Pagi ini, aku akan bertemu dengan seorang wanita. Aku tak pernah mengenal wanita itu, namun gerak gerik wanita serba hitam itu seperti pernah hampir dan singgah diantara perjalanan hidupku.
Masih ada waktu 30 menit menuju restoran yang akan kami datangi. Kulihat, jalanan nampak ramai meskipun jam menunjukkan pukul 08.30.
Hampir 2 bulan, aku bersikap acuh dengan Farikha. Aku mencintainya namun, semua rasa itu kini sirna tergantikan oleh penyesalan.
Lampu merah dan segala kemacetan menghambat perjalananku. Mau dikata apa, kota pengadu nasib memang selalu ramai.
Aku mengusir rasa kantuk dan bosanku, memandang sisi kanan jendela dari tempat dudukku. Sebuah mobil dengan kaca transparan itu, mengalihkan kantukku menajadi sebuah fokus.
Di dalam sana, ada seorang wanita berpakain serba hitam. Dan tak lupa dengan pahatanwajah yang begitu asri dimataku. Sial! Sebuah klakson berbunyi, pertanda aku telah lama memandang sosok wanita yanga da di samping mobilku.
Kini, aku telah sampai dimana restoran yang akan menemukanku dengan seorang wanita. Dan aku melihat sebuah mobil tadi, aku tak sengaja emnghafalkan plat nomor mbilnya.
Segera kutepis semua rasa curigaku dan beranjak menuju tempat yang dijanjikan wanita itu. Dan aku bertemu lagi dengan wanita itu, disebuah meja no 2 .
Wanita itu, dia begitu mirip dengan seorang yang pernah mengisis hatiku. Tepatnya 3 tahun yang lalu. Mungkinkah dia? Tidak !! Bisa bisanya aku mempercayai reinkarnasi.
Dua insan itu duduk diam berhadapan. Tak ada sedikitpun kata pepatah yang meluncur dari kedua orang itu. Wanita serba hitam itu memakai topi hingga menutupi sebagian wajahnya. Sedangkan Arkana duduk menyender dan tangan sedekap. Tak lupa dengan tatapan tajamnya yang begitu menusuk.
Tak lama, waiters datang dengan beberapa pesanan. 2 posri seafod, nasi goreng satu porsi dan dua coklat panas. Arlana dan gadis itu menyantap makanan dengan khidmat.
"Bagaimana kabarmu?" Tanya wanita misterius.
Arkana berhenti menyuapkan sepotong daging ke mulutnya, ia menaruh garpu dan pisaunya. Lalu ia menatap lekat wanita yang kini tengah makan bersamanya.
Suara itu, ia kenal dengan sura lembut nan penuh kasih sayang. Suara yang telah lama hilang, suara yang pernah memberinya sebuah titik terang kehidupan dna suara yang selalu ia rindukan.
Kini wanita itu membuka topinya, ia menampilkan pahatan wajah yang begitu asri tanpa ada yang berubah sedikitpun. Wanita itu masih memakai hijabnya, namun Arakana berfikir mungkinkah ia tengah bermimpi. Jika benar, mengapa ia begitu kesakita ketika ia mencubit lengannya.
"Siapa anda?" Tanya Arkana yang kini duduk nampak tegang melihat wanita dihadapannya.
Wanita itu tak menjawab barang sekata pun, wanita itu hanya tersenyum manis hingga menampilkan deretan gigi putih yang tertata rapi.
"Siapa Anda" tanyanya sekali lagi dengan mengertakkan gigi. Dan wanita itu masih saja tersenyum manis.
"Apakah kamu mengenal saya?" Wanita itu hanya mengangguk dan masih dengan senyuman yang sama.
Kini wanita itu tak lagi memandnag Arkana, ia kini memandang jam. Sudah pukul 11 sianh, wanita misterius itu pamit undur diri.
Sepeninggalnya wanita itu, Arkanan masih memutar otak mencari tahu siapa wanita itu. Dilihatnya, diatas meja itu ada sebuah kertas nama. Mungkin dengan ini, ia bisa mencari tahu kebenaran wanita misterius itu.
Arkana kini kembali ke Kantor dan mengerjakan tugas yang sempat menumpuk dijam sebelumnya. Disisi lain, Farikha tengah berjalan mondar mandir seperti ada yang ia khawatirkan.
Siang kini berganti malam, Arkana kini merapikan berkas berkas penting yang akan ia rapatkan bulan depan. Diambilnya jas dan kunci mobil dan bergegas untuk pulang.
Pukul 8 malam, ia sampai di pekarangan rumah. Lampu ruang dalam masih menyala, terlihat dari jendela yang memancarkan sinyal.
Ia mengetuk pintu sebanyak 3 kali, namun tak urung farikha membukanya. Ia berjalan mencari farikha, ia berdiri dengan diam melihat sang istri.
Farikha, wanita itu tengah bertelfonan dengan seseorang. Ia duduk membelakangi Arkana tepatnya di ruang dapur.
Arkana menghampiri sang itri dnegan langkah yang begitu pelan, ia mendengar semua pembicaraan antara farikha dengan seorang dibalik panggilan itu.
Farikha menyadari jika sang suami tengah menyusulnya, cepat cepat ia memutuskan telfon dan berlagak seperti tak terjadi apa apa. Ia memutuskan sambungan telefon dan merapikan bajunya yang nampak masih bersih.
Farikah membalikkan badan, ia memeluk sang suami dan tak lupa dengan sebuah kecupan manis di pipi. Arkana sama sekali tak membalas pelukan Farikha, ia hanya berdiri diam dan kedua tangannya dimasukkan kedalam saki celana.
"Mas, makan yuk. Farikha udah bikin sambel geprek kesukaan mas" Ujarnya sembari mensrik lengan Arkana untuk mengikutinha.
Frikha dan Arkana menikmati makanan dengan khidmat, sedsri pulang Arkana tak membuka sebuah topik untuk sekedar bincang agar rindu diantara mereka terbalas barang secuilpun. Namun entaj bagaiman, Arkana memilih diam daripada berbicara yang nantinya hanya amarah yang menguasai kedua insan ini.
Setelah makan malam, Arkana beranjak untuk membersikha badan. Setelahnya ia kembali ke ruang kerja pribadinya dan disusul oleh Farikha yang membawa dua cangkir berisi teh dan kopi untuk Arkana.
Farikah mengeluk rambut Arkana begitu sayang, ia juga mencium pipi Arkana. Bukanya senang, Arkana menatap sinis snag istri .
"Mas, kamu sebenarnya kenapa?" Tanya Farikha.
Cukup lama ia memendam semua rasa yang tak bisa ia ungkapkan, kini ia ingin semua yang menajdi henteng diantara dirinya dan Ariana sirna dan kembali seperti kehidupan semestinya.
Arkana masih duduk di kursinya, lalu ia memutar kursi dan kini ia berhadapan dengan sang istri. Ia mengehembuskan nafas Kasar bercampur lelah. Ia memijat pelipisnya, begitu rumit untuk menyatuka segala pazel yanh entah sampai kapan ia mampu menyelesaikannya.
"Harusnya saya yang bertanya kepadamu Farikha, saya telah rela meninggalka cita cita demi kamu. Namun apa yang kamu balas padaku?" Ujar Arkana membuat Farikha terkejud. Namun ia begitu cepat menutupi rekasi keterkejutannya.
"Balasan apa mas? Saya mencintaimu mas. Kemarin kita baik baik saja dan hidup tentram dan nyaman. Apa yang membuatmu seperti ini padaku?"
"Seperti apa?" Sarkasnya
"Kau.....kau menjauhiku... aku seperti sebuah racun yang kau hindari" ujar Farikha.
"Kau memang racun farikha, ahhhh bukan racun lagi. Melainkan sebuah bom yang menjelma, kau bisa menutupi kapan bom itu akan meledak. Namun kau tak bisa menghindar jika satu per satu jejakmu mampu aku rangkai. Tidurlah, aku ingin bekerja"
Setelah pertengkaran kecil itu, hubungan Arkana dan Farikha semakin merenggang. Farikha kini tak lagi melayani Arkana, begitu juga Arkana tak pernah menganggap Farikha ada sejak ia mengetahui ada sebuah bom.
Thank you : )
Salam Buta💛
KAMU SEDANG MEMBACA
BUTA (TERBIT)
Teen Fiction❗❗❗❗REMEMBER ❗❗❗❗ Beberapa part akan mulai dihapus pada bulan maret Buta mengajarkan segala hal pada warna warni dunia. Beribu makna namun sulit tuk diresap dan berdiri kokoh. Layaknya air beralas daun talas, terombang ambing seperti buih dalam laut...