Part 14

79.4K 6.6K 52
                                    

"Ras, semalam aku tidak salah lihat kan ? Aku lihat kamu gendong Rasya di dapur." Aku yang sedang memotong sayuran menghentikan sebentar pekerjaan ku.

"Iya, kok kamu tahu Ra ?" Kali ini akulah yang berbalik bertanya kepada Rara. Saat ini kami berdua sedang membantu Umi memasak di dapur.

"Alhamdulillah, berarti Rasya udah sembuh kan Ras ? Rara benar-benar tidak dapat menyembunyikan perasaan senangnya. Dapat ku lihat, senyum lebar yang tergambar di wajahnya.

"Aku tidak tahu pasti Ra, tapi Alhamdulillah ada sedikit perubahan" Sepertinya Rara sedikit kecewa, tidak ada penyakit yang langsung sembuh semua butuh proses dan waktu.

"Kok kamu jadi kelihatan sedih Ra ?" Aku kembali memandang kearah Rara.

"Bukan begitu Ra, aku bahagia sangat bahagia sudah ada perubahan dari Rasya. Tapi entah mengapa aku juga merasa sedih, berapa lama lagi agar Rasya bisa cepat sembuh" aku sangat tahu Rara sangat menyayangi keponakannya. Ini bukanlah ungkapan rasa kecewanya. Rara hanya sedikit merasa putus asa. Hal yang wajar jika rasa putus asa itu terkadang muncul. Tapi yang harus kita ingat Allah SWT selalu bersama kita.

Segera ku simpan pisau dan sayuran itu. Aku berjalan mendekati Rara, setelah aku berdiri dihadapannya segera ku peluk dia.

"Semangat dong Ra !" Aku membisikan kata semangat di telinga Rara. Rara pun membalas pelukan ku.

"Benar Ras aku harus semangat, kamu aja yang bundanya tidak pernah menyerah. Harusnya aku yang memberikan semangat kepada mu, Ras" aku tersenyum melihat Rara beginilah kami.

"Ayo, kita selesaikan ini, sebelum ada yang datang dan mengomel-ngomel. Kita tidak boleh menunda pekerjaan. Cepat selesai bagian kamu.” Jika bukan karenanya bagianku pasti sudah selesai dari tadi. Rara memang tidak tahu terima kasih, tapi aku tetap menyayanginya.

***
Saat ini aku sedang menyiapkan makanan yang sudah kami masak tadi di meja makan. Abi adalah orang yang pertama kali duduk di kursi makan.

"Mau minum apa Bi ? Teh atau Air putih" aku bertanya kepada Abi.

"Air putih aja Ras, tapi hangat ya air nya !" Ya ampun Bi bilang aja air hangat. Aku segera mengambilkan air untuk Abi.

Saat aku memberikan air tersebut kepada Abi Mas Rijal dan Rasya sudah ada di sana. Baru saja aku akan bertanya kepada Mas Rijal mau minum apa. Tiba-tiba saja mengarahkan tangannya kepada ku minta untuk digendong. Segera saja aku mengambil Rasya dari mas Rijal.

"Mas mau minum apa ?" Rasya sudah menyandarkan kepalanya di bahuku. Mas Rijal dan Abi tersenyum melihat kearah ku. Mereka pasti bahagia melihat perubahan Rasya.

"Duduk sini Ras, nanti Mas ambil sendiri. Nanti kamu susah kalau ambil minum sambil gendong Rasya." Sudah ku pastikan pasti Mas Rijal berkata seperti itu.

"Enggak apa-apa, Mas mau minum apa?" Aku tidak menyerah dan kembali bertanya kepada Mas Rijal. Menggendong Rasya dan melayani mas Rijal menjadi kebanggaan tersendiri bagi ku.

"Air hangat aja" aku segera pergi mengambil air untuknya. Satu tangan ku ku gunakan untuk mengambil air, dan satu lagi ku gunakan untuk menyangga tubuh Rasya, yang ada di gendongan ku.

"Alhamdulillah, cucu nenek" umi datang menghampiri kami, dapat ku lihat matanya berkaca-kaca. Umi pasti terharu melihat Rasya kini. Meski Rasya tidak menghiraukannya.

"Biar Umi aja yang ambilkan minumnya" jelas saja aku menolaknya, aku merasa tidak enak jika umi yang menggantikan aku.

"Biar Rara aja mi, Rara segera mengambil gelas yang sedang ku pegang tadi. Aku segera membetulkan posisi Rasya yang berada dalam gendongan ku.

Tangan umi terus saja mengelus kepala Rasya. Rasya sendiri menyembunyikan wajahnya di leher ku. Aku dapat merasakan eratnya genggaman Rasya di baju ku. Aku tahu sepertinya sekarang Rasya mulai merasa tidak nyaman.

Bukan cuma aku merasakan perbedaan Rasya, Umi pun segera berhenti mengelus kepala Rasya. Meski sedikit merasa sedih Umi tetap saja tersenyum.

***

Akhirnya kami semua berkumpul dimeja makan. Meski tadi aku sempat ragu untuk menyuapi Rasya, aku senang karena Rasya tidak menolak. Rasya makan dengan lahap.

Pagi ini, sarapan kami diliputi dengan perasaan bahagia. Semua orang tersenyum melihat Rasya. Meski Rasya belum mengeluarkan sepatah kata pun saat bersama ku. Aku yakin Rasya sudah dapat menerima kehadiran ku.




Bersambung

Jadi Bunda [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang