. Jelas kalian pasti tahu Rasya ada di gendongan mas Rijal. Ingin sekali aku melihat wajah nya namun sayang Rasya tetap bersembunyi di dada ayahnya.
"Iya Mas" segera ku ambilkan air hangat permintaan mas Rijal. Rasya masih tetap sama haruskah aku pergi saja. Aku takut Rasya benar-benar tidak memakan makanannya. Karena kehadiran ku di sana. Tapi, jika aku menyerah sekarang aku akan melewatkan kesempatan yang besar. Harus apa aku sekarang.
"Cukup, nasi nya jangan terlalu banyak Ras. Jangan di kasih sambal ya Mas enggak terlalu suka pedas" karena melamun hampir saja aku mengisi penuh piring Mas Rijal dengan nasi. Segera aku melakukan permintaannya.
Aku segera melihat kearah Rasya, bahkan untuk berbalik pun tidak ia lakukan. Lantas bagaimana nanti Rasya makan. Akan kah menunggu Mas Rijal selesai atau bahkan menunggu ku pergi dari hadapannya.
"Enggak apa-apa, mau coba sesuatu lakukan saja" sepertinya Mas Rijal melihat gerak gerik ku dari tadi. Atau mungkin saja dia juga merasakan kegelisahan ku tadi. Jangan terlalu berfikir terlalu jauh Laras. Coba sekarang pikirkan, bagaimana caranya agar bisa mendekati Rasya atau bahkan menarik perhatiannya.
"Rasya mau makan apa mau bunda suapin" meski terdengar geli aku harus tetap melakukannya. Seperti yang sudah-sudah tidak ada sahutan darinya. Rasya mangaretkan pelukannya. Tangan mas Rijal segera mengelus kepalanya, menenangkan Rasya yang ketakutan.
"Enggak papa, bunda cuma tanya Rasya mau makan apa. Jangan takut sayang, bunda itu sayang Rasya ?" Sepertinya kalimat penenang dari mas Rijal tidak berarti apa-apa. Yang terdengar setelahnya adalah tangisan Rasya. Saking takutnya dia terhadap kehadiran ku. Harusnya, aku tidak terlalu memaksakan diri. Harusnya aku menahan diri, luka yang Rasya rasakan benar-benar sangat dalam.
Aku pergi meninggalkan meja makan, bukanya aku tidak perduli. Aku sangat menyayangi nya. Aku berharap Rasya segera sembuh dan suatu saat nanti akulah yang meredakan tangisannya.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Bunda [TERBIT]
ChickLit{Novel Tersedia di shopee jaksamedia dan rrains.store} Sebagian besar part telah di hapus, hanya 1-14 saja yang tersedia. Mungkin kisah ini akan terdengar klise di telinga kalian. Bukan cerita tentang turun ranjang atau sejenisnya. Hanya cerita tent...