Dulu aku pernah mencintai seseorang dengan begitu dalam hingga pada akhirnya aku tenggelam dalam kubangan kesakitan. Rayuan yang selalu aku langitkan kepada Sang Pemilik hati pun terhenti. Angan yang selalu aku harapkan telah jatuh dan runtuh.
_Bidadari Kedua_
By:ghina_alfajri
🌸🌸🌸
Aku melirik arloji kulit berwarna cokelat di lengan kiri. Dua puluh menit lagi kelas akan di mulai akan tetapi aku masih di rumah menunggu kakak keduaku yang akan mengantar. Sudah dari tadi aku terus mondar mandir di teras rumah. Ternyata butuh kesabaran penuh bagiku untuk menunggunya. Jika dari tadi aku di perbolehkan menaiki angkutan umum mungkin saat ini aku sudah duduk manis di kelas.
"Kamu belum berangkat juga Dek?" tanya Bang Abram, kakak pertamaku yang tiba-tiba saja sudah berdiri di sampingku.
Air keringat membasahi keningnya. Lari pagi adalah rutinitas yang Bang Abram lakukan. Karena sering berolahraga maka tidak aneh jika kakakku ini mempunyai postur tubuh yang ideal. Perut kotak-kotak seperti roti sobek yang meresahkan bagi kaum hawa.
"Udah Bang. Yang di sini cuma jin qorin nya."
"Ih serem amat." balas Bang Abram sambil bergidig.
"Lagian Abang pake tanya segala. Kalau Qilla udah berangkat gak mungkin Qilla masih ada di sini," jawabku jutek menumpahkan kekesalanku kepadanya. Maafkan adikmu yang sedang naik darah ini Bang.
"Loh kok marah? Abang kan cuma nanya kenapa kamu belum berangkat. Lagi PMS ya?" Bang Abram menarik napasnya dalam-dalam. "Abang tau cara meredakan emosi saat PMS."
Aku mengerutkan kening melihat Bang Abram yang meletakan tangan kanan ke arah ketiaknya yang terbuka karena dia hanya mengenakan kaos buntung. Dan tiba-tiba saja tangan yang telah dia letakkan di ketiak menerjang wajahku dengan cepat.
"Aaahhhhh.... Bang Abram ih jorok! Bau tau!" Aku memukul lengannya dengan keras. Bukannya memperbaiki mood ku Bang Abram malah memperburuknya. Dan dia terlihat bahagia sekali melihat aku naik darah, dia tertawa terbahak-bahak sekarang. Sungguh menyebalkan.
"Bang! Qilla mending beli motor metic aja ya, biar bisa berangkat kemana-mana sendiri," rengek ku agar di izinkan membeli motor, "Tabungan Qilla kayaknya cukup kok."
Terlihat dia menggelengkan kepala dengan wajah yang tiba-tiba berubah menjadi datar. Sudah dari awal masuk kuliah aku meminta izin untuk membeli motor akan tetapi kedua kakakku dengan kompak selalu menolak permintaanku.
"Kan masih ada Abang yang nganterin."
"Bang Abram kan harus ngejagain Mbak Meira yang lagi hamil tua." Masih saja aku berusaha membujuk agar di berikan izin untuk berkendara sendiri.
"Masih ada Ammar."
"Bang Ammar suka lama," balasku yang masih keukeuh dengan keinginanku.
Aku tahu mereka tidak ingin aku berkendara karena mengkhawatirkan keselamtanku. Karena kecelakaan lalu lintas adalah penyebab kami harus kehilangan sosok Ayah.
Ayahku mengalami kecelakaan lalu lintas sepulangnya bekerja saat aku masih dalam kandungan. Dan ibuku meninggal beberapa jam setelah melahirkanku karena pendarahan. Meskipun sedari lahir aku telah kehilangan sosok ayah dan ibu namun aku sangat beruntung karena kedua kakakku selalu berperan sebagai orang tua untukku, membuatku tidak kekurangan kasih sayang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari kedua
SpiritualSebenarnya bukan takdir yang salah namun aku yang terlalu berharap kepada selain-Nya. Hingga Allah menegurku dengan memberikan rasa pedih dari sebuah pengharapan kepada makhluk-Nya. Aku salah karena telah mempersilahkan dia masuk dan bersemayam di h...