Part 7

80.4K 6.1K 35
                                    

Dalam hidup ini tidak ada yang instan, semua butuh sebuah proses. Orang yang sukses harus beberapa kali mencoba yang namanya kegagalan. Percobaan pertama dan kedua telah gagal, saat ini aku sedang duduk menghadap kolam berenang. Siapa tahu nanti tiba-tiba ada sebuah ide yang aku dapatkan agar bisa mendekati Rasya. Orang yang memiliki trauma berbeda dengan orang yang sakit biasa.

Orang yang sakit bisa sembuh dengan obat, tapi seseorang yang memiliki trauma harus berjuang dengan dirinya sendiri untuk melawan rasa takutnya.

“Dor, kenapa kamu Ras. Melamun di pinggir kolam, awas saja kalau tiba-tiba loncat” Rara duduk di sebelahku. Rara sedang sibuk dengan kuliah S2nya dan Rara juga sedang merintis sebuah usaha katering. Dulu, aku juga memiliki mimpi yang sama, setelah lulus aku berencana untuk mencari beasiswa S2 sambil bekerja. Namun semua rencanaku berubah seketika.

“Melamun lagi” Rara menyenggol tubuhku dengan keras.

“Aku enggak mau ya Ras, besok dengar berita seorang istri telah di temukan tewas mengapung di kolam berenang. Mana masih pengantin baru lagi “ kali ini giliranku yang melototi Rara. Rara sendiri bukannya takut malah tertawa terbahak, sifatnya yang kadang menyebalkan seperti ini. Tidak membuat aku berhenti bersahabat dengannya. Justru karena inilah aku betah bersama dia. Sifat humorisnya membuat hidup kaku ku, menjadi lebih santai dan berwarna.

“Ya sudah, puas-puasin saja melamun. Aku masuk dulu Ya Ras, lupa tadi mau mengerjakan tugas” kebiasaan jelek Rara adalah selalu menunda tugasnya, aku sudah sangat hafal dari jaman SMA sampai sekarang masih sama saja. Tapi, meskipun terlihat sangat santai dan lalai Rara berhasil menyelesaikan S1nya dengan waktu normal dan nilai yang bagus. Rara sudah tidak terlihat lagi, kembali aku memandang air kolam yang jernih.

Mengingat perkataan Rara membuatku ingin tertawa. Pikiranku jelas masih normal tidak mungkin aku menyia-nyiakan hidupku untuk hal yang tidak benar seperti itu.

“Ternyata benar, kamu enggak berniat loncat kan Ras” Kali ini bukan Rara yang berbicara, tetapi Mas Rijal. Apakah adik dan kakak selalu kompak seperti ini. Mas Rijal duduk dengan santai di sebelahku.

“Jangan banyak melamun Ras, enggak baik. Yang baik itu bicara sama Mas saja ” aku tidak melaun, aku hanya sedang memikirkan cara agar bisa mendekati Rasya. Tapi semua orang yang melihatku berbicara sebaliknya. Mas Rijal melihat ke arah air kolam juga.

Kami berdua terdiam cukup lama, tidak ada yang mau memulai pembicaraan. Hingga tiba-tiba Mas Rijal melihat ke arahku lalu tersenyum. Ada apa dengan dia, mengapa terlihat mengerikan.

“Lucu ya Ras, mau sampai kapan kita duduk diam seperti ini” boleh aku jujur, tidak ada kesan lucu sama sekali, malah menurutku ini adalah hal yang wajar. Dua orang asing yang baru di satukan dalam ikatan pernikahan.

“Mau membicarakan sesuatu ?” Nah ini baru lucu, bukannya sebelumnya Mas Rijal sudah berbicara. Mengapa baru bertanya sekarang, Mas Rijal pasti sedang mencari bahan pembicaraan untuk kami berdua.

“Mas kok, bisa sampai tahu aku ada di sini ?“ demi apa Ras, yang barusan kamu katakan itu begitu menggelikan. Kesannya kayak remaja alai yang memancing pasangannya untuk berbicara romantis. Tiba-tiba aku sangat menyesal sudah mengatakan hal yang tidak berguna seperti itu.

Mas Rijal kembali memandang ke arahku, aku yang tidak kuat ditatap olehnya segera mengalihkan pandangan. Rasanya malu bercampur deg-degan, ini pertama kalinya aku dipandang seperti ini oleh seorang laki-laki. Aku tidak pernah berhubungan lebih dari seorang teman bersama lawan jenis. Serta teman laki-laki aku hanya sebatas kenalan satu organisasi dan kelas, selebihnya tidak ada.

“Mas tahu dari Rara, katanya sebelum berita orang istri mati tercebur kolam Mas harus segera menghentikannya. Awalnya Mas tidak percaya tapi melihat kamu yang memandang kolam ini dengan dalam Mas jadi was-was.” Wajah Mas Rijal terlihat sangat khawatir.

“Ya ampun Mas, Laras juga masih waras tahu” aku sedikit terkikik geli melihat perubahan wajah Mas Rijal.

“ Ah, Mas lupa ! Anak itu kan hobinya bercanda, masa Mas gampang percaya sih” muka Mas Rijal kembali berubah kini terlihat sedikit frustrasi. Ternyata bukan cuma aku saja yang selalu dijahili Rara. Orang-orang yang ada di sekitarnya juga merasakan hal yang sama. Setelah itu kami terdiam lagi, rasa canggung jelas terasa. Mau gerak bergerak saja rasanya malu.

“ Sebenarnya Laras bingung Mas, harus dengan cara seperti apa agar Laras bisa dekat dengan Rasya.” Ini adalah masalah kami berdua sudah seharusnya kami jujur satu sama lain. Mas Rijal harus tahu apa yang sedang aku pikirkan dan mungkin saja Mas Rijal memiliki solusi yang baik untuk jalan keluarnya. Mas Rijal tersenyum dengan sangat lebar, seolah hal seperti ini sudah ditunggu olehnya.

“Mas punya rencana, tapi sebelumnya Mas mau tanya dulu ?” rencana seperti apa yang harus diawali dengan pertanyaan, semoga saja rencananya bukan rencana gila. Aku rasa Mas Rijal berbeda dengan Rara, sepertinya tidak mungkin Mas Rijal memiliki pemikiran yang aneh.

“Kamu siap tidur sekamar sama Mas ?” sejak memutuskan untuk menikah aku sudah memikirkan hal ini. Siap atau tidak tetap saja harus siap. Tapi tetap saja rasanya jantungku berdebar dengan kencang dan tiba-tiba pipiku terasa sangat panas.

"Jangan salah paham dulu ! Maksud Mas kita akan tidur bertiga. Tapi nanti, kamu masuk ketika Rasya sudah tertidur. Lalu nanti, kamu bisa coba memeluk Rasya. Tapi harus hati-hati, jangan sampai Rasya terbangun. Bagaimana, mau coba ?" Dengan rasa penuh percaya diri aku segera menganggukkan kepalaku, rasanya sungguh tidak sabar merasakan kehadiran Rasya dalam pelukanku. Semoga saja dengan jalan seperti ini Rasya bisa nyaman saat di dekatku. Dan semoga trauma yang Rasya alami bisa terkikis bahkan hilang selamanya.


Bersambung

Jadi Bunda [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang