#1

3.1K 335 12
                                    

1
“That is for The First Time, I’m With a Women Without Touching Her.”
| 10 Juni 2020 |

A Club, Tokyo

“Apa kau mau mencari ruangan yang lebih pribadi?” seorang wanita bertanya, menggigit bibirnya yang semerah darah, “...agar kita bisa—” wanita itu tidak melanjutkan kata-katanya, hanya menyusurkan tangannya di dada Uzumaki Naruto dan dengan lihainya melepaskan dua kancing kemeja pria itu dari lubangnya.

Pria itu sendiri memejamkan mata, mengulurkan lengannya di pinggang wanita itu untuk lebih bisa merasakan bobot tubuhnya. Wanita itu memiliki kulit yang terpapar, dada yang hampir seluruhnya menyembul dari baju yang berbelahan rendah, rok yang hanya cukup menutupi bokong, dan suara mendesah serak yang membuat pria-pria mabuk kepayang.

“Tidakkah kau sangat nakal malam ini?” Naruto menggodanya, memainkan jari-jemarinya di dagu wanita itu, menyusuri setiap garis wajahnya tanpa ada satu pun yang terlewat.

Wanita itu terkikik, merendahkan tubuhnya untuk berbisik di telinga, “Kau yang mengajariku, Tuan.” Dengan napas yang menggelitik.

“Kau tahu aturan mainku.” Wajah wanita itu menciut, tetapi bukan berarti dia akan menyerah. “Tidak bisakah kau memberikan satu kartu untukku?” dia merapatkan tubuhnya, menggesek dadanya dengan dada bidang milik Naruto. Dan menempatkan lututnya di antara kaki pria itu.

Naruto membuka bibirnya, seolah-olah ingin memakan wanita itu, menggodanya sekali lagi. “Terakhir kali sudah game over.” Lantas tersenyum dengan segaris tipis yang wanita itu tahu sebagai langkah pengusiran.

“Aku pikir kau tertarik padaku.” Wanita itu turun dari pangkuan Naruto, mengambil tempat duduk di sampingnya sambil menuangkan anggur untuk dirinya sendiri. “...dasar bajingan!”

“Kau mengucapkannya dengan fasih. Aku anggap itu pujian.”

Wanita itu tertawa, sama sekali tidak ambil pusing dengan sikap Naruto yang baru saja membuangnya. Pria itu; Uzumaki Naruto memanglah seorang bajingan. Tidak ada yang tidak tahu reputasinya. Di bangku kuliah, dia hampir meniduri seluruh populasi wanita di kampus. Hampir tidak ada wanita yang tidak tunduk pada pesonanya. Dia bahkan tidak perlu menggoda mereka, dan wanita-wanita itu akan dengan senang hati melemparkan diri padanya.

Naruto berdiri dari tempatnya, mengangkat satu alisnya sebagai salam. Menuju ke meja bartender untuk mencari suasana.

“Nona, Anda sudah mabuk.” Seorang Bartender menolak memberikan minuman pada wanita yang duduk dua meter darinya. Wanita itu mengenakan mantel coklat, celana senada dan sepatu kets berwarna putih. Rambutnya yang panjang dan berwarna gelap, terurai di sekitar counter bar, menyebar seperti Sadako yang salah tempat. “Berikan aku satu botol lagi!”

Naruto mendengus. Di jaman millenial seperti sekarang, dia heran masih ada saja gadis yang mabuk karena putus cinta.

“Kau tertawa?” Naruto tertegun, dia tidak tahu kalau wanita itu bisa mendengar tawanya di antara suara musik EDM yang diputar. Namun, dia berdalih, “Kau salah dengar.”

Wanita itu menggeser tempat duduk ketika Naruto kembali menenggak minuman, nyaris membuat pria itu tersedak. Wanita itu menatapnya dari bawah, dengan mata yang tersembunyi di antara helaian rambut.

“Siapa wanita ini?” Naruto menaikkan pandangannya ke arah Bartender, memintanya untuk mengusir wanita itu. Sayang, wanita di hadapannya keras kepala. Dan entah bagaimana malah meletakkan kedua tangannya di wajah Naruto. Menarik dia lebih dekat. Menggesek hidungnya.

“Lepaskan tanganmu!”

Wanita itu menggeleng sebagai jawaban.

“Kau sendiri yang melakukannya, atau aku?”

Wanita itu kembali menggeleng.

“Aku beri kesempatan sekali lagi. Lepaskan tanganmu!”

Wanita itu tak merespons. Sorot matanya bergerak turun, seolah kalimat Naruto barusan menyakitinya.

Hah?” Naruto mendengus tidak percaya. Kemudian menghempaskan tangan wanita itu dalam satu sentakan.

Limbung, wanita itu menahan tubuhnya dengan memeluk Naruto. Membuat mereka jatuh ke lantai secara bersamaan—di mana—Naruto menjadi yang pertama dan wanita itu menimpa di atas dadanya.

“Bajingan! Menyingkir dari—”

“—hoek!!

.

Wanita itu terbangun akibat deringan ponsel yang memekakkan telinga. Dia menggumamkan sumpah serapah dan langsung duduk, menyebabkan pusing mendera kepalanya tanpa ampun akibat hangover yang didapatkannya akibat mabuk-mabukan semalam. Seingatnya, dia hanya menghabiskan tiga botol atau lebih, dia tidak ingat.

Membuka matanya lebar-lebar, dia menyadari bahwa ini bukanlah apartemennya.

Uzumaki Naruto duduk di kursi rotan samping ranjang, meniup kopi hitamnya yang masih mengepul. “Kau sudah bangun?”

Wanita berambut gelap itu tak merespons, hanya memandang Naruto dengan pandangan sulit diartikan. Mencerna apa yang sedang terjadi.

“Mau kuambilkan air hangat?

Wanita itu seketika turun dari ranjang, mengambil tasnya, dan sekonyong-konyong mengeluarkan segepok uang untuk dilemparkan di atas kasur. “Aku hanya memiliki ini sebagai tarif satu malam.” ujarnya dengan nada arogan, seolah-olah Naruto adalah gigolo keranjingan.

“Kau ... memberiku uang?” Naruto meletakkan kopinya, terbelalak pada wanita yang baru saja melemparinya uang.

“Kau bisa memberiku nomor rekeningmu, akan aku transfer sisanya begitu aku sampai rumah.”

Naruto menarik bibirnya menjadi segaris tipis. Jelas tidak melupakan kejadian semalam. “Kau menumpang mobilku, mengotori kemejaku, menguasai tempat tidurku dan mungkin—” dia terbatuk, “—mendapat kepuasan. Tidakkah uangmu tidak sepadan?” jari jemarinya bergerak mengelilingi bibir cangkir. Sengaja memelintir fakta.

“Lalu, berapa uang yang kau inginkan?”

“Mungkin, kau tidak bisa membayarku. Satu ciuman dariku tarifnya sangat mahal. Dan semalam, aku rasa—” dia tidak melanjutkan kalimatnya, sengaja menggantungnya hanya untuk melihat ekspresi wanita itu.

Diperhatikan, wanita itu memiliki kulit yang sangat putih seperti bayi. Matanya yang berwarna unik, terlihat sebening kristal. Seolah, hanya dengan melihatnya, dia bisa tenggelam dalam muara tak berdasar. Misterius dan hangat di saat yang bersamaan.

“...apa?” Naruto dibuat linglung. Dia tidak mungkin menjelaskan perihal konsonan dewasa pada wanita yang terlihat seperti remaja kemarin sore, terlebih di pagi buta.

Wanita itu melanjutkan, “...bahwa semalam sangatlah panas?”

“Jika tidak ada lagi yang ingin dikatakan, aku pergi. Kau bisa menghubungiku di nomor ini untuk menagih kekurangan bayaran.” Ujarnya final, memberikan selembar kartu nama bertuliskan; Hyuuga Hinata, Sabaku Law.

...

Author Note

Terima kasih buat kalian yang udah vote atau bela-belain komen cerita ini. Mungkin ada yang heran kenapa Nao membuat cerita dengan jumlah word sedikit di setiap chapternya. Karena sebenarnya, cerita ini hampir aku buat 3 part saja. Di part 1 ada 4 sub bab. Tapi ... jumlah word keseluruhan hampir 8,5K. Terlalu fantastis! Nao pikir, akan pusing baca fanfik dengan word segitu banyak. Jadi, akhirnya Nao pangkas per sub bab.

Sekiranya begitu.... see you next chapter gengs.

Best Regards,
Nao Vermillion

The Liar and His Dangerous PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang