Matahari telah menyingsing, memancarkan sinarnya. Secercah cahaya mulai merembet masuk melalui celah kaca jendela. Di atas ranjang empuk itu, tampak seorang perempuan tengah tergolek nyaman di bawah selimut yang membalut tubuhnya.
Tidurnya terusik, kala bunyi nyaring memaksanya membuka mata, tangannya bergerak meraba nakas dengan mata terpejam, dan dalam keadaan setengah sadar wanita itu menerima panggilan tersebut.
“MOMMY!”
Bae Irene, buru-buru menjauhkan ponsel tersebut dari telinganya, memicingkan mata melihat siapa yang menelpon sepagi ini, ah rupanya anak kesayangannya yang menelpon.
“Ada apa sayang?”
“Mom, tidak lupakan hari ini?!” ujarnya dengan nada kesal.
“Astaga sayang. Mom tidak mungkin lupa.”
“Sampai jumpa Mom, muach.”
Setelah memutuskan panggilan dengan anaknya, Irene turun dari tempat tidur dan segera menuju kamar mandi untuk mempersiapkan diri.
Tak butuh waktu lama, mengingat anak kesayangannya itu sangat cerewet. Ia akan merajuk jika Irene terlambat. Menghindari hal itu tanpa persiapan lebih dan sarapan pagi yang terlewat begitu saja, ia bergegas meninggalkan apartement.
°°°°°°
“Selamat pagi nyonya,” sapa bibi Ahn pada Irene yang baru saja tiba.
“Pagi bi. Apa semuanya sudah siap?” tanya Irene pada bibi Ahn, orang kepercayaan Irene untuk mengurus rumah dan anaknya Kim Hyunjin.
“Semuanya sudah siap nyonya,” angguk wanita berkepala empat itu.
“Mommy!” teriak Hyunjin dari lantai atas dan berlari ke arah Irene dengan semangat.
“Hyunjin, lain kali jangan seperti itu,” titah Irene pada anaknya.
Irene sedari tadi tak melihat mantan suaminya itu, apa dia pergi keluar negeri mengurus perusahaan atau malah sibuk dengan kertas-kertas kesayangannya itu di hari penting anaknya? Gadis batin Irene bersuara.
“Dimana si muka tembok?” tanya Irene pada bibi Ahn.
Wanita itu tampak mengulum senyum dengan panggilan Irene yang tak pernah berubah.
“Tuan diruang kerjanya nyonya.”
Ck! Selalu saja seperti itu, apa ia tidak lelah dengan semua berkas kesayangannya itu? Bahkan untuk meluangkan waktunya sedikit, di hari terpenting bagi Hyunjin.
.
.
.
Acara ulangtahun Hyunjin telah usai dua jam yang lalu, bahkan bocah itu kini terlelap di samping Irene, itu hal rutin yang ia lakukan ketika berkunjung ke rumah mantan suaminya, tak hanya Hyunjin wanita itu pun merasakan rindu. Setelah memastikan Hyunjin terlelap, dengan perlahan Irene melangkah keluar dari kamar putra nya, tapi sepertinya niat Irene untuk segera pulang ke apartemennya sedikit terlambat karena sang mantan suami tiba-tiba menarik pergelangan tangannya dengan embel-embel mengajaknya bicara.
Kamar ini! Kamar yang sangat Irene hindari setelah kejadian itu, ia menatap Kim Taehyung dengan tatapan bertanya ‘kenapa kau mengajakku kesini’
Irene dan Taehyung menikah karena dijodohkan tak ada pilihan lain selain menerima perjodohan itu. Setelah menikah pun tak ada satupun yang berubah kecuali status mereka sebagai sepasang suami istri.
Dibulan pertama pernikahan mereka pun tetap sama. Taehyung bertahan dengan sikap dingin dan irit bicara. Begitu juga dengan Irene dengan sikap cuek yang terkesan tak peduli walaupun seperti itu, ia tetap menjalankan kewajibannya sebagai istri yang baik menyiapkan sarapan, menyiapkan baju kerja untuk Taehyung dan segala keperluan sang suami.