ten

1K 81 10
                                    

Nobi Tamako memandangi Nobita dengan alis bertaut dan kedua tangan bersilang di depan dada.

"Kamu sudah tidak menghubungi kami sejak pulang dari bulan madu, dan sekarang tiba-tiba saja kamu datang ke sini?" tanyanya. "Ada apa sebenarnya?"

Nobita mengusap leher. "Maaf. Aku langsung disibukkan dengan pekerjaan kantor—"

"Terlalu sibuk untuk menghubungi orang tuamu sendiri?" Ujung uwabaki Ibunya mengetuk lantai kayu dan otomatis membuat jantung Nobita mengikuti iramanya. "Apa keluar dari rumah ini membuatmu melupakan kami?"

"Bukan begitu, tapi—" Nobita langsung menghentikan kata-katanya saat itu juga. Ia sudah cukup lelah setelah pertengkaran terakhirnya dengan Giant. Berdebat dengan ibunya hanya akan memperburuk suasana hatinya. "—maaf."

Tamako mendesah. Kerutan di dahinya berkurang. "Ibu tahu kalau kau sudah cukup besar untuk mengurus dirimu sendiri, tapi bukan berarti Ibu bisa langsung berhenti mencemaskanmu begitu saja, kan?"

Nobita mengangguk. "Maaf."

"Ngomong-ngomong, di mana Takeshi?" Mata Tamako kini beralih ke belakang punggung Nobita. "Apa dia tidak mengantarmu?"

Nobita menggeleng. "Tidak. Dia sedang pergi dengan Suneo."

Dalam hati, ia memuji dirinya sendiri karena bisa mengucapkan kata-kata itu tanpa merasa cemburu sedikit pun. Lucu juga, karena baru beberapa hari yang lalu reaksinya sama sekali berbeda.

"Eh? Apa kalian bertengkar?"

Nobita menggeleng lagi. "Kami memang sempat bertengkar sedikit, tapi itu sudah lewat," katanya cepat. "Aku ke sini untuk minta bantuan Ibu."

"Bantuan apa?"

Nobita tersenyum kecil. "Kita bicara di dalam saja," katanya. "Apa Ayah ada di rumah? Aku bawa bir kesukaannya."

Tamako mendecak. "Harusnya tidak usah dibelikan saja. Ayahmu itu sudah terlalu banyak minum bir." Tapi bahkan Nobita tahu kalau ibunya tidak sungguh-sungguh marah saat mengucapkan hal itu. Dengan senyum, didorongnya pundak ibunya ke dalam dan ditutupnya pintu depan.

"Ngomong-ngomong, Bu, apa Ibu punya resep masakan yang bisa kupakai di rumah?"

.

.

"Jadi kalian benar-benar sudah berbaikan?" tanya Suneo. "Malam itu juga?"

Giant mengangguk. Ia tidak bisa berhenti tersenyum sejak tadi.

"Jadi Nobita tidak menyalahkanku, kan?" Suneo mengejar lagi. Nada suaranya terdengar was-was. "Aku tidak akan kena masalah gara-gara ini, kan?"

Giant terbahak. "Tenang saja. Semuanya sudah beres."

Suneo menghela napas lega. "Untunglah. Aku jadi tidak bisa tidur semalaman gara-gara kejadian malam itu."

Giant hanya menyeringai di balik jemarinya. Ia tidak bisa bilang pada Suneo kalau pada malam yang sama, keduanya bisa berpelukan dalam tidur untuk pertama kalinya setelah satu minggu yang dingin.

Cepat-cepat ia mengalihkan pembicaraan. "Ngomong-ngomong, kapan kamu mau mengajak yang lain? Untuk reuni?"

Suneo meringis. "Aku berniat mengajak Dekisugi, tapi aku, kan, tidak mau acara reuni kita berubah jadi ring tinju."

"Sudah kubilang, semuanya sudah beres," kata Giant gemas. "Aku tidak keberatan kalau kamu mau mengajak Dekisugi."

"Bahkan kalau ternyata dia menyukai Nobita?"

Senyum Giant menyusut sedikit, tapi kembali mengembang dalam hitungan detik. "Tentu saja," katanya. "Toh, pada akhirnya Nobita paling menyukaiku."

Suneo hanya mendengus sembari menyeruput ramennya. "Kau benar-benar tidak mau pesan?"

Giant menggeleng. Senyumnya melebar. "Aku ingin mengosongkan perutku dulu."

Suneo ternganga. "Hah? Kenapa?"

"Soalnya aku sudah janji pada Nobita untuk menghabiskan apa pun yang dia masak hari ini."

Suneo terpana. Padahal baru beberapa hari yang lalu Giant datang padanya dengan wajah suram, dan sekarang mukanya berseri-seri seperti habis menelan matahari.

Di satu sisi ia jadi lega, tapi di sisi lain, ia jadi sedikit memahami perasaan Giant hari itu.

Ia mendengus lagi. "Kau ini benar-benar beruntung, ya," gerutunya. "Aku jadi iri."

Giant mengerjap. "Eh? Apa?"

Suneo cepat-cepat menggeleng. "Tidak. Lupakansaja."


Glosarium:

Uwabaki: jenis sandal Jepang yang dipakai di dalam ruangan di rumah, sekolah, atau bangunan lain yang melarang penggunaan sepatu jalan di dalamnya.


TAMAT

Akhirnya selesai juga~ makasih banyak untuk teman-teman yang udah sangat antusias mengikuti cerita ini sampai akhir! Makasih banyak juga untuk Kak Aphin yang udah request cerita ini, dan mengizinkan saya untuk kembali mengaduk-aduk memori masa kecil (dengan bumbu dewasa, tentu saja). XD mudah-mudahan kalian semua menikmati cerita ini sama kayak saya, yaaaa!

Oh iya, seperti yang kalian tahu, cerita ini adalah hasil commission. Kalau teman-teman kepengin saya menulis cerita dengan pair kesukaan kalian, atau punya ide yang nggak bisa kalian tuangkan sendiri, mungkin kalian bisa coba menghubungi saya. :3 slot akan saya buka bulan April, jadi kalian masih punya waktu buat memilah ide dan menyiapkan uang!

 :3 slot akan saya buka bulan April, jadi kalian masih punya waktu buat memilah ide dan menyiapkan uang!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nah, sampai ketemu di cerita-cerita berikutnya!


Xoxo,
Ayame


[COMMISSION] Shitto-GiantNobi fanficTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang