-DUA-

119 91 103
                                        

Sore hari setelah Caca bersiap-siap untuk pergi ke rumah Umi Salma, gadis itu duduk di kursi yang ada di teras rumahnya dengan mengunakan kemeja putih yang tadi ia gunakan saat ke kampus. Namun kali ini di balut dengan kardigan cokelat tanpa lengan. Di padu dengan celana dasar warna putih serta hijab pasmina berwarna senada dengan kardigannya, kali ini hijab itu ia putarkan di atas kepalanya hingga ujung sebelah kiri hijab tersebut berada dibawah telinga kirinya. Setelah itu ia tusukan dengan jarum agar melekat di bagian tersebut. Tak lupa dengan riasan tipis di wajah cantiknya.

Tak lama, suara mobil terios dengan warna silver terdengar membuat Caca mendongakkan kepalanya yang sedari tadi sibuk dengan benda pipih yang ia pegang.

Gadis itu tersenyum ketika mendapati seorang laki-laki keluar dari pintu kemudi dengan memakai kaus lengan panjang yang sedikit tebal warna abu-abu putih, di padu dengan celana jeans putih yang panjangnya hanya sampai di atas mata kaki, serta sneakers putih melekat di kaki panjang itu. Dengan penampilan seperti itu membuatnya semakin terlihat manis. Apalagi pria hidung mancung dengan bibir tipis merah alami itu memberi warna walnut pada rambutnya.

"Apa sebelumnya bang Rizal sempat pergi ke salon?" tanya Caca sembari bangkit dari kursinya. Lantas berjalan menuju pintu penumpang bagian depan yang sekarang tengah di bukakan oleh Rizal.

"Kelihatan banget ya?" tanya Rizal kemudian, dengan jari telunjuk dan jempol kirinya yang sedikit menarik rambut poninya kedepan agar lebih mudah bola mata hitamnya menyelidik poni tersebut "Padahal aku sudah menyuruh mba salonnya untuk memberi sedikit warna saja," gerutu laki-laki itu kemudian.

"Sedikit kok, cocok juga buat penampilan kamu bang," ucap Caca. Lantas ia masuk ke dalam mobil tersebut.

"Beneran cocok?" tanya Rizal dengan antusias.

"Iyaaa.." sahut Caca yang mulai geram, "Trus kita jalannya kapan?"

"O iya, yuk yuk tuan putri!" Ajaknya, kemudian ia berlari kecil menuju pintu kemudi. Setelah itu ia masuk kedalamnya, lantas melajukan mobil terios itu.

......

"Yang mau jadi dokter... rajin banget siii." Ucap Vany dengan seulas senyum seraya berjalan menuju ranjang tidur tempat anak laki-lakinya telungkup namun tangannya sibuk mengetik-ngetikkan sesuatu pada keyboard laptop.

Mendengar suara dari wanita yang sangat ia sayangi itu, Gerald pun menoleh ke asal suara. Lantas ia tersenyum, "Iya dong..." ucapnya kemudian.

"Kenapa sih kamu ingin sekali profesi itu?" tanya Vani yang sudah duduk di tepi ranjang dengan mata menatap pada layar laptop.

Gerald pun bangkit, mengubah posisi menjadi duduk berhadapan dengan Vany, "Karena Gerald ingin seperti dad, menyelamatkan banyak orang." Jelasnya di ikuti dengan segaris senyum sembari menggenggam kedua tangan Vany.

Wanita dengan iris mata berwarna hitam itupun tersenyum, "Mom bangga sama kamu, makasih ya?" ucap Vany seraya mengelus-elus puncak kepala anak laki-lakinya itu.

"Iya Mom."

......

"Kamu sudah sampaikan salamku kan ke mereka?" tanya Caca melirik kearah Rizal yang tengah menyetir.

"Sudah dong," sahutnya yang sekilas melirik kearah Caca.

"Makasih," ucap Caca. Sedangkan Rizal, ia menjawab dengan senyum tanpa melirik kearah wanita di sebelahnya.

"Gimana kabar mereka?" tanya Caca kemudian.

"Alhamdulillah baik semua. Apalagi Ravel, dia sudah mulai berlari-lari dengan yang lain," ujar Rizal bersemangat yang sekilas melirik kearah Caca.

Why Is It Different?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang