BAB 14

28 6 0
                                    

Suki membawaku masuk ke rumah Pendeta yang menolongku. Terkadang aku melihat beberapa sosok anak-anak berlarian ketika masuk ke dalam rumah ini. Tawa riang dan senyum ceriah sosok-sosok itu berwajah pucat dan beretak. Aku melirik pada suki di sebelah, pernah suki mengatakan bahwa dirinya tidak bisa melihat hantu hanya mendengarlah dia bisa. Mungkin sekarang Suki mendengar suara dari sosok anak-anak yang berlarian di depan puluhan kaki dariku.

"Aku tahu kau melihat mereka, Nath." Suki di sebelah berkata lalu dia tersenyum tanpa menatap padaku. "Hantu kecil yang sedang kaulihat, mereka tak punya tempat tinggal. Pamanku mengajak hantu anak-anak kecil itu. Menampung mereka, tapi dengan perjanjian bahwa mereka tak boleh nakal atau mengganggu manusia."

Suara Suki sedekit pecah ketika berbicara. Aku merasa tidak harusnya aku mendapatkan keistimewaan ini. Harusnya Suki punya keistimewaan ini atau kalau saja bisa aku ingin mendengar suara-suara mereka saja, terkadang melihat sosok bukan manusia sangat mengganggu keseharianku. Wajah-wajah mengerikan, luka-luka yang tidak wajar, bau tidak sedap, dan hawa merinding yang menakutkan.

Aku bersama Suki duduk di sofa mungkin ruang tengah. Langit-langit ini begitu indah tidak terlalu tinggi, dinding-dinding dilapisi kertas dinding bermotif bunga-bunga. Seorang laki-laki dewasa muda datang membawa jus ke meja kami dan meletakkannya. Lalu ketika aku ingin menanyakan sesuatu laki-laki sedikit tua yang mengaku sebagai pendeta dan penolongku datang. Pakaian yang dikenakan pendeta itu tak seperti kali pertama kulihat. Ada kotor hitam seperti arang, dan tanda telapak tangan yang membuatku mengernyit ketika memerhatikannya. Ada yang tak beres, sepertinya.

"Suki, aku tidak akan berada dalam bahaya apa pun di sini, kan?" tanyaku membisik pada Suki.

"Kau takut pada Pamanku?" Suki tersenyum mengejek. "Tenanglah, Nath. Pamanku tidak berbahaya. Pamanku tidak akan menyakitimu atau menjadikanmu korban."

"Aku akan coba memikirkan hal-hal baik tentang Pamanmu."

Suki bangkit dari duduk. "Paman Dakop, kenalkan, ini Nathan. Aku pernah menceritakan dia pada Paman dan beberapa anggota keluarga kita."

"Seorang yang bisa melihat sosok hantu dan arwah?"

Suki menoleh lalu mengangguk padaku entah untuk apa. Berikutnya Suki memutar kepala ke depan menatap kembali pada Paman Dakop. "Benar. Dia bahkan tahu kalau di ruang tengah ini ada hantu-hantu anak kecil."

Aku menempelkan bibirku dengan rapat. Suki terlalu bermulut besar. Aku harap Suki tidak meneruskan kata-kata aku terlihat seperti heroik yang harus orang-orang tahu.

"Senang bisa langsung bertemu denganmu, Nathan. Meski kali pertama kita berjumpa belum sejam-ternyata kau berteman dengan Suki. Kuperkenalkan diriku. Dakop Scademan."

Aku membalas jabatan tangan Dakop Scademan. "Nathan Blink."

"Maafkan aku jika sikapku membuatmu tak nyaman ketika kita bertemu di jembatan."

Jembatan. Sebelum ke rumah ini, aku melewati jembatan sangat menyeramkan. Entah untuk apa rumah sebesar ini di bangun di balik jembatan mengerikan kulewati bersama Dakop Scademan. Angin-angin kecil bertiup ke telingaku tiba-tiba. Kepalaku memutar ke kiri dan mendapati pelakunya adalah hantu anak kecil berambut cokelat dengan warna mata yang sama. "Tolong jangan lakukan itu!" bentakku refleks.

Hantu anak kecil itu hanya menyengir lalu tertawa seperti tikus. "Ternyata benar. Kau bisa melihat kami! Kau takut. Hihihi ...."

"Jerry. Aku sudah memperingkatkanmu! Jangan mengganggu tamu!" Suki membentak ketika beberapa detik lalu diam.

"Dia terlihat takut melihat Dakop." Jerry, hantu anak kecil berambut cokelat itulah nama sosok itu.

"Jerry, pergilah bermain dengan teman-temanmu." Dakop berkata seraya melihat ke arah Jerry si hantu anak kecil.

Latum Alterum EntityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang