Karena aku terus berlari dan kepalaku memindai sekitar jalan untuk mencari gereja secara acak, aku tersandung. Tersungkur. Kemudian sebuah kaki kecil berwarna hitam berjalan ke depanku. Lalu suara mengeong terdengar. Mataku mengerjap beberapa kali. Seekor kucing hitam menatapku. Tak lama kucing itu memutar kaki, aku mengikuti arah jalan kucing itu. Sebuah jembatan yang sangat menyeramkan membentang tak jauh dari sebelah kiriku. Jembatan itu berbesi tua, terdapat bermacam sampah berserakan di mana-mana dan daun-daun kering. Begitu banyak jempatan di New York, aku justru ke sini, terjerat di sebuah jembatan menyeramkan.
Ketakutanku bertambah, aku sendiri, dan kucing hitam tadi sudah menghilang begitu saja. Daun-daun di jembatan itu tertiup angin dengan tiba-tiba. Aku berusaha berdiri, apa pun keadaanku yang terasa lemas, aku harus pergi.
"Hei Nak."
Aku memutar kaki ke belakang. Seorang pria berpakaian hitam rapi hingga mengancing sampai ke atas, membawa alkitab, berambut perunggu, dan memakai kacamata menatap lurus padaku.
"T-Tuan ... Anda, apakah pendeta?" tanyaku dengan napas gemetar dalam-dalam.
"Iya. Mengapa kau tampak ketakutan?"
Aku mendekat. Menggigit bibir dalamku. Dalam keadaan seperti ini aku tidak bisa mengatasi sesuatu tentang dunia lain-lebih dari setengah kilometer mungkin aku sudah berlari jauh tapi aku tidak merasa yakin diriku telah aman.
Setelah aku cukup menenangkan diriku. Aku mengangkat bibir. Memulai. "Tolong ... saya, Tuan. Saya-apakah Anda tahu gereja dekat sekitar sini?"
"Gereja ya," dia menatapku. Seolah sedang berpikir sesuatu. Namun kediaman itu tidaklah lama. "Aku seorang postur. Apakah ada yang bisa kubantu untukmu, Nak?"
Apakah kau tahu hantu ada? Maksudku aku sedang dikejar hantu. Aku tidak berbohong. Semua ungkapan pikiranku hanya dapatku katakan saja dalam kepalaku. Tertelan seperti kapsul obat terpahit. "Aku butuh tempat untuk menenangkan diriku ... hanya itu." Aku tak bisa memberi tahu yang tadi telah kupikirkan. Orang-orang tak mungkin percaya mengenai arwah atau hantu (sosok tak terlihat) aku tak ingin dianggap gila.
"Kurasa kalau kau pergi ke gereja sekitar sini, kau justru lebih bertambah ketakutan. Gereja itu sudah lama tidak terpakai. Bagaimana kalau kau ke rumahku. Di sana." Kepala pria paruh baya yang mengaku sebagai postur itu mengarahkan kepala ke jembatan menyeramkan.
Dengan cepat aku menelan ludah. Jari-jari yang masih gemetar sedang kuberusahakan untuk hilang. Aku berusaha menekan diriku untuk yakin bahwa aku untuk sekarang sudah aman. Di balik jembatan menyeramkan ternyata terdapat rumah besar yang tersembunyi. Sepanjang jalan tadi, aku merasa banyak mata mengintip di antara semak-semak, pohon, dan arah-arah lain.
Aku menjadi tegang ketika mulai memasuki halaman depan rumah besar itu.
"Jika kau takut masuk ke rumah besarku ini, kau bisa menunggu di teras ini. Aku akan segera kembali."
Tak lama setelah pria paruh baya itu pergi aku duduk di teras pada kursi berbahan besi. Kutajamkan telingaku dan mataku mengitari sekitar, aku hendak melakukan kewaspadaan atas kemungkinan-kemungkinan buruk yang dapat mengancam diriku.
Aku menarik napas kuat-kuat untuk menenangkan diri dan hendak menyandarkan punggung, saat itu aku mendengar sesuatu.
Refleks aku berdiri dan napasku memburu. Aku mengatup bibir dengan kuat dan memutar badan. Fisarasatku ini memang konyol tapi di awasi diam-diam adalah sesuatu yang menakutkan. "Perlihatkan dirimu?! Jangan bersembunyi!"
Dua bunyi terdengar lagi, dar arah kiri. Aku melangkah pelan-pelan, berusaha tidak menimbulkan bunyi apa pun. Udara mengepas ke arah wajah ketika langkahku berhenti di samping rumah. Aku melihat dua orang berbeda tinggi badan serta beda warna rambut. "K-Kalian siapa?!" tanyaku, sangat gugup.
Dua orang itu memutar badan. Ternyata seorang laki-laki dengan cangkul dan seorang perempuan memakai sarung tangan. "Woah Nathan!" seru perempuan itu.
Napasku berhenti sejenak. Aku sedang mencerna yang kulihat sekarang. "Kau Suki?" aku bertanya pelan setelah kembali dapat ke dunia nyata.
Seperti sifat heboh, itulah Suki. Si Gadis riang. Dia benar-benar, adalah Suki. Tapi aku bertanya-tanya mengapa Suki bisa di sini?
Suki berjalan ke arahku dengan tatapan lurus hanya tertuju padaku. "Apa yang kau lakukan di sini, Nathan?" tanya Suki.
"Aku seharusnya bertanya seperti itu padamu, Suki."
"Baiklah. Aku sedang mengubur kucing milik sepupuku. Kucing itu baru mati."
"Sepupumu?"
Suki mengangguk. "Ya, Nathan. Omong-omong sekarang kau harus menjawab pertanyaanku. Apa yang kau lakukan di sini? Ini adalah rumah sepupuku. Orang biasa tidak bisa masuk."
Aku membeku; dalam serangkaian cepat detak jantung aku tidak berdegup. Sebagian, tentu saja, disebabkan oleh syokku yang bertambah. Aku tadi berlari dari sosok yang meneror mendiang Nenekku ketika dia masih bernyawa, sekarang aku berada di pusaran lingkungan rumah keluarga Suki. Kemungkinan keluarga Suki sekarang ini adalah orang-orang yang mempelajari dunia spiritual. []
_______________________
Support me with vote and comments.
Thank you ....Salam dan peluk hangat,
Ennve.
KAMU SEDANG MEMBACA
Latum Alterum Entity
Horror[R12+] [√ TAMAT] Latum Alterum Entity © 2020, Ennvelys Dover, All right reserved. Cover Ilustration & Designer: Ennvelys Dover Symbol Illustration & Designer: Ennvelys Dover ...