1 • Selirnya Pak Wildan

373 47 0
                                    


KEADAAN kelas bagi ini semakin ricuh dari biasanya. Beberapa dari mahasiswa yang masuk pada kelas ini tampak memliki ciri khas masing-masing; ada yang suka bergosip, mendengarkan, mengompori, bahkan menghiraukan karena masih ada hal lain yang lebih penting ketimbang bergosip di pagi hari.

"Lo tau nggak 'sih desas-desusnya pak Wildan bakalan balik ngajar lagi di Fikom?" Gosip bukan lagi hal yang tabu dilakukan bagi beberapa kalangan, dengan bertukar informasi yang condong pada gibah alias membicarakan keburukan atau aib orang lain sampai terkorek-korek akarnya, bukan cuma ibu-ibu tukang rumpi di komplek saja yang begitu, anak muda zaman now juga bisa. Bahkan lebih handal.

"Gila masih berani aja dia injak kaki kampus ini lagi setelah beredar gosip habis ena-ena sama mahasiswa baru setahun lalu."

"Urat malunya mungkin udah putus."

"Serius pak Wildan lakuin itu? Jangan-jangan, that girl aja kali yang nyerahin diri ke doi, iming-iming duit atau emang minta diperawanin manusia sempurna serupa pak Wildan."

"Dih, zaman sekarang masih tergiur modal tampang?"

"Jangan ketipu sama muka kalemnya guys, siapa tau emang bejat itu orang." Waktu masih menunjuk pukul 7 pagi, para mahasiswa dan mahasiswi yang tengah menunggu kedatangan sosok pak Wildan, selaku dosen Komunikasi Persuasif, masih begitu asyik bergosip karena kabar burung seperti ini memang sedang meledak-ledak seantero fakultas, khususnya komunikasi.

Menfess kampus aja penuh sama cuitan "HE'S BACK BE CAREFULL LADIES!"

Seakan pak Wildan adalah penjahat kriminal yang punya penyakit menular yang wajib dijauhi.

"Denger-denger 'sih dia bakalan punya asisten gitu, dari kampus sebelah, udah lama katanya si cewek itu jadi asdosnya Wildan, kecuali di kampus kita." Kata Meira seraya menarik kursi di seberangnya untuk duduk di samping Wanda.

"Buset, asdos baru? Udah berapa lama itu cewek jadi asdosnya?" Tanya Nina, "Gue 'sih yakin, itu cewek udah pernah dipake sama pak Wildan."

"Katanya udah hampir setahun jadi asdosnya, gue baca chat di grup angkatan Fikom semalam katanya gitu." Jawab Rania menunjukkan room chat yang ada di ponselnya.

"Emang si Wildan ngajar berapa MK di kampus kita?" Tanya Wanda.

"Kalau nggak salah sih ambil 4 MK, 1 di kelas kita, sisanya di kelas junior sama senior. Jurusan Broadcast sama Public Relation." Rania mengecek ponselnya lagi, "Katanya juga, si cewek ini asdos sekaligus asisten pribadinya."

Cewek-cewek rumpi jurusan Marketing semester 5 itu kembali heboh, bahkan salah satu dari mereka melihat akun Instagram milik sang asisten dosen itu.

"Wow, kalo dilihat dari gayanya 'sih, kalem. Tapi nggak tau 'kan kalo lagi berdua sama pak Wildan, pasti bakalan ganas-ganas manja?" Nina asyik scroll down akun tersebut. Terlihat memang bukan tipikal gadis narisis di media sosoail kalau dilihat dari tampilannya, atau bisa dibilang un-instagramable.

Kurang lebih isi feednya dirinya yang menghadiri kegiatan kampus, magang, hingga kegiatan lainnya seperti menghadiri seminar, mengikuti kepanitiaan atau volunteer, hingga bakti sosial.

"Dasar cewek, pagi-pagi udah ngegosip, rasa-rasanya gue kayak liat ayam betina ngumpul lagi berkokok sambil jaga telur." Celetuk salah satu rombongan para cowok yang baru saja datang. Kemudian mengambil tempat duduk di belakang.

"Ah lo munafuck banget, semalam aja menggebu-gebu ngomongin Wildan di GC." Timpal para cewek membalas celetukan Arditto, si mahasiswa gondrong yang suka sekali bolos setiap mata kuliah.

Paling-paling masuk kelas hanya di pertemuan awal, pertengahan, sebelum dan saat ujian.

"Nanti aja girls gibahinnya habis kelas, btw gue penasaran sama cewek yang rela jadi asdosnya Wildan." Kata sahabat karib Ditto, siapa lagi kalau bukan Budi dan Juan.

"Giliran cewek aja lo, gercep."

"Ya penasaran aja, nggak mungkin 'kan si Wildan stuck ke satu mahasiswi buat dijadiin asdos, bahkan asisten pribadinya, njing." Ditto pun melanjutkan, "Pasti ada alasan khusus kenapa itu cewek dijadiin kacungnya."

Budi menepuk pundak berlapis jaket jeans pudar milik Ditto, lalu bergumam seraya menggoda, "Lo segitu penasarannya, Dit? Ceritanya masih kesel 'nih sama si duda nggak laku, gara-gara MK semester lalu lo nggak dilulusin?"

Arditto tersenyum miring, "Benci gue sama itu dosen. Begonya malah sekarang gue dapet kelas dia lagi, brengsek." Sangking kesalnya, satu-satunya pena miliknya yang digenggam pun menjadi pelampiasan emosi hingga tutup pena mental entah kemana.

"WOI WILDAN SAMA SELIRNYA UDAH DATENG!" Heboh Juan yang sudah kepalang panik karena dirinya baru saja datang. Dewi Fortuna sudah ada di pihaknya di hari pertama semester genap ini.

Tidak lama datangnya sosok yang ditunggu - tunggu dan dibicarakan. Wildan dan selirnya— maksudnya asisten dosennya.

Seorang Wildan, M.Si berumur 37 tahun yang selalu to the point, tidak suka basa-basi yang berkepanjangan, dan pastinya hobi menusuk dengan kalimat perfeksionisnya tanpa peduli apa reaksi dan isi hati lawan bicara. Pak Wildan pun mulai membuka suara.

Setelan jas kasualnya merupakan identitas dirinya yang sangat berkarisma dan berkarakteristik sosok pemuda yang suka sekali bekerja dan belajar pada dunia.

"Selamat Pagi semuanya, apa kabar? Long time no see. Selamat bergabung di kelas Komunikasi Persuasif bersama saya Wildan, dan selama satu semester ini saya ditemani oleh asisten saya—Alea silahkan perkenalkan diri kamu."

Sosok selir bagi seluruh mahasiswa seantero Fikom, Alea—asisten dosen berambut hitam legam, dengan mata bulat dan bibir hati menawan dan menantang. Tubuh mungilnya maju satu langkah untuk memperkenalkan diri.

"Halo teman-teman, perkenalkan saya Alea, saya mahasiswi Public Relation semester akhir dari kampus Adhiwangsa. Senang bertemu dengan kalian." Senyum ramahnya membuat seisi ruangan menghangat.

"Halo Kakak!"

"Boleh minta username Instagramnya nggak, Kak?"

"Boleh juga 'nih, penyegar mata di pagi hari yang butek."

Tak berselang lama mereka asyik bercanda, Pak Wildan mulai menganggu suasana. "Oke cukup perkenalannya Alea—jadi Alea akan membantu saya membimbing kalian untuk menjadi seorang public speaker dalam bidang komunikasi persuasif, terutama pada bisnis."

Materi kuliah mulai dipaparkan oleh pak Wildan sehingga membuat mereka nyaris mati kebosanan. Otak sudah mulai membeku, bahkan ada beberapa yang merasa kepalanya mengeluarkan asap akibat kejenuhan yang membakar.

Namun berbeda dengan Arditto. Mahasiswa gondrong itu tak bosan-bosan memerhatikan sang asisten dosen, Alea yang nampak tidak sadar kalau selama 2 jam penuh selalu membuat Arditto senyum sendiri.

"Kayaknya gue bakalan rajin masuk kelas Wildan selama satu semester." Begitulah ungkapan serius Ditto membuat teman -teman satu tongkrongannya kebingungan, antara mau tertawa atau menangis.

Jisoo as Alea Sabinne

Asisten Dosen | Jisoo x Christian YuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang