Aku menarik napas panjang. Mencoba untuk tidak tersulut emosi atas panggilan yang di lontarkan oleh pria di depanku. Entah atas dasar apa dia memanggilku dengan sebutan itu.
"Mbok! Kok malah diem aja. Zahra nya ada?" dia kembali bertanya.
"Mbak Mbok Mbak Mbok," gerutuku dengan suara yang pelan. Tapi aku yakin pria itu pasti mendengar ucapanku.
Aku menghembuskan napas dengan kasar. "Ada Om," kataku penuh tekanan.
"Om?!" Dia menautkan kedua alisnya. "Saya rasa saya tidak pernah menikah dengan tante kamu," protesnya.
Dia pikir kenapa aku bisa memanggilnya dengan sebutan Om? Dia sendiri kan yang lebih dulu memanggilku dengan sebutan yang baru pertama kali aku terima.
"Iya sih anda belum pernah menikah dengan tante saya tapi karena wajah anda yang menggambarkan sosok Om Om pada umumnya jadi gak ada salahnya kan saya memanggil anda Om?" cecarku tak mau kalah.
"Saya keberatan dengan sebutan itu."
"Om kira saya senang mendapat panggilan Mbok?"
"Karena ka—"
"Kak Barra!"
Suara Zahra terdengar berada di belakangku membuat pria di depanku ini menghentikan ucapannya. Aku pun menoleh ke arah belakang dan benar saja Zahra berada tak jauh dari tempat aku berdiri.
"Kak Barra kapan pulang? Kenapa gak bilang sama Zahra?" aku menggeser tubuhku agar tidak menghalangi Zahra yang menghampiri pria bernama Barra itu.
"Baru kemarin aku sampai di Indonesia. Dan cepat cepat kesini karena ingin segera bertemu keponakanku."
Keponakan? Apa pria di depanku ini kakaknya Zahra yang pernah Zahra ceritakan?
"Kalau kakak bilang akan pulang aku kan bisa jemput kakak di Bandara. Ohya kak kenalin ini Aqilla, sahabatku." Zahra menoleh ke araku. "Qi kenalin ini kakakku, Kak Barra."
Aku hanya menganggukkan kepala. Bagaimana bisa kakak beradik ini mempunyai kepribadian yang jauh berbeda. Zahra yang lemah lembut ini ternyata memiliki kakak yang sangat menyebalkan.
"Ra, aku kebelakang dulu ya."
Tanpa ingin berlama-lama lagi, aku segera berjalan ke arah dapur menghampiri Bella dan Bi Sri yang masih menyiapkan minuman.
****
"Kenapa Qi kok mukanya kusut gitu kayak baju belum di setrika?" tanya Bella saat aku membantunya memotong buah apel yang tadi kita beli.
"Gak papa, cuma sebel aja sama cowok di depan."
"Cowok? Cowok yang mana? Tadi tamu yang di depan siapa?"
"Kakaknya Zahra."
"Hah?! Yang bener kamu Qi. Maksud kamu Kakak tiri Zahra yang selama ini kuliah di Jepang?"
"Iya mungkin."
Dulu Zahra pernah bercerita setelah ayah kandungnya meninggal dunia saat dia berumur 15 tahun ibunya menikah lagi dengan pria yang mempunyai anak tunggal laki-laki yang berumur 22 tahun. Saat Zahra mulai masuk perguruan tinggi kakaknya pun ikut melanjutkan pendidikan S3 nya di Jepang. Setelah itu kakaknya tidak pernah kembali ke Indonesia begitu pun saat Zahra menikah. Oleh karena itu baik aku maupun Bella belum pernah bertemu dengan kakak tiri Zahra.
"Terus kamu kenapa tiba-tiba sebel sama dia?"
Aku beralih menatap Bella dengan tatapan yang serius.
"Kamu tahu dia memanggilku dengan sebutan apa?" kataku dengan mendekatkan wajah ke arah Bella.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari kedua
SpiritualSebenarnya bukan takdir yang salah namun aku yang terlalu berharap kepada selain-Nya. Hingga Allah menegurku dengan memberikan rasa pedih dari sebuah pengharapan kepada makhluk-Nya. Aku salah karena telah mempersilahkan dia masuk dan bersemayam di h...