—
"Pak, hari ini ada jadwal ketemu klien di Kafe QWERTY jam 4 sore, dan seminar online di eventnya TV KAMPUS sebagai pembicara jam 7 malam sampai selesai." Jelas Alea begitu mata kuliah Komunikasi Persuasif sudah terselesaikan selama 2 jam lamanya.
Alea mengekori Pak Wildan yang lebih dulu keluar dari kelas. Mendengar penjelasan Alea, Wildan mengangguk paham.
"Ada lagi?" Tanyanya memastikan.
Alea memukul kepalanya dengan pelan, rupanya ada satu acara yang lupa ia sebutkan, "Astaga saya lupa, jam 3 sore nanti ada bimbingan tugas akhir dengan mahasiswa, jumlahnya ada 12 orang, pak."
"By online." Lanjutnya setelah melihat catatan pada Google Calendar yang sudah diatur agar muncul di milik Alea. Nggak cuma kegiatan sebagai dosen dan pembicara, kegiatan lainnya seperti menonton konser hingga tenis pun Alea tahu.
Wildan mengangguk lagi, "Ya udah sekarang kita makan siang dulu, gimana? Kamu belum makan 'kan?"
Alea menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "I-iya belum Pak. Tapi bukannya Pak Wildan ada rapat Mingguan sama dosen Fikom?"
Wildan tampak berpikir dan berhenti melangkah, bibirnya mengerucut lucu, sebuah momentum yang tak pernah diperlihatkan pada publik, namun Alea bisa melihatnya dengan keadaan tenang.
Alea dengan tatapan polosnya menunggu jawaban yang keluar, namun begitu terjawab, raut wajahnya kebingungan.
"Saya males rapat sama dosen Fikom di kampus ini." Jawab Wildan seraya kembali melangkah.
"Lho, Pak, tapi undangannya dapat langsung dari Pak Dekan." Alea mengikuti langkah Wildan hingga berjalan berdampingan. "Pasti beliau menunggu kehadiran bapak."
"Percuma juga saya ikut rapat, nggak ada yang dengerin pendapat saya." Jawabnya, membuat Alea tertegun lucu.
Wildan melempar senyuman manis favorit sebagian mahasiswi di kampus ini, "Itu nggak penting, sekarang kita makan aja dulu di kantin atas. Katanya ada nasi gila yang favorit banget, kebetulan saya juga belum sempet sarapan."
Di sisi lain ada Arditto dan Juan yang baru menginjakkan kaki di kantin kampus untuk membeli kopi. Katanya 'sih supaya kuat membuka mata di mata kuliah selanjutnya.
Namun kedua cowok itu menangkap Alea dan Pak Wildan yang tengah memesan nasi gila di kantin. Tepatnya di sebelah tukang kopi Pak Gembul.
"Mampus, Dit, ada Alea sama Heldernya." Bisik Juan, seraya memundurkan langkahnya, mengajak Arditto untuk kabur dari sana. Tapi, bukan Arditto namanya kalau tidak suka tantangan yang menggiurkan.
Akhirnya Ditto memilih untuk tetap berjalan tanpa menarik atensi Alea yang masih bergelut dengan Pak Wildan perihal menu.
"Samain aja pesanan saya kayak kamu." Ucapnya yang berdiri di belakang Alea dengan kepala yang sedikit mendekat ke telinga Alea.
Arditto perhatikan keduanya tampak asyik berdebat. Bahkan Alea sama sekali tidak risih dengan posisi itu.
"Nggak. Bapak nggak bisa makan pedes, nanti kalo sakit perut, gimana?" Kata Alea dengan tegas. Bukan hanya Juan yang terkejut mendengarnya, Arditto pun mendadak ingin mundur saat dirinya memaksa maju.
Juan menyadari gelagat aneh Ditto pun menyeletuk, "Belum mulai aja, udah kretek tuh hati." Ditto tak bergeming, dirinya mengambil alih kopi yang ia pesan dari tangan Barista. Lalu, pergi meninggalkan Juan di belakang.
"Saingan lo tuh level go international, Ditt. Coba kalo yang deket sama doi si Budi, lo tikung pakai kedipan mata juga Alea bakal langsung dateng ke pelukan lo."
"Berisik banget lo."
"Idiy-idiy, mas Ditto kalo cembokur begini, toh?" Goda Juan.
Arditto bersikap gelisah melihat kedekatan Alea dan Wildan. Rasanya kayak pengin balikin waktu ke belakang, di mana dirinya dan Alea berjalan bersamaan sembari berbincang menuju taman belakang kampus.
"Ditt, kayaknya gue mau beli roti bakar jug.. woy anak setan!" Juan berbisik tapi suaranya lumayan terdengar dan menggema kantin indoor yang saat ini masih sepi.
Rupanya Ditto modal nekat untuk kembali ke arah Alea masih memesan makanan. Nggak pakai lama, Ditto berkicau, "Nasi gilanya juga ya, teh!"
"Eh si kasep, tumben kamu sarapan di sini? Kesambet apa?" Jawab teteh penjual nasi gila. Alea dan Wildan langsung menoleh ke belakang, mendapati Arditto yang menebar senyum ramah.
Sebenernya mah, itu senyuman pamer, "Liat lo Wildan, gur pepet terus si Alea dengan cara mahal gue."
Berlagak bodoh seakan baru peka atas kehadiran dosen dan asistennya, Ditto pura-pura tekejut. "Oh! Selamat pagi pak!" Tanpa menunggu jawaban Wildan, Ditto buru-buru menghadap Alea.
"Hai Alea.. mau maksi juga?" So smooth, Ditto memang ulung kalau soal Alea. Alea tersenyum ramah dengan balik memberi sapaan.
"Hai Ditto, iya nih mau makan siang. Kamu sendiri aja? Mana geng kamu yang nyentrik-nyentrik itu?" Tanya Alea penuh canda.
Ditto menggaruk tengkuknya, "Kalau jam kosong, udah pasti pada menyebar kayak kuman."
Alea terkekeh geli, nggak sadar dirinya menepuk pundak kokoh Ditto. Bikin Ditto terkejut diam-diam, sedangkan Wildan menelisik mahasiswa tukang absennya itu.
Tentu Wildan tahu siapa Arditto si hobi absensi ini!
"Sembarangan aja kamu tuh, teman dibilang kuman."
Setelah makanan milik ketiganya selesai dibayar dan bisa langsung diambil layaknya mengantru makanan siap saji, Wildan tiba-tiba saja kerasukan makhluk baik hati, "Kamu makan di mana? Gabung aja sama kami, To."
Alea yang awalnya terkejut karena tumben sekali Wildan mengajak orang lain yang tidak begitu dekat dengannya, hanya mahasiswa yang mana jarang bertemu.
Dengan anggukan setuju, Alea lagi-lagu menepuk pundak Ditto.
"Betul tuh, yuk!"
Ditto mengangguk kikuk, padahal di dalam hatinya, setan-setan kecil nan licik sedang berjoget ria penuh kemenangan.
—
KAMU SEDANG MEMBACA
Asisten Dosen | Jisoo x Christian Yu
FanfictionJisoo's Fanfiction [BAHASA] Arditto. Si 'pelanggan setia absensi' ini, mendadak bikin satu tongkrongan kebingungan, karena di semester ganjil dirinya punya target -dibuat sebagai jaminan terselubung demi meluluhkan hati asisten dosen manis 'kebangga...