4

33 4 0
                                    

Warning ⚠️⚠️⚠️
Tinggalkan jejak disini dengan cara vote dan komen sebagai bentuk menghargai tulisan ini. Jangan mau jadi silent reader. Karena vote dan komen itu gratis kok :)

🕊️🕊️🕊️

"Jadi gimana Kak, apa Kak Barra sudah memiliki calon pendamping?" tanya Zahra ketika ikut bergabung dengan Zain dan Barra di ruang tamu. Dia baru saja mengantar Aqilla dan Bella ke depan rumah.

Mendengar pertanyaan yang sudah sering Barra dengar hingga membuatnya bosan, dia merasa malas untuk menjawabnya.

Barra menaikkan kedua bahunya tanpa berucap sepatah katapun. Segera menikah tidak ada dalam list rencananya saat ini. Dia masih menikmati kesendiriannya. Tidak ingin pusing dengan kerumitan rumah tangga.

"Dari sekian banyak teman perempuan apa tidak ada satu pun yang membuat Kakak tertarik?"

Barra menggeleng.

"Makanya Kak Barra jangan terlalu sibuk dengan pendidikan dan pekerjaan. Luangkanlah waktu untuk mencari calon istri. Kak Barra pasti tahu kan selain sebagai sunnah Rasulullah menikah itu menjadi penyempurna separuh agama kan? Jadi jika di rasa sudah siap akan lebih baik di lakukan secepatnya, iya kan Mas?" Zahra menatap Zain, dia membutuhkan dukungan untuk menguatkan pernyataannya ini.

Zain mengangguk. "Apa Kak Barra mau coba aku kenalkan dengan temanku yang sedang mencari pendamping juga?" kata Zain memberi saran.

"Apa tidak ada pembahasan lain yang lebih menarik lagi? Saat ini aku sedang tidak berminat untuk membicarakan ini," keluh Barra.

"Kenapa begitu? Aku sangat ingin melihat Kak Barra hidup bahagia bersama orang yang Kak Barra cintai."

Seketika tubuh Barra membeku.

"Aku akan sangat bahagia ketika aku melihat Kak Barra dapat membangun keluarga yang harmonis, meraih impian Kak Barra bersama pasangan dan mengejar ridho Allah untuk bisa sampai di tujuan yang sama yaitu surga-Nya."

Barra menatap wajah Zahra yang terlihat serius. Zahra benar-benar ingin melihat dirinya hidup dengan bahagia.

"Apa Kak Barra mau mencoba berkenalan dengan teman Mas Zain? atau —" Zahra menggantung ucapannya. "Aku rasa Kak Barra dan Aqilla terlihat cocok."

Mata Barra membelalak ketika Zahra menyebut nama Aqilla. Wanita yang dari awal terus mengajaknya bertengkar.

Wajah Zahra menjadi cerah saat kembali mengingat Aqilla. Menurutnya dengan keributan-keributan kecil yang dilakukan oleh Aqilla dan Barra tadi terlihat sangat menggemaskan. Mungkin akan ada cinta yang menyelinap di balik kerecokan mereka.

"Apa Kak Barra mau kenal Aqilla lebih jauh? Selain memiliki paras yang cantik Aqilla adalah perempuan yang mandiri, berakhlak baik dan juga muslimah yang ta'at. Aku yakin Aqilla akan menjadi istri yang sholihah dan ibu yang hebat untuk anak-anaknya nanti."

Barra terdiam. Dia tidak memberikan tanggapan apapun untuk perkataan Zahra.

🕊️🕊️🕊️

AQILLA POV

Hari telah berganti. Indahnya cahaya bintang dan rembulan kini tergantikan dengan cerahnya matahari. Rutinitasku di pagi hari sebelum berangkat kuliah atau bekerja adalah menyiapkan sarapan, di temani oleh Mbak Meira, kakak iparku. 

Setelah menikah Bang Abram membangun rumah di samping bangunan yang aku dan Bang Ammar tinggali. Meskipun Bang Abram orangnya terlihat dingin dan cuek tapi sebenarnya dia mempunyai hati yang lembut. Bang Abram bilang dia tidak bisa meninggalkanku begitu saja. Menurutnya aku masih menjadi tanggung jawabnya, yang harus dia jaga dan lindungi. Dari aku kecil dia memang telah berperan sebagai orang tua bagiku.

Bidadari keduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang