Dulu hatiku terasa sakit ketika menyaksikan keromantisan antara mereka, namun saat ini aku sangat bersyukur karena Allah telah mengabulkan do'aku untuk menghapus perasaan yang harus segera dilepaskan. Dan sekarang aku ikut merasakan bahagia atas kebahagiaan rumah tangga mereka.
_Bidadari Kedua_
By:ghina_alfajri
🌸🌸🌸
"Kita ke kantin dulu aja, yuk. Udah laper banget nih," kata Bella dengan wajah memelas sambil memegangi perutnya. "Eh tapi apa lebih baik sholat dulu ya, Qi?" tanyanya berubah pikiran."Kita sholat dulu aja, Bel" sahutku.
"Tapi nanti kalau sholatnya jadi gak khusyuk karena perut terus keroncongan, gimana?"
"Emang kalau perut sudah terisi akan menjamin sholat kita khusyuk?"
Bella diam sejenak lalu menggelengkan kepala. Memang bukan hal yang mudah khusyuk dalam menjalankan sholat. Apalagi hal yang membuat kita sulit khusyuk karena hal duniawi. Mungkin hanya pada awal saja dapat menghadirkan hati mengiringi sholat, setelah takbiratul ihram ada saja hal yang melintas dalam pikiran. Bahkan jika lupa akan keberadaan sesuatu, saat sholat bisa tiba-tiba ingat. Astagfirullah, aku.
Adzan dzuhur baru saja berkumandang. Dengan merdu dan lembut di lantunkan oleh muadzin. Suaranya berhasil memberikanku rasa tenang dan nyaman. Entah siapa pemilik dari suara ini, yang jelas ini adalah kali pertamaku mendengar suaranya menghiasi speaker masjid kampus.
"Siapa yang barusan mengumandangkan adzan, Qi? Suaranya adem banget kayak ubin masjid," kata Bella yang ternyata merasakan hal yang sama denganku.
"Gak tau, Bel," jawabku dengan jujur.
Setelah berwudhu dan melakukan sholat berjamaah aku keluar dari masjid lebih dulu, karena Bella saat ini tengah sibuk memakai riasan wajah yang tak pernah dia lewatkan. Berbeda dengan aku yang tidak biasa memakai riasan dan hanya memakai sunscreen untuk melindungi kulit dari paparan sinar matahari.
Sembari menunggu Bella yang belum selesai aku mengeluarkan handphone dari dalam tas. Membuka file referensi skripsi untuk kembali mempelajarinya. Minggu depan waktunya untuk mengajukan judul skripsi. Semoga saja dosen memberikan persetujuannya untuk judul yang sudah aku pikirkan matang-matang ini.
"Kelas kamu sudah selesai, Qi?"
Aku mendongakkan kepala saat suara bariton terdengar mengajukan pertanyaan kepadaku.
"Eh, iya sudah Pak."
Entah sejak kapan Pak Zain berdiri tak jauh dari tempat aku duduk. Terlihat tangannya sedang sibuk melipat lengan kemeja panjangnya.
"Jadi jenguk Zahra?"
"Insya Allah jadi, Pak. Tapi saya sama Bella mau ke kantin dulu untuk makan siang."
"Iya, silahkan. Kalau sudah selesai kamu bisa hubungi saya."
"Baik, Pak."
Setelah itu Pak Zain memakai sepatunya dan melenggang pergi.
"Woy!" Seseorang memegang pundakku cukup keras. Sebelum melihat wajahnya pun aku sudah tahu siapa pelakunya yang bukan saja membuatku hampir jantungan tapi juga membuat pundakku sakit. Siapa lagi kalau bukan Bella si raja jahil.
Dia hanya cengengesan saat melihatku mengusap-usap dada.
"Yuk ah ke kantin sekarang. Aku udah lemes banget nih." Dia langsung menarik tanganku dan menyeret ku untuk mengikuti langkahnya. Soal makan Bella memang orang yang paling bersemangat. Seperti tidak ada kata kenyang untuknya. Namun anehnya sebanyak apapun dia makan badannya tetap terlihat ideal, seperti tidak menambah berat badannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari kedua
SpiritualSebenarnya bukan takdir yang salah namun aku yang terlalu berharap kepada selain-Nya. Hingga Allah menegurku dengan memberikan rasa pedih dari sebuah pengharapan kepada makhluk-Nya. Aku salah karena telah mempersilahkan dia masuk dan bersemayam di h...