Saat aku terbangun, Mas Rijal sudah tertidur di samping Rasya, aku tidak tahu kapan dia pulang. Posisi tidur Rasya masih menghadap ke arahku. Dengan gerakan pelan aku mencoba untuk bangun. Tenggorokanku terasa sangat kering, namun sayang aku lupa menaruh air putih di kamar. Meski gerakanku pelan Rasya tetap saja terbangun. Kedua matanya berkedip menyesuaikan cahaya yang masuk. Aku tersenyum melihatnya, Rasya terlihat sangat lucu.
"Bobo lagi dek, itu ada Ayah" Rasya tidak berbalik, dia malah tetap memandang ke arahku. Aku kembali duduk dipinggir ranjang. Mengusap rambut Rasya berharap dia tertidur kembali. Namun sayang tidak ada tanda-tanda Rasya akan tertidur kembali, kedua matanya terus saja melihat ke arahku.
"Bunda haus dek, mau ambil minum dulu. Adek tidur lagi ya, sama Ayah !" Aku benar-benar tidak bisa menahan rasa hausku. Tidak ada jawaban dari Rasya tapi tetap kedua matanya melihat ke arahku. Haruskah aku tinggalkan dia, meningkat Mas Rijal ada di sampingnya aku rasa tidak apa-apa.
"Tunggu sebentar ya Dek" aku mencoba kembali berdiri, namun ujung bajuku dipegang erat oleh Rasya. Rasya sekarang telah duduk di ranjang kedua tangannya direntangkan, seperti meminta untuk digendong. Semoga saja dugaan aku benar.
“Adek mau ikut sama Bunda ?” Rasya tidak menjawab, tapi kedua tangannya masih dalam posisi yang sama. Aku memberanikan diri untuk menggendong Rasya. Begitu aku gendong Rasya langsung menyandarkan kepalanya pada bahuku. Aku tidak dapat menggambarkan seberapa bahagianya. Saking bahagianya rasanya aku ingin menangis, aku hirup aroma khas bayi dalam tubuh Rasya. Ini benar-benar nyata Rasya sekarang sedang aku gendong.
Sesampainya di dapur aku segera mengambil air lalu meminumnya. Rasya masih menyadarkan kepalanya pada bahuku.
“Adek mau minum susu ?” dapat kurasakan anggukan kepala Rasya.
“Oke, tapi sekarang Adek tunggu di sini dulu ya, bunda mau membuatkan susunya sebentar.” Kembali Rasya menggelengkan kepalanya, sepertinya Rasya tidak ingin turun dalam gendonganku.
" Nanti bunda susah buatnya, Adek duduk sebentar di sini. Bunda janji tidak akan lama" Rasya menganggukan kepalanya, meski terlihat sangat terpaksa. Mau bagaimana lagi, karena aku akan berurusan dengan air panas, aku takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Aku usap rambut hitam Rasya, sekarang aku terlihat seperti seorang ibu yang sebenarnya. Segera aku buatkan susu coklat kesukaannya.
Aku berdiri di depan sebuah dispenser, tiba-tiba kurasakan ada sebuah pelukan pada kaki. Ternyata Rasyalah pelakunya, aku tidak menyadari kapan Rasya turun dari kursi.
"Adek kenapa ? takut ?" Tidak ada jawaban darinya dia terus saja memeluk kakiku dengan erat. Segera aku taruh gelas susu Rasya yang sudah terisi, lalu aku lepaskan tangan Rasya yang membelit kakiku, setelah itu berjongkok di hadapannya. Kali ini Rasya memeluk leherku dengan erat. Aku mencoba untuk berdiri dengan Rasya yang berada dalam gendonganku. Satu tangan aku gunakan untuk membawa segelas susu tadi. Aku kembali berjalan menuju sebuah kursi, dan duduk di sana.
" Dek, ayo diminum" Rasya duduk di pangkuanku, lalu Rasya meminum susu tersebut. Rasya meminumnya dengan sangat cepat.
"Pelan-pelan sayang" Rasya memberikan gelas kosong kepadaku. Aku hanya tersenyum melihatnya. Segera aku taruh gelas kosong tersebut di tempat cuci piring. Dan segera kembali menuju kamar, biar besok saja aku mencuci gelas tersebut. Dalam perjalanan menuju kamar dapat aku rasakan ada sedikit beban, sepertinya Rasya sudah kembali tertidur.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Bunda [TERBIT]
ChickLit{Novel Tersedia di shopee jaksamedia dan rrains.store} Sebagian besar part telah di hapus, hanya 1-14 saja yang tersedia. Mungkin kisah ini akan terdengar klise di telinga kalian. Bukan cerita tentang turun ranjang atau sejenisnya. Hanya cerita tent...