BAB 5

82 14 2
                                    

Matahari New York berubah menjadi senja.

Aku sudah mendapatkan kalung bintang.

Ketika masuk ke dalam kamar kakak perempuanku, seperti aku masuk ke dalam kandang singa. Aku selalu bersiaga dan waspada, bisa saja dia muncul. Pertama, kudengar keran di kamar mandi dua berputar. Jadi, kuartikan dia sedang mandi. Kedua, kumulai dari membuka tas dia yang berada di ranjang tidur.

Aku tidak beruntung, tak ada kalung di dalam tas itu. Beranjak tempat lain, kepalaku berputar mencari-cari, namun tepat di meja dekat nakas ranjang tidur, kulihat ada kalung di sana.

Kujejalkan kakiku menuju nakas, tanganku menyentuh rantai kalung tersebut. Ketika kubalik pada bintang itu terdapat sebuah nama Karamia yang terpahat ukuran kecil. Segera kumasukan ke dalam saku dan bergegas keluar dari kamar Kakakku.

Kakiku berjalan cepat menuruni tangga. Membuka pintu rumah lalu kututup segera. Sepedaku masih berada di halaman rumah.

Kupakai helm dan kubedirikan sepedaku. Sebelum ketahuan mencuri kalung, kukayuh cepat sepedaku hingga menjauh dari rumah.

Sampai di depan toko Chloe, pemuda yang di pintu ketika sepulang sekolah kulihat, tidak ada. Aku masuk ke dalam toko setelah menyandarkan sepeda ke dinding toko. Di dalam toko itu ada Kakek yang kulihat ketika membeli sosis. Dia menurunkan koran dan menurunkan sedikit kepala, menatap ke arah pintu.

"Kau membutuhkan sosis lagi, Nak?" tanya Kakek itu.

Aku bergeleng. Tidak, aku tidak butuh sosis. Tentang sosis, astaga, sosis itu masih di dalam ranselku. Aku belum mengeluarkan sosis-sosis kubeli dan akan kuberikan kepada Grace.

Kalung milik Karamia kutaruh di meja dan kudorong ke depan menuju ke arah Kakek toko Chloe. "Seseorang menyuruhkan menyerahkan kalung ini."

Kening Kakek mengernyit melihat kalung yang kusodorkan. Pelupuk mata Kakek itu memerah, berlinang air menumpuk di matanya ketika aku perhatikan lamat-lamat.

Ketika dia menggenggam kalung itu lalu membalik bintang itu, pandangku tak bisa lepas. Dia menangis sambil mendekapkan kalung itu ke dada.

"Kakek ...." Aku memanggil kakek itu pelan.

"Terima kasih, Nak."

Aku mengulum senyum. Melihat Kakek itu menangis, mataku terasa panas. Seharusnya Karamia melihat hal ini, betapa terharunya Kakek ini mendapatkan kalung bertuliskan nama Karamia. Hantu perempuan beramput panjang hitam.

"Nathan, terima kasih."

Suara Karamia. Karamia di sini. Kuputar kepalaku, mencari-cari Karamia. Tak dapat, kuputar kakiku ke belakang. Karamia di sana, sedang melihatku dan memberikan senyum. Kurasa Karamia akan pamit.

Cepat kuputar kepalaku ke arah Kakek. Bibirku terangkat sedikit seperti ikan Koi. "Kakek, tolong katakan sesuatu tentang Karamia!"

Kakek itu menatap lurus padaku. Kerut-kerut keriput dia terpampang jelas. "Kau tahu tentang cucuku?"

Aku berangguk. Namun aku tidak bisa mengatakan bahwa Karamia ada di sini, dalam toko.

Kepala Kakek itu menengah ke atas. Memandang plafon. "Aku hanya dapat mendoakan dia. Semoga dia beristirat dengan damai di atas langit," ucap si Kakek. "Kakek merindukanmu, Karamia. Namun kutahu kau sudah bersama Ibumu dan Nenekmu."

Aku keluar dari toko Chole sambil menghapus air yang sedikit keluar lalu mengelap ingus mengggunakan leher bajuku.

Burung gagak hitam berdiri di helm sepeda ketika kuputar kepalaku mengarah ke tempat sepedaku. Aku berjalan, tidak terganggu dengan keberadaan gagak itu tapi ketika langkah kakiku semakin mendekat, gagak itu terbang seolah-olah aku mengganggu tempat si gagak itu, padahal yang diinjak itu adalah helmku.

Kuhela napasku dan berjalan mengambil helm yang terjatuh dan tergelinding di trotoar tepi jalan.

Ludahku menelan, dua kaki putih berdiri di depanku ketika tanganku sedang mengambil helm di tanah aspal. Jantungku berdetak, aku sangat berharap semoga hantu kali ini jangan menyeramkan setidaknya.

Aku terdiam. Laki-laki muda di depan pintu toko Chole. Ludahku masuk ke dalam tenggoronkan yang kembali terasa kering. Anehnya sekarang bukanlah musim panas, sesuatu yang kering dan membuat keringat tidak kurasakan justru menetes. Padahal di New York sedang musim dingin, hujan seringkali turun.

Kuputar kakiku dan berjalan lalu sosok tersebut pun berjalan, mensejajarkan langkah denganku.

"Aku Jensen."

Langkahku terhenti dan aku menoleh, "Apa yang kau inginkan dariku?" tanyaku penuh yakin.

"Tidak ada."

Aku mengerjap beberapa kali. Sungguh aku tidak lagi bermimpi? Hantu ini tidak mengatakan apa pun semacam meminta tolong sesuatu atau apalah.

"Nanti kalau memiliki waktu luang berkunjunglah ke toko Chole." Jensen berkata dengan senyum terukir.

"Kau sebenarnya siapa dan mengapa bisa di depan pintu toko Chloe?"

"Hantu, dan aku berutang kepada Kakek di toko ini di masa lalu."

Hantu.

Ya, sosok berdiri di depanku adalah hantu.

Astaga, hantu!

Tetapi hantu di depanku ini seperti tidak mempunyai niat buruk mencelakaiku. Hantu ini terlihat lebih baik daripada hantu-hantu menyeramkan kulihat di jalan dan di beberapa rumah orang yang kulewati.

"Utang apa?" tanyaku tertarik.

"Anjingku telah di selamatkan Kakek pemilik toko Chloe."

Aku naik sepeda dan kulihat Jensen sebelumnya menjauh pergi meninggalkan toko Chloe. "Maaf aku tidak bisa berlama-lama. Aku harus pergi."

"Tak apa."

Lalu aku pergi meninggalkan toko Chloe. Mengayuh sepedaku dengan santai.

Suara gagak terdengar di hutan kecil di depan. Aku mengernyit lalu menggeleng kepala. Cukup hari ini. Jangan berurusan lagi dengan hantu-hantu. Aku bergeleng kuat. Memacuh kayuhan sepedaku.

Ban sepedaku berdecit, ketika kutekan remku. Seekor gagak tiba-tiba terlentang di aspal, kira-kira sekitar 10 langkah kaki gagak itu di sana.

Aku memejamkan mata. Kapan aku terbangun dari penglihatan gila ini?

Teriakan setengah napas terdengar menggelegar di gendang telingaku. Mataku terbuka. Perempuan berambut pirang sepinggang dan ucakan duduk di aspal jalan. Perempuan itu memakan rakus gagak itu. Sebelum sadar akan keberadaanku, kakiku cepat menginjak pedal kaki sepeda, tapi sial; cepat sekali mata kami bertemu, ya tuhan-jantungku berpacu, kukayuh segera sepedaku dan aku tidak melihat kepadanya, tidak juga menoleh ke belakang ketika sepedaku sedang terpacu sangat cepat. []

_______________________

Support me with vote or comments.
Thank you ...

Salam dan peluk hangat,
Ennve.

Latum Alterum EntityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang